Senin 22 Jumadits Tsani 1446 - 23 Desember 2024
Indonesian

BAGAIMANA SEORANG MUSLIM MEMBINA DIRINYA SENDIRI

Pertanyaan

Bagaimana seseorang mendidik dirisnya secara Islam, terutama jika disana terdapat kelalaian dalam beragama yang hanya Allah saja yang mengetahuinya?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Seseorang menyadari kekurangan dirinya merupakan langkah awal dalam membina diri.

Barangsiapa mengetahui bahwa dirinya memiliki kekurangan, maka dia telah melangkah untuk  membina diri. Kesadaran ini akan mendorong diri kita untuk membina diri dan berjalan pada jalan lurus. Jadi, kesadaran ini bukan justeru  memalingkan seseorang untuk membina dirinya.

Di antara taufik Allah kepada seorang hamba adalah bersegera untuk berubah dan lebih baik sebagaimana firman Ta’ala: “Sesungguhnya Allah tidak akan merubah suatu kaum sampai mereka merubah dirinya sendiri.” Barangsiapa yang berubah karena Allah, maka Allah (akan membantu merubah) untuk dirinya.

Seseorang bertangung jawab untuk dirinya, pertanggung jawaban secara individu dan akan dihisab dan ditanya sendirian sebagaimana firman Allah Ta’ala:

إِنْ كُلُّ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ إِلَّا آتِي الرَّحْمَانِ عَبْدًا . لَقَدْ أَحْصَاهُمْ وَعَدَّهُمْ عَدًّا  . وَكُلُّهُمْ آتِيهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَرْدًا 

(سورة مريم)

“Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba. Sesungguhnya Allah telah menentukan jumlah mereka dan menghitung mereka dengan hitungan yang teliti. Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri.” (QS. Maryam: 93-95)

Seseorang tidak mungkin dapat mengambil kebaikan yang disediakan kepadanya selagi tidak ada dorongan dari dakan diri sendiri untuk menyambutnya. Tidakkah anda melihat istri Nabi Nuh dan Nabi Luth. Keduanya berada di rumah kedua Nabi yang salah satunya termasuk dari Nabi Ulul Azmi. Coba anda bayangkan –wahai saudaraku- bagaimana usaha keras Sang Nabi yang dikerahkan terhadap istrinya. Sang isteri telah mendapatkan kesempatan yang sangat besar. Akan tetapi selagi keduanya tidak cepat merespon dari dalam dirinya, akhirnya dikatakan kepada keduanya, “Masuklah keduanya ke dalam neraka bersama orang-orang yang masuk (neraka).” (QS. At-Tahrim: 10).

Berbeda dengan istri Fir’aun –padahal dia tinggal di salah seorang tokoh kesesatan- maka Allah jadikan sebagai teladan bagi orang-orang beriman karena  pada dirinya terdapat  tarbiyah dzatiyah (pembinaan diri sendiri).

Di antara sarana pembinaan seorang muslim terhadap dirinya adalah:

1.Beribadah kepada Allah, berinteraksi dengan-Nya serta menyerahkan sepenuhnya kepada-Nya. Yaitu dengan rajin melaksanakan kewajiban seraya membersihkan diri dari ketergantuan kepada selain Allah.

2.Memperbanyak membaca Al-Qur’an dan mentadaburinya serta mendalami rahasianya.

3.Membaca buku-buku nasehat bermanfaat yang memberikan obat hati dan solusinya. Seperti kitab 'Mukhtasor Minhajul Qosidin',  ‘Tahzib Madarijus Salikin’ dan semisal itu. Serta memperhatikan biografi para ulama salaf dan akhlak mereka. Hal itu dapat di lihat pada buku ‘Sifatus Sofwah' karangan Ibnul Jauzi dan kitab ‘Aina nahnu Min Akhlakis Salaf’ karangan Bahauddin Uqail dan Nasir Al-Jalil.

4.Berinteraksi dengan  kegiatan pembinaan seperti pengajian dan ceramah.

5.Menjaga waktu dan menyibukkan diri dengan yang bermanfaat dunia dan akhirat

6.Tidak terlalu banyak (melakukan) yang mubah dan memberi perhatian yang besar.

7.Cari teman pergaulan yang baik. Yang  membantu untuk melakukan kebaikan. Adapun orang yang suka hidup menyendiri, maka dia banyak kehailangan makna persaudaraan seperti itsar (mendahulukan kepentingan orang lain) dan sabar.

8.Melakukan, merealisasikan dan menerjemahkan ilmu yang di dapati melalui perbuatan.

9.Intropeksi diri secara teliti

10.Percaya diri –disertai dengan penyandaran kepada Allah –karena kehilangan keperyacaan tidak dapat bekerja.

11.Menuduh diri di hadapan Allah. Hal ini tidak menafikan point sebelumnya. Seseorang hendaknya tetap beramal dengan kesadaran bahwa pada dirinya terdapat kekurangan.

12.Menyendiri yang sesuai syariat yakni hendaknya jangan berkumpul dengan orang-orang setiap saat. Perlu menjadikan waktu khusus untuk beribadah dan menyendiri secara syari.

Kami memohon kepada Allah agar dapat membantu kita dan jiwa kita serta mengarahkan kepada yang dicintai oleh Allah dan keredoan-Nya. Salawat dan salam semoga terlimpahkan kepada nabi kita Muhammad, keluarga dan para shahabatnya.

Refrensi: Syekh Muhammad Sholeh Al-Munajid