Senin 24 Jumadil Ula 1446 - 25 November 2024
Indonesian

Tafsir Basmalah Dan Hukum Memulai Bacaan Qur’an Dengan Basmalah

Pertanyaan

Apa arti dari basmalah?, dan apakah basmalah dibaca juga pada tengah surat?, kenapa?, dan apakah arti dari
“اقرأ باسم ربك “ ?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Perkataan seseorang: “بسم الله  “ sebelum memulai aktifitas artinya adalah :

“Saya memulai aktifitas ini dengan disertai dan meminta pertolongan kepada Allah mengharapkan keberkahan dari-Nya. Allah adalah Tuhan (yang berhak disembah) yang dicintai yang semua hati tertuju kepada-Nya dengan penuh rasa cinta, pengagungan dan ketaatan (ibadah), Dia juga Maha pengasih dengan ramhat-Nya yang luas, Maha Penyayang yang menyampaikan rahmat-Nya kepada semua makhluk-Nya”.

Ada makna yang lain; yaitu: “Saya memulai aktifitas ini dengan menyebut nama Allah”. Imam Ibnu Jarir –rahimahullah- berkata: “Sesungguhnya Allah –ta’ala- telah menyebutkannya yang Maha Suci nama-nama-Nya, Dia mengajarkan Nabi-Nya –shallallahu ‘alaihi wa sallam- untuk memulai dan menyebut nama-nama-Nya yang baik sebelum melaksanakan semua aktifitas, dan menyuruhnya untuk menghiasi semua urusannya dengan nama-nama Allah tersebut, dan menjadikan semua apa yang telah diajarkan kepada beliau sebagai sunnah yang diikuti oleh umatnya, dan jejak langkah yang harus mereka lalui, dalam memulai perkataan, tulisan dan kebutuhan mereka, hingga ucapan dzahir dari basmalah menunjukkan makna yang terkandung dibalik aktifitasnya.

Terdapat sesuatu yang tersembunyi dalam ungkapan basmalah sebelum memulai aktifitas, kata yang tersembuyi tersebut kira-kira: “Saya memulai aktifitas saya dengan basmalah, seperti: “ بسم الله أقرأ  “ (dengan nama Allah saya membaca) maka kata kerja “ أقرأ “ diakhirkan dan disembunyikan. Contoh: “بسم الله أقرأ  “, “ بسم الله أكتب “ (dengan nama Allah aku menulis), “ بسم الله أركب “ (dengan nama Allah aku berkendara), dan lain sebagainya. Atau permulaan (aktifitas) saya dengan nama Allah, berkendara saya dengan nama Allah, bacaan saya dengan nama Allah, dan lain sebagainya. Ketika kata kerjanya diakhirkan maka hal itu lebih baik untuk mendapatkan berkah dengan mendahulukan nama Allah, dengan tujuan pengkhususan, yaitu; saya memulai dengan nama Allah tidak dengan nama yang lain.

Lafdzul Jalalah (الله ) adalah nama yang paling agung dan yang paling ma’rifat (istilah gramatika bahasa Arab), yang sebenarnya tidak membutuhkan definisi (karena sangat dikenal), ia adalah nama khusus dari Dzat yang Maha Menciptakan –jalla jalaluhu- bukan yang lain-Nya. Menurut pendapat yang benar bahwa nama Allah adalah pecahan dari kata: ( أله – يأله – ألوهة وإلهة ), maka ia adalah ilah yang berarti yang disembah.

Sedang kata (الرحمن) , nama dari nama-nama Allah yang khusus bagi-Nya, yang artinya adalah memiliki rahmat yang luas karena dengan bentuk: فعلان , menunjukkan arti penuh dan banyak, Ar Rahman adalah nama Allah yang paling khusus setelah lafadz jalalah. Sebagaimana sifat rahmat adalah sifat yang paling khusus bagi-Nya, oleh karenanya kebanyakan disebutkan setelah lafadz jalalah, sebagaimana dalam firman-Nya:

قل ادعوا الله أو ادعوا الرحمن .. (سورة الإسراء: 110)

 “Katakanlah: "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman…" (QS. Al Isra’: 110)

Kata (الرحيم)  adalah salah satu dari nama-nama Allah dengan makna bahwa Dia (Allah)-lah yang menyampaikan semua rahmat-Nya kepada siapa saja yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya.

Ibnul Qayyim –rahimahullah- berkata:

“Ar Rahman adalah menunjukkan pada sifat yang nenunjukkan kepada-Nya –subhanahu wa ta’ala-, sedang Ar Rahim adalah menunjukkan bahwa sifat tersebut berkaitan dengan hamba yang akan dirahmati. Yang pertama seakan sebagai sifat dan yang kedua adalah sebagai pelaksanaan. Yang pertama menunjukkan bahwa kasih sayang itu adalah sifat-Nya, dan yang kedua menunjukkan bahwa Dia menyayangi hamba-Nya dengan kasih-sayang-Nya. Jika anda ingin memahami hal ini maka perhatikan firman-Nya berikut ini:

وكان بالمؤمنين رحيما (سورة الأحزاب: 43)

“Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman”. (QS. Al Ahzab: 43)

Dan firman-Nya yang lain:

إنه بهم رءوف رحيم (سورة التوبة: 117)

“Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka”. (QS. At Taubah: 117)

Tidak pernah disebutkan: (رحمن بهم) maka bisa disimpulkan bahwa Ar Rahman adalah yang memiliki sifat rahmat, dan Rahim adalah yang mengasihi dengan kasih sayang-Nya.”. (Bada’i Fawaid: 1/24)

Kedua:

Sedangkan hukum membaca basmalah sebelum membaca al Qur’an maka memiliki empat kreteria:

Pertama:

Basmalah disebutkan di awal surat selain surat Bara’ah (Taubah). Banyak di antara para ulama menjelaskan: “Hukumnya mustahab (sunnah) membaca basmalah di awal surat dalam shalat maupun di luar shalat. dan seyogyanya membaca basmalah itu selalu dijaga, bahkan sebagian ulama mengatakan bahwa khatam al Qur’an tidak sempurna jika seorang qori’ tidak membaca basmalah pada setiap awal surat kecuali surat Bara’ah. Ketika Imam Ahmad –rahimahullah- ditanya tentang membaca basmalah pada setiap awal surat, beliau menjawab: “Janganlah ia meninggalkannya”.

Kedua:

Basmalah disebutkan di tengah surat, inilah yang ditanyakan dalam soal di atas. Jumhur ulama’ dan qari’ bependapat: tidak masalah memulai tengah surat dengan basmalah. Dikisahkan dari Imam Ahmad tentang basmalah, setelah beliau berkata: janganlah ia meninggalkannya di awal surat: “Jika ia membacanya pada sebagian surat bagaimana hukumnya ?, beliau menjawab: “Tidak masalah”. (Al ‘Ibadi meriwayatkannya dari Syafi’i –rahimahullah- tentang sunnahnya membaca basmalah di tengah surat.

Para imam qira’at berkata: “Sangat dianjurkan membaca basmalah jika di dalam ayat yang akan dibacanya ada kata ganti yang kembali kepada Allah, seperti firman Allah:

إلَيْهِ يُرَدُّ عِلْمُ السَّاعَةِ (سورة فصلت: 47)

“Kepada-Nyalah dikembalikan pengetahuan tentang hari kiamat”. (QS. Fushilat: 47)

Dan firman Allah yang lain:

وَهُوَ الَّذِي أَنْشَأَ جَنَّاتٍ (سورة الأنعام: 141)

“Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun…”. (QS. al An’am: 141)

Karena penyebutan ayat seperti ini setelah meminta perlindungan dari kejelekan akhlak dan bisa jadi kembalinya kata ganti tersebut kepada syetan.

Ketiga:

Membacanya pada awal surat Bara’ah (Taubah), hampir tidak ada perbedaan di antara para ulama bahwa hal tersebut makruh.

Shaleh berkata dalam “Masail” nya dari bapaknya Ahmad –rahimahullah-: Saya bertanya tentang surat al Anfal dan surat at Taubah, apakah boleh bagi seseorang memisah antara kedua surat tersebut dengan: ( بسم الله الرحمن الرحيم ) ? . Bapak saya berkata: “Dalam al Qur’an hendaknya mencukupkan dengan apa yang sudah menjadi ijma’ para sahabat Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- tidak ditambah dan tidak dikurangi”.

Keempat:

Membaca basmalah pada tengah surat Bara’ah. Para ulama qira’at berbeda pendapat dalam masalah ini, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Hajar al Haitsami dalam “Al Fatawa Al Fiqhiyah”: 1/52 beliau berkata: “As Sakhowi yang termasuk ulama qira’at berkata: “Tidak ada perbedaan bahwa disunnahkan untuk memulai tengah ayat dari surat al Bara’ah dengan basmalah, dan dibedakan antara di awal dan di tengah surat namun karena tidak mengandung manfaar pendapat ini dibantah oleh al Ja’bari yang juga termasuk ulama qira’at bahwa pendapat yang mengatakan makruh yang lebih dekat dengan kebenaran; karena memang menuntut untuk meninggalkan basmalah di awal surat karena diturunkan dengan pedang, di dalam surat tersebut juga terdapat sikap tercela dari orang-orang munafik yang pada surat yang lain tidak disebutkan, maka dari itu tidak disyari’atkan membaca basmalah baik di awal maupun juga di tengah surat.

(Baca: Al Aadab asy Syar’iyyah / Ibnu Muflih: 2/325, dan Al Mausu’ah al Fiqhiyyah: 13/253, dan al Fatawa al Fiqhiyyah al Kubro: 1/52)

Ketiga:

Adapun makna firman Allah –ta’ala-:

اقرأ باسم ربك (سورة العلق: 1)

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu…”. (QS. Al ‘Alaq: 1)

Imam Ibnu Jarir –rahimahullah- berkata: “Tafsir dari firman Allah –ta’ala-:

اقرأ باسم ربك الذي خلق

Begitu agung ujian kepada-Nya dengan firman-Nya: “Bacalah dengan nama Tuhanmu wahai Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam- berkata: “Bacalah wahai Muhammad dengan menyebut nama Rabbmu yang telah menciptakan”.

Wallahu a’lam.

Refrensi: Syekh Muhammad Sholeh Al-Munajid