Rabu 15 Syawal 1445 - 24 April 2024
Indonesian

Hukum Tanah Campur Dengan Kompos Najis Dan Hukum Shalat Di Atasnya?

222524

Tanggal Tayang : 01-11-2019

Penampilan-penampilan : 12795

Pertanyaan

Apakah tanah yang bercampur dengan kompos kotoran hewan itu bersih? Apakah dibolehkan shalat di atas kompos yang terbuat dari kotoran babi?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Kotoran dan air seni hewan itu ada dua macam

Macam pertama: air seni dan kotoran hewan yang dagingnya boleh dimakan dan susunya boleh diminum, seperti kambing dan sapi. Terdapat dalam sunah yang menunjukkan air seni dan kotoran hewan ini suci. Diantaranya dari Anas berkata:

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي ، قَبْلَ أَنْ يُبْنَى المَسْجِدُ ، فِي مَرَابِضِ الغَنَمِ

رواه البخاري، رقم 234 ومسلم، رقم 524 

“Dahulu Nabi sallallahu alaihi wa sallam sebelum dibangun masjid shalat di kandang kambing.” (HR. Bukhori, no. 234 dan Muslim, no. 524)

Dari Anas berkata:

قَدِمَ أُنَاسٌ مِنْ عُكْلٍ أَوْ عُرَيْنَةَ ، فَاجْتَوَوْا المَدِينَةَ ، فَأَمَرَهُمُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  بِلِقَاحٍ ، وَأَنْ يَشْرَبُوا مِنْ أَبْوَالِهَا وَأَلْبَانِهَا

رواه  البخاري، رقم 233 ، ومسلم، رقم 1671 

“Sejumlah orang datang dari ‘Ukal atau Uraina, mereka mengeluhkan sakit di Madinah.  Maka Nabi sallallahu alaihi wa salla  memerintahkan kepada mereka mendatangi unta yang banyak susunya dan meminum air seni dan susunya.” (HR. Bukhari, no. 233 dan Muslim, no. 1671)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Kalau air seni dan kotoran yang dagingnya dimakan, mayoritas ulama salaf berpendapat bahwa hal itu tidak najis. Ini merupakan pendapat mazhab Malik, Ahmad dan lainnya. Dikatakan, bahwa tidak ada seorang pun dari para shahabat yang berpendapat najisnya hal itu. Bahkan pendapat najisnya hal itu termasuk pendapat baru tidak ada sandaran dari para shahabat. Kami telah jelaskan secara rinci masalah ini dalam kitab tersendiri. Kami jelaskan di dalamnya ada tiga belas dalil syar’ii. Bahwa hal itu tidak najis.” (Majmu Fatawa, 21/613)

Dari sini, maka kompos yang terbuat dari kotoran hewan-hewan ini adalah bersih dan dibolehkan shalat di atas tanah yang bercampur dengannya. Sebagaimana dahulu Nabi sallallahu alaihi wa sallam shalat di tempat kandang kambing. Hal itu tidak terlepas adanya kotoran dan air seninya.

Bagian kedua: kotoran hewan dan kencing yang tidak dimakan dagingnya seperti keledai dan babi. Ini termasuk najis menurut jumhur (mayoritas) ulama. Al-Hafidz Ibnu Abdul Bar rahimahullah mengatakan, “Adapun kotoran hewan dan kencing hewan yang tidak dimakan dagingnya, baik sedikit maupun banyak. Menurut jumhur ulama salaf dan  hal itu najis begitu juga menurut sekelompok ulama lainnya.” (Al-Istizkar, no. 3/205).

Ibnu Qotton rahimahullah berkata, “Saya tidak melihat adanya perbedaan para ulama tentang najisnya kencing babi.” (Masail Ijma’, (1/110).

Kotoran hewan najis ini ada dua jenis:

Pertama: tetap pada kondisinya tanpa ada perubahan. Maka tanah yang bercampur dengannya termasuk najis. Tidak dibolehkan shalat di atasnya. Karena di antara syarat sahnya shalat adalah bersihnya tempat yang digunakan untuk shalat.

Ibnu Abdul Bar rahimahullah mengatakan, “Para Ulama ijmak (sepakat) harus membasuh najis semuanya dari pakaiaan. Tidak boleh sedikitpun dari tanahnya untuk shalat. Begitu juga di baju.” (Al-Istizkar, 3/205)

Kondisi kedua: pembuatan kompos dari kotoran hewan ini. Sehingga kotoran hewan ini berubah menjadi bahan lain dan hilang kotoran yang ada di dalamnya. Seperti bau, sehingga menjadi baik tidak ada kotorannya. Ini yang dikenal menurut para ulama dengan ‘Istihalah (berubah). Maksudnya berubah bahan najis menjadi bahan lain. Yang kuat dari pendapat para ulama bahwa najis ketika telah berubah menjadi bahan lain, maka ia telah menjadi bersih.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah telah menyebutkan perbedaan para ulama kesucian sesuatu yang najis dengan ada perubahan. Termasuk yang dia katakan adalah;

Pendapat kedua: Mazhab Abu Hanifah dan salah satu pendapat Malikiyah dan lainnya. Ia tidak najis, dan ini pendapat yang benar. Karena bahan ini tidak termasuk dalam nash pengharaman baik dari segi bahasa maupun makna. Begitu juga tidak termasuk dalam makna nash. Bahkan ia telah menjadi bahan yang baik sehingga mencakup nash penghalalan.” (Majmu Fatawa, 21/610-611)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berpendapat bahwa kotoran hewan ketika telah berlangsung waktu lama menjadi tanah, maka menjadi bersih. Sehingga perubahan ini cukup untuk diberi hukum akan kesuciannya.

Beliau ditanya tentang perubahan najis, seperti kotoran najis dan pupuk kandang najis terkena angin dan matahari sehingga berubah menjadi tanah. Apakah dibolehkan shalat di atasnya atau tidak?

Maka beliau menjawab, “Kalau perubahan najis seperti pupuk kotoran najis dan pupuk kandang najis, berubah menjadi tanah. Permasalahan ini telah dibahas. Kami telah sebutkan bahwa di dalamnya ada dua pendapat dalam mazhab Malik dan Ahmad. Salah satunya hal itu suci dan ini pendapat Abu Hanifah dan kalangan zahiri, serta lainnya. Kami telah sebutkan bahwa pendapat ini adalah yang kuat.” (Majmu Fatawa, 21/479).

Ringkasan jawaban: bahwa kotoran najis ini, jika masih dalam kondisi semula tanpa ada perubahan, maka ia termasuk najis. Tidak dibolehkan shalat di atas tanah yang bercambur dengannya. Kalau berubah menjadi bahan lain, dan hilang najisnya, maka ia suci dan dibolehkan shalat di atas tanah yang bercampur dengannya.

Wallahu a’lam

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam