Kamis 6 Jumadil Ula 1446 - 7 November 2024
Indonesian

Seringkali Ada Keraguan Karena Telah Hilang Khusu’ Dalam Shalatnya

Pertanyaan

Tolong diberitahukan kepadaku bagaimana saya dapat menikmati dan mencintai ketaatan kepada Allah? setiap kali saya melihat orang asing masuk Islam bagaimana Allah menurunkan ketenangan dalam hati mereka saya menangis pedih. Karena saya ingin seperti mereka. Sampai ketika saya mendengarkan pengajian dan kisah-kisah para nabi. Saya mendengar Qur’an juga menangis. Saya berfikir dalam kematian bertemu dengan Allah saya menangis. Akan tetapi setelah saya mendengar Qur’an dan ceramah agama satu atau dua jam, saya kembali (ke kondisi) semula. Saya meremehkan shalat dan banyak hal. Datang keraguan pada diriku bahwa diriku jauh dari agama dan akan murtad. Bahkan keraguan seringkali hadir di kepalaku. Sementara saya tidak mampu menghilangkan itu semua. Padahal sebelumnya, ketika saya keluar bersama teman-teman saya hanya menunggu kapan saya pulang ke rumah dan shalat dua rakaat. Karena shalat sangat saya cintai. Sekarang saya ingin kembali seperti semula, Cuma tidak mampu. Sampai ketika saya shalat, melakukan dengan cepat. Sehingga saya mulai ‘Runtuh’. Saya yakin bahwa agama Islam adalah agama yang benar, saya takut kalau meninggal dunia sementara dalam hatiku masih ada keraguan dan (Allah) tidak menerima dariku.

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Sangat jelas dari pertanyaan anda, anda terkena penyakit was was tinggi. Tidak cukup dengan menganggap besar dan sulitnya permasalahan. Bahkan benar-benar sampai pada hakekat (masalah itu sendiri) dengan kesulitan yang ada. Sampai jatuh pada putus asa yang membinasakan dalam kondisi ‘Runtuh’ seperti ungkapan anda. sampai pada kegoncangan jiwa. Masalahnya lebih mudah dari itu –pujian dan keutamaan bagi Allah-. anda alhamdulillah masih muslim di awal dan akhir perjalanan. Anda menyaksikan rukun iman enam. Mengimani Allah, para Malaikat, Kitab-kitab-Nya, Rasul-Nya, hari akhir dan Qodar baik maupun buruk. Menjaga rukun Islam yang lima. Awalnya dua kalimat syahadat, menunaikan kewajiban anda, dari menunaikan shalat, zakat, puasa dan haji. Hal itu semua yang mengharuskan menaikkan posisi anda di sisi Allah subhanahu. Kita semua beriman dengan keesaan-Nya. Dan apa yang diturunkan dari risalah-Nya. Kita bersaksi untuk nabi kita Muhammad sallallahu alaihi wa sallam dengan kenabian dan risalahnya. Kita mengiklankan komitmen kita dengan mengikutinya dan komitmen syareatnya. Kenapa anda tidak melihat usaha keimanan ini semua, dan hakekat keyakinan dimana termasuk urusan yang agung dan lebih mulia disisi Allah subhanhu wata’ala. Bukankan kita termasuk umatnya Muhammad sallallahu alaihi wa sallam, dimana beliau telah memberikan janji kepada kita masuk surga bagi orang yang mengucapkan ‘Lailaha illallahu’ jujur dari hatinya. Tidakkah kita mendengarkan hadits Abu Dzar radhiallahu anhu dari Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda:

(ذَلِكَ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ، عَرَضَ لِي فِي جَانِبِ الحَرَّةِ، قَالَ: بَشِّرْ أُمَّتَكَ أَنَّهُ مَنْ مَاتَ لاَ يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا دَخَلَ الجَنَّةَ قلت : يَا جِبْرِيلُ، وَإِنْ سَرَقَ، وَإِنْ زَنَى؟ قال : نعم. قال : قُلْتُ: وَإِنْ سَرَقَ، وَإِنْ زَنَى؟ قَالَ: نَعَمْ، وَإِنْ شَرِبَ الخَمْرَ) رواه البخاري (6443

“Itu adalah Jibril alaihis salam beliau menawarkan kepadaku di sisi kota seraya mengatakan, “Beri kabar gembira umatmu. Siapa yang meninggal dunia tidak menyekutukan Allah sedikitpun, maka dia masuk surga. Saya mengatakan, “Wahai Jibril, meskipun mencuri dan berzina? Dijawab, “Ya. Anda katakan, “Meskipun mencuri dan berzina? Berkata, “Ya, meskipun minum khomr.” HR. Bukhori, 6443.

anda, menjaga shalat dan ibadah anda. akan tetapi anda ada kekurangan pada diri anda ketika melaksanakan dalam khusu’, hadir hati dengan sebenarnya dalam menunaikan. Hal ini yang banyak menimpa pada umat Islam. Yang diminta dari mereka adalah senantiasa terus berusaha kuat pada dirinya agar sampai pada kelezatan beribadah dimana semua orang shaleh pada mencarinya. Hendaknya mencontoh kepada Tsabit Al-Bannani rahimahullah ketika beliau mengatakan, “Saya berusaha keras dalam shalat selama 20 tahun dan saya menikmatinya selama 20 tahun. HR. Abu Nu’aaim di ‘Hilyatul Auliya’, (2/320).

Maka berjihad dan terus bersabda dalam beribadah, serta terus perhatian dalam merealisasikan, ikhlas dan khusu’ di dalamnya. Itu adalah keinginan kuat orang-orang sholeh dan bertakwa. Tidak ada seorangpun yang mengaku dia telah sampai pada kesempurnaan. Pada waktu yang sama, tidak selayaknya seorangpun yang menjadikan kegundahan ini sampai pada keputus asaan. Allah subhanahu wata’ala marah terhadap orang yang putus asa dari kutamaan dan rahmat-Nya.

(وَمَنْ يَقْنَطُ مِنْ رَحْمَةِ رَبِّهِ إِلَّا الضَّالُّونَ) الحجر/56

“Ibrahim berkata: "Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhan-nya, kecuali orang-orang yang sesat." QS. Al-Hijr: 56.

Mencintai hamba-Nya yang mengambil kabar gembira dari rahmat dan keuatamaan-Nya. Dari keluasan dermawannya, Dia mengampuni dosa-dosa, memaafkan kesalahan dan kekurangan. Bahkan Allah Ta’ala berfirman:

إِلَّا مَن تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلاً صَالِحاً فَأُوْلَئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللَّهُ غَفُوراً رَّحِيماً. وَمَن تَابَ وَعَمِلَ صَالِحاً فَإِنَّهُ يَتُوبُ إِلَى اللَّهِ مَتَاباً) الفرقان/70-71.

“kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan orang-orang yang bertaubat dan mengerjakan amal saleh, maka sesungguhnya dia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya.” QS. Al-Furqon: 70-71.

Ibnu Qoyyim Jauziyah rahimahullah mengatakan, “Ketenangan ketika menunaikan tugas ibadah itu yang mewariskan ketundukan dan kekhusyu’an, merendahkan diri, mengumpulkan hati fokus kepada Allah dimana dia dapat menunaikan ibadahnya dengan hati dan badannya. Dan khusu’ adalah hasil dari ketenangan ini. Khusu’ anggota tubuh adalah hasil dari khusu’nya hati. Sungguh Nabi sallallahu alaihi wa sallam melihat seseorang memainkan jenggotnya dalam shalat, maka beliau bersabda, “Kalau hatinya orang ini khusu’, pasti anggota tubuhnya juga khusu’.

Kalau anda bertanya, “Apa sebab yang dapat mendapatkan hal ini?

Saya katakan, “Sebabnya adalah penguasaan muroqobah hamba kepada Tuhannya sampai seakan-akan Dia melihatnya. Setiap kali muroqobah (merasa diawasi) semakin kuat, hal itu mengharuskan dia malu, tenang, cinta, khudu’, khusu’, takut dan harapan yang tidak didapatkan diselainnya. Maka muroqobah (merasa diawasi) adalah dasar pokok semua amalan hati dan tiang yang dapat tegak dengannya. Nabi sallallahu alaihi wa sallam telah mengumpulkan pokok amalan hati dan cabang-cabang semuanya dalam satu kata. Yaitu dalam ihsan (Engkau beribadah seakan-akan anda melihat-Nya). Maka renungkan pada setiap posisi dalam agama. Pada setiap amalan hati. Bagaimana anda akan mendapatkan asal dan sumbernya.

Maksudnya bahwa seorang hamba membutuhkan ketenganan ketika ada was was yang menghalangi dasar keimanan. Agar hatinya tetap dan tidak tergelincir ketika ada was was dan lintasan jelek pada amalan keimanan. Agar tidak semakin kuat sedih dan kegundahan serta lintasan yang dapat mengurangi imannya. Dan ketika ada sebab yang menakutkan dengan berbagai macam bentuknya. Agar hatinya tetap dan tenang urusannya. Dan ketika ada sebab yang menggembirakan, agar tidak terlalu berlebihan sehingga sampai melebihi batas yang tidak dapat diungkapkan sehingga berubah menjadi kesedihan.” Selesai dari ‘I’lamul Muwaqi’in, (4/155-156).

Ketahuilah, dikala anda menjaga shalat anda pada waktunya, usaha keras anda dalam menghadirkan kekhusu’an dan mengagungkan Allah dengannya. Bisa jadi menjadikan hal itu adalah amalan yang paling dicintai disisi Allah. meskipun gerakan lisan dan rukun anda lemah isinya, kosong dari amalan hati bersama Allah Subahanahu. Bisa jadi Allah telah melihat dalam isi hati anda ada kegundahan dan usuha jujur untuk menggapai ketenangan ibadah yang anda cari. Sehingga anda diberi rezki dengannya, dicatat balasan kesungguhan anda serta balasan sakit dan harapan anda. Gozali rahimahullah mengatakan, “Beristigfar dengan lisan juga suatu kebaikan. Dimana ada gerakan lisan menghindari kelalaian lebih baik dari gerakan lisan waktu itu untuk mengguncing temannya atau kelebihan ucapan. Bahkan lebih baik daripada diam. Terlihat keutamaannya ditambah dengan diam darinya. Cuma ada kekurangan kalau dibandingkan dengan amalan hati. Oleh karena itu sebagian mengatakan kepada syekhnya Abu Utsman Al-Magribi, “Sesungguhnya lisanku pada sebagian waktu melakukan zikir dan Qur’an sementara hatiku lalai? Maka beliau mengatakan, “Bersyukurlah kepada Allah ketika anggota tubuh anda dipergunakan untuk kebaikan. Membiasakan dengan zikir. Tidak dipergunakan dalam kejelekan. Tidak membiasakan kelebihan ucapan. Apa yang disebutkan itu adalah benar. Karena kalau anggota tubuh dibiasakan dengan kebaikan, maka hal itu akan menjadi tabiat. Dapat menolak sejumlah kemaksiatan. Siapa yang lisannya terbiasa beristigfar, kalau mendengar orang lain berbohong, maka lisannya akan terlebih dahulu melakukan apa yang menjadi kebiasaannya. Seraya langsung mengatakan ‘Astagfirullah (Saya memohon ampunan kepada Allah). Siapa yang terbiasa lisannya dengan ucapan lebih, maka lisannya akan mengatakan, “Alangkah bodoh dan jelek dustamu. Dan itu termasuk diantara makna firman Allah ta’ala:

إن الله لا يضيع أجر المحسنين

“Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.” QS. At-Taubah: 120

Dan makna Firman Ta’ala:

وإن تك حسنة يضاعفها ويؤت من لدنه أجرا عظيما

“Dan jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipat gandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar.” QS. An-Nisa’: 40

Lihatlah bagaimana (Allah) melipat gandakan. Dimana istigfar dalam kondisi lalai menjadi kebiasan lisan. Sampai dapat menghilangkan kebiasan jelek dari mengguncing, mencela dan kelebihan ucapan. Kelipatan ini di dunia dengan sedikit ketaatan. Dan di akhirat akan lebih besar lagi kelipatannya kalau sekiranya mereka mengetahuinya. Maka hati-hati dari memandang (remeh) dalam ketaatan karena ada kekurangan. Sehingga menurunkan keinginan anda dalam beribadah. Karena hal ini termasuk tipu daya syetan terlaknat kepada orang yang terperdaya. Dihayalkan kepada orang yang pemilik mata hati. Serta orang yang pandai terhadap yang tersembunyi. Maka manakah yang lebih baik zikir kita dengan lisan dengan kelalaian hati?

Maka orang terbagi dalam tipudaya ini menjadi tiga bagian, dholim pada dirinya, pertengahan dan bersegera dalam kebaikan.

Kalau orang yang bersegera mengatakan, “Benar wahai yang dilaknat akan tetapi ia adalah kata yang benar akan tetapi anda inginkan kebatilan. Tidak ragu lagi kamu akan diazab dua kali. Dan celaka bagi anda dari dua sisi. Maka saya akan tambah dari gerakan lisan dengan gerakan hati. Maka seperti mengobati luka syetan dengan menabur garam di atasnya.

Kalau orang dholim yang terpedaya, dia merasa pada dirinya sombong kepintaran pada detik ini. Kemudian lemah keikhlasan dalam hati. Sehingga ditinggalkan, meskipun begitu membiasakan lisan dengan zikir. Sangat disayangkan syetan, dengan mengulur tali kesenangan. Sehingga keduanya terjadi keikutsertaan dan kesesuaian. Sebagaimana pepatah mengatakan, panci mendapatkan penutupnya, dan sesuai sehingga didekapnya.

Sementara yang pertengahan, tidak mampu mengusir dengan mengikut sertakan hati dalam amalannya. Dia mengetahui dengan cerdas kekurangan dalam gerakan lisan, ditambah dengan hati. Akan tetapi mendapatkan petunjuk ke arah kesempurnaan ditambah dengan diam dan kelebihan perkataan. Sehingga dia terus melakukannya.

Kita memohon kepada Allah agar dapat menggabungkan antara hati dan lisan dalam membiasakan kebaikan.

Sehingga orang yang bersegera bagaikan penyusun (kitab) yang senantiasa menyusun dan dibiarkan sehingga menjadi penulis.

Orang dholim yang tertinggal seperti asalanya orang yang meninggalkan penyusunan sehingga menjadi sapu.

Sementara pertengahan seperti orang yang tidak mampu menulis seraya mengatakan, “Saya tidak mengingkari kejelekan susunan. Akan tetapi penyusun itu tercela dibandingkan dengan penulis. Bukan dibandingkan dengan sapu lidi. Kalau anda tidak mampu menulis, maka jangan anda tinggalkan penyusunan.

Begitulah selayaknya difahami celaan orang yang mencela dan sanjungan orang yang menyanjung. Urusan ini dikomparasikan dengan sisi lainnya bukan tanpa tambahan. Bahkan selayaknya jangan meremehkan sisi ketaatan dan kemaksiatan. Selesai dari ‘Ihya’ Ulumudin, 4/48).

Silahkan untuk tambahan faedah mendengarkan cuplikan suara nan berharga oleh Syekh Yusuf Ufaish:

https://beta.m.box.com/shared_item/https%3A%2F%2Fapp.box.com%2Fs%2Fcneq08rcjrd8gx8b7nhu

Sebagaimana perkataan sebagian ahli hikmah ‘Tidak ada angan-angan kecuali dengan tindakan’

Makna yang kita inginkan bahwa tidak ada yang dapat mengeluarkan dari kondisi putus asa dimana anda dijerumuskan oleh Syetan di dalamnya kecuali dengan menghadirkan optimisme yang lalu dengan rahmat Allah. Mencontoh orang-orang sholeh, memulai kerja dengan konsisten shalat pada waktunya. Dengan menyempurnakan wudu sebelumnya. Pelan dan meresapi bacaan, khusu dan zikir-zikir yang dianjurkan setelahnya. Jangan lupa berdoa tiap setelah shalat :

اللهم أعِنِّي على ذِكْرِك وشُكْرِك وحُسْنِ عِبادتِك

“Ya Allah, bantulah diriku dalam mengingat-Mu dan mensyukuri-Mu serta memperbaiki ibadah kepada-Mu.

Telah ada di website berbagai jawaban terkait dengan ‘Futur (Kebosanan) sebab dan solusinya no. 47565 . 

Wallahu a’lam.

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam