Alhamdulillah.
Seorang suami tidak boleh memukul istrinya tanpa sebab yang dibenarkan oleh syari’at, seperti karena nusyuz (tidak taat) atau menentang perintahnya. Jika seorang istri melakukan nusyuz dan tidak taat kepada suaminya, maka suami boleh memukulnya, tentu setelah dinasehati terlebih dahulu, lalu tidak tidur bersama. Pukulan dibolehkan dengan syarat:
- Memukul dengan pukulan yang tidak sampai parah; karena tujuannya adalah sebagai peringatan dan memberi pelajaran, bukan karena balas dendam dan qishash.
- Hendaknya pukulan menghindari daerah wajah dan titik-titik yang rawan; karena tujuannya adalah pengajaran bukan sebagai perusakan.
- Suami hendaknya merasa yakin bahwa pukulan itu akan bermanfaat sebagai solusi dari nusyuz istrinya, kalau dia tidak yakin maka ia tidak boleh memukulnya.
Suami dan yang lainnya hendaknya mengetahui bahwa barang siapa yang memukul orang lain dengan cambuk tanpa alasan yang dibenarkan, maka dia terkena ancaman pada hari kiamat, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu- berkata: Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
) مَنْ ضَرَبَ سَوْطاً ظُلْماً ، اقتُصَّ مِنْهُ يَوْمَ القِيَامَة
قال الهيثمي – رحمه الله - : رواه البزار والطبراني في " الأوسط " ، وإسنادهما حسن . " مجمع الزوائد " ( 10 / 353) ، وهو في الطبراني في " الكبير " ، وحسَّنه المنذري ، وصححه الألباني ، يراجع : " صحيح الترغيب والترهيب " ( 2291 )
“Barang siapa yang memukul dengan cambuk secara dzalim, maka ia akan diqisash pada hari kiamat”. )Al Haitsami –rahimahullah- berkata: Diriwayatkan oleh al Bazzar dan Thabrani dalam al Awsath, sanad dari keduanya hasan. Majma’ Zawaid: 10/353, hadits ini juga diriwayatkan oleh Thabrani dalam al Kabir, dihasankan oleh al Mundzirin, dan dishahihkan oleh al Baani. Bisa dirujuk pada Shahih at Targhib dan Tarhiib: 2291, juga untuk penjelasan lanjutan bisa dirujuk juga pada fatwa nomor: 150762).
Jika anda -wahai suami- memukul istri anda pada saat dia membangkang dan melakukan nusyuz, sesuai dengan syarat-syarat pukulan yang dibolehkan, maka di sinilah tidak diperbolehkan bagi istri tersebut untuk meminta cerai, namun jika dia tidak mau tinggal bersama lagi maka dibolehkan baginya untuk mengajukan khulu’ dengan menggugurkan semua hak-haknya atau sebagiannya, sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya pada fatwa nomor: 26247.
Sedangkan jika anda sudah terbiasa memukulnya tanpa sebab yang jelas, bahkan hanya karena berbeda pendapat, maka dalam kondisi seperti ini dia boleh menggugat cerai karena membahayakan. Para ulama telah berpendapat bahwa seorang istri boleh menggugat cerai suaminya jika dia memukulnya dengan pukulan yang menyakitkan tanpa sebab yang jelas, sebagaimana yang disebutkan dalam Syarh Mukhtashar Kholil al Khorsyi (4/9):
“Jika seorang hakim telah menetapkan melalui bukti-bukti yang ada bahwa seorang suami telah membahayakan istrinya, padahal dia masih menjadi tanggung jawabnya, meskipun tingkat bahayanya tersebut terjadi hanya sekali, pendapat yang terkenal adalah seorang istri boleh memilih, jika dia mau dia tetap melanjutkan keutuhan rumah tangganya dengan kondisi seperti itu, atau kalau dia mau dia mentalak diri sendiri (khulu’) dengan satu kali talak bain, berdasarkan hadits:
لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ
“Tidak ada sesuatu yang membahayakan, dan tidak ada yang dibahayakan (oleh orang lain)”.
Jika dilakukan lebih dari satu kali, maka tambahan angka tersebut tidak mengandung konsekuensi apapun kepada suami”.
Yang termasuk dalam kategori membahayakan adalah: tidak berbicara dengannya, membuang muka darinya, memukulnya dengan pukulan yang menyakitkan.
Jika anda mentalaknya pada kondisi seperti ini, maka anda wajib memenuhi haknya semuanya, termasuk nafkah selama masa iddah; karena wanita yang ditalak dengan talak raj’i ia tetap berhak mendapatkan tempat tinggal, nafkah, pakaian, dan semua sarana hidupnya, baik dia dalam keadaan hamil atau tidak; karena ikatan rumah tangga masih terjalin selama masa iddah, inilah yang disepakati oleh para ulama, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya pada fatwa nomor: 139833.
Anda juga wajib memenuhi dan melunasi mas kawinnya, anda tidak boleh mengambil sebagiannya. Alloh –Ta’ala- berfirman:
وَإِنْ أَرَدْتُمُ اسْتِبْدَالَ زَوْجٍ مَكَانَ زَوْجٍ وَآتَيْتُمْ إِحْدَاهُنَّ قِنْطَارًا فَلَا تَأْخُذُوا مِنْهُ شَيْئًا أَتَأْخُذُونَهُ بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا . وَكَيْفَ تَأْخُذُونَهُ وَقَدْ أَفْضَى بَعْضُكُمْ إِلَى بَعْضٍ وَأَخَذْنَ مِنْكُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا
النساء/ 20، 21
“Dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain, sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali daripadanya barang sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata?. Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat”. (QS. An Nisa’: 20-21)
Anda tidak boleh mempersempit geraknya, anda juga tidak boleh membahayakannya agar dia menggugurkan haknya, Alloh –Ta’ala- berfirman:
وَلَا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا بِبَعْضِ مَا آتَيْتُمُوهُنَّ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ
النساء/ 19 .
“…dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata”. (QS. An Nisa’: 19)
Yang penting bahwa apakah permintaan talak dari istri termasuk haknya karena merasakan bahaya atau bukan termasuk haknya ?, maka dia tidak boleh berhukum pada undang-undang konvensional yang memutuskan dengan putusan yang bertentangan dengan syari’at Alloh dan berlawanan dengan hukum-Nya. Karena menjadi kewajiban seorang muslim untuk berhukum kepada syari’at Alloh –Ta’ala- pada semua keadaannya. Manfaat yang diterima oleh seseorang dari pengadilan seperti ini baik berupa harta atau yang lainnya yang bertentangan dengan syari’at Alloh –Ta’ala- adalah tidak barakah dan haram tidak boleh dimanfaatkan.
Adapun jika pihak istri mempunyai hak yang sesuai dengan syari’at, dan diputuskan oleh seorang hakim yang mengetahui syari’at Alloh, akan tetapi dia tidak mempunyai kekuasaan untuk mewajibkan orang yang berperkara dengan hasil putusannya, maka tidak masalah baginya atau bagi pemilik hak untuk mengajukan perkara kepada pengadilan konvensional, untuk menyelamatkan hak syar’inya dan mewajibkan orang yang berperkara akan hal itu.
Untuk penjelasan lanjutan silahkan merujuk pada fatwa nomor: 114850.
Dalam keadaan seperti ini nasehat kami kepada anda adalah agar anda memperbaiki hubungan anda dengan istri anda, anda juga hendaknya memahami penyebab masalah dan retaknya rumah tangga anda. Pihak laki-laki lah yang dituntut untuk bisa bersabar dan menahan diri, mudah melupakan dan cuwek, karena dia adalah yang lebih sempurna agama dan akalnya. Kami juga menasehatkan agar anda menjauhi pukulan pada masa yang akan datang, khususnya jika pukulan tersebut akan menyebabkan kebalikan dari yang diinginkan, bahkan bisa jadi lebih membangkang dan melakukan nusyuz.
Wallahu a’lam