Kamis 6 Jumadil Ula 1446 - 7 November 2024
Indonesian

Apakah Nanah Itu Najis?

Pertanyaan

Apakah segumpal nanah yang berwarna kuning atau putih najis, baik berupa padat atau cair?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Qaih adalah cairan kental kekuningan yang keluar dari luka dan yang serupa dengannya karena kerusakan yang ada di situ. Selesai. (Mu’jam Lughah Fuqoha’: 373)

As Shodid adalah airnya luka yang tipis yang bercampur dengan darah sebelum mengental dan menjadi nanah

Lihat juga Tholabatu Thalabah: 22, Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah: 21/25

As Shodid ada di dalam luka sebelum menjadi nanah.

Hukumnya As shodid dan Al Qoih adalah sama dengan hukumnya darah, menurut jumhur ulama fikih dari empat madzhab dan selain mereka, yaitu najis, namun ditolerir jika sedikit. Karena al Qaih dan Shodid pada dasarnya adalah darah yang berubah menjadi rusak dan bau. Maka jika darah itu najis, nanah lebih utama (dianggap sebagai najis).” (Lihat Badai’ Shonai’: 1/60, Al Majmu’: 2/558, Al Qawanin Al Fiqhiyyah: 27)

Nanah adalah turunannya darah dan perkara cabang mengambil hukum asalnya.

Telah dijelaskan sebelumnya akan najisnya darah pada jawaban soal nomor: 114018

Disebutkan dalam Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah (34/128):

“Para ulama fikih bersepakat bahwa nanah jika keluar dari tubuh seseorang, maka najis; karena termasuk khobaits (sesuatu yang buruk), Allah Ta’ala berfirman:

وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ

“Dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka”. (QS. Al A’raf: 157)

Fitrah yang sehat akan menganggapnya sebagai hal buruk, diharamkan artinya tidak untuk dihormati, menjadi bukti kenajisannya. Karena makna najis itu ada pada nanah; bahwa najis itu adalah nama pada sesuatu yang kotor, dan nanah termasuk yang dianggap kotor oleh fitrah yang sehat; karena berubah menjadi kotor dan bau busuk, dan karena turunan dari darah, dan darah adalah najis”.

Ibnu Qudamah Al Maqdisi berkata:

“Nanah dan cairan campuran air dan darah dan apa yang menjadi turunan darah sama kedudukannya, kecuali Ahmad berkata: Itu lebih ringan dari darah”.

Telah diriwayatkan dari Ibnu Umar dan Hasan bahwa keduanya tidak menganggap  nanah sama seperti darah”.

Abu Mijlaz berkata terkait nanah; bahwa Allah telah menyebutkan darah yang mengalir”. (Al Mughni: 2/483)

Beliau berkata:

“Atas dasar inilah maka hukum nanah ditolerir walau lebih banyak dari pada darah jumlah darah yang ditolerir, dia baru dianggap menjijikkan kalauh lebih banyak dari darah dan karena nanah tidak tersebut secara tekstual. Kalaupun kemudian dikatakan najis karena dia berasal dari darah dan sifatnya menjijikkan.” (Al Mughni / Ibnu Qudamah: 2/484)

Imam Ahmad –rahimahullah- telah ditanya:

“Darah dan nanah menurut anda sama?” Beliau menjawab: “Tidak, dalam masalah darah tidak ada perbedaan dalam hal itu, tapi dalam masalah nanah banyak orang berbeda pendapat. Ada yang berkata: “Nanah dan cairan campur darah menurut saya lebih ringan dari pada darah,’ Dia juga berkata: “Tidak wajib mencuci baju atau  tubuh yang terkena nanah dan cairan bercampur darah, dan tidak ada dalil yang menyatakan najis”. (Al Ikhtiyarat Al Fiqhiyyah: 26)

Tidak diragukan lagi bahwa pendapat jumhur ulama lebih hati-hati dan lebih terbebas dari pelanggaran, kecuali jika sedikit, maka ditolerir. Apalagi jika  sulit menghindarinya karena tersebarnya di banyak tempat, sebagaimana pada umumnya kondisi orang sakit dan terluka.

Yang nampak dari gambaran yang ditanyakan, “sebercak” menunjukkan bahwa ini sedikit dan tidak dianggap menjijikkan. 

Dalam Fatawa Lajnah Daimah: “Darah dan nanah dan cairan campur darah dimaafkan jika sedikit jika keluar dari selain kemaluan. Karena menghindari yang sedikit merupakan perkara yang menyulitkan.”. (Fatawa Lajnah Daimah: 5/363)

Wallahu A’lam

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam