Jum'ah 21 Jumadil Ula 1446 - 22 November 2024
Indonesian

Apakah Diperbolehkan Berbicara Dengan Orang Lain Di sela-sela I’tikaf?

Pertanyaan

Apakah benar tidak layak berbicara dengan orang lain di sela-sela I’tikafnya?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

I’tikaf adalah berdiam diri di masjid untuk ketaatan kepada Allah Azza wajalla. Maksud dari I’tikaf adalah seorang meluangkan waktu untuk ketaatan kepada Allah dan menjauhi dari segala yang menyibukkannya. Oleh karena itu Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam beri’tikaf di tenda dalam masjid. Yaitu seperti kemah kecil. Hal ini agar tampat itu khusus bagi orang yang beri’tikaf tidak terganggu dengan orang yang berada dalam masjid. Tidak melihat mereka dan merekapun tidak melihatnya. Ini yang selayaknya dilakukan bagi orang yang beri’tikaf. Kalau dia sedikit berbicara dengan sebagian orang atau ada orang berkunjung dan berbicara dengannya, hal itu tidak mengapa. Selayaknya pembicaraannya dengan suara lirih agar tidak mengganggu seorangpun yang berzikir kepada Allah atau membaca Al-Qur’an atau shalat dalam masjid. Selayaknya pembicaraan ini sedikit tidak mengganggu dari tujuan dari I’tikaf.

Diriwayatkan Bukhori, 2035 dan Muslim, 2175 dari Alin bin Husain bahwa Sofiyah istri Nabi sallallahu alaihi wa sallam memberitahukan:

( أَنَّهَا جَاءَتْ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَزُورُهُ فِي اعْتِكَافِهِ فِي المَسْجِدِ فِي العَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ، فَتَحَدَّثَتْ عِنْدَهُ سَاعَةً، ثُمَّ قَامَتْ تَنْقَلِبُ، فَقَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَعَهَا ) .

“Beliau mendatangi Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam mengunjungi waktu I’tikafnya di masjid. Pada sepuluh akhir Ramadan dan berbicara bersamanya sejam. Kemudian berdiri akan pulang, maka Nabi sallallahu alaihi wa sallam berdiri (mengantarkan) bersamanya.

Ibnu Daqiqul Ied rahimahullah dalam ‘Al-Ihkam, (2/45) mengatakan, “Hadits tersebut menunjukkan diperbolehkan seorang wanita mengunjungi orang yang beri’tikaf. Dan diperbolehkan berbicara dengannya.” Selesai

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Orang beri’tikaf prilakunya terbagi menjadi beberapa macam. Bagian yang mubah, bagian dianjurkan dan disunahkan dan bagian yang dilarang.

Yang dianjurkan adalah menyibukkan dengan ketaatan kepada Allah, beribadah dan mendekatkan kepada-Nya. Karena ini adalah inti sari dan maksud dari I’tikaf oleh karena itu dibatasi dalam masjid.

Bagian lainnya adalah bagian yang dilarang yaitu yang meniadakan I’tikaf seperti seseorang keluar dari masjid tanpa ada uzur, jual beli atau menggauli istrinya dan perbuatan semisal itu yang membatalkan I’tikaf karena meniadakan maksud I’tikaf.

Bagian ketiga adalah diperbolehkan dan mubah seperti berbincang-bincang dengan orang, menanyakan keadaannya dan semisaal prilaku itu yang diperbolehkan Allah bagi orang yang beri’tikaf. Selesai dari ‘Majmu Fatawa Wa Rosail Utsaimin, (20/175-176)

Beliau juga mengatakan, “Tidak mengapa berbicara sedikit ke teman-temannya yang beri’tikaf bersamanya. Atau orang yang masuk mengunjunginya.” Selesai dari ‘Jalasat Ramadaniyah, (18/15) dengan penomoran Syamilah.

Beliau mengatakan juga, “Apakah maksud I’tikaf itu bahwa teman-teman berkelompok sebagian dengan sebagian lain di sudut masjid dan berbicara sia-sia dan tidak bermanfaat. Atau maksudnya adalah beribahda kepada Allah Azza wajallah. Maksudnya adalah yang kedua. Maka jauhilah anda pergi pada waktu-waktu berharga berbicara kepada teman-teman anda dan menghabiskan waktu. Sementara kalau kadangkala berbicara bersamanya, tidak mengapa. Karena Nabi sallallahu alaihi wa sallam berbicara dengan istrinya Sofiyah binti Huyai radhiallahu anha waktu malam. Kemudian berdiri karena ingin menghantarkan ke rumahnya.” Selesai dari ‘Liqo’ Syahri, (70/8) dengan penomoran Syamilah.

Syekh Ibnu Baz rahimahullah mengatakan, “Berbicara dalam masjid, Kalau tentang masalah dunia dan berbicara dengan teman-teman dalam perkara dunia, kalau sedikit tidak mengapa insyaallah. Kalau sekiranya banyak, maka dimakruhkan. Sehingga dimakruhakn masjid sebagai tempat pembicaraan dunia. Karena (masjid) dibangun untuk mengingat Allah, membaca Qur’an, shalat lima waktu dan lainnya dari prilaku terpuji seperti melaukan ibadah sunah, beri’tikaf dan pengajian-pengajian.

Sementara kalau digunakan sekedar perbincangan masalah dunia, maka hal itu dimakruhkan. Akan tetapi sesuatu yang sedikit untuk keperluan ketika salam kepada saudaranya yang berkumpul dan bertanya tentang kondisinya, anak-anaknya atau sesuatu yang terkait dengan masalah dunia meskipun sedikir, akan tetapi dengan cara tidak terlalu lama, hal itu tidak mengapa.” Selesai dari ‘Fatawa Nurun ‘Alad Darbi, (2/706). Untuk faedah silahkan melihat jawaban soal no. 4448, 49007, 106538.

Wallahu a’lam .

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam