Alhamdulillah.
Perasaan seorang hamba bahwa Allah sedang berbicara kepadanya melalui Al Qur’an, yaitu; dengan cara mendengarkan Al Qur’an dengan baik, mentadabburinya dengan baik, mengamalkan dengan baik, seorang muslim mengimani bahwa Allah berbicara dengan Al Qur’an kepada para hamba-Nya, memberikan perintah dan larangan kepada mereka, sebagiannya mengkhususkan pembicaraan kepada kelompok tertentu dan sebagian lainnya berlaku untuk umum.
Dan jika pembicaraan tersebut khusus bagi orang-orang yang beriman, maka seorang muslim hendaknya menghadirkan pembicaraan tersebut dan berkata: “Kami mendengar dan kami taat”, Ibnu Mas’ud –radhiyallahu ‘anhu- berkata:
“Jika kamu telah mendengar bahwa Allah berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman”, maka fokuskanlah pendengaranmu; karena (di sana) terdapat kebaikan yang diperintahkan atau keburukan yang dilarang”. (Tafsir Ibnu Katsir: 1/374)
Dan jika pembicaraan tersebut bersifat umum bagi semua manusia, maka hadirkanlah (perasaan) bahwa Allah sedang berbicara kepadanya, jika berupa perintah maka ia kerjakan, dan jika berupa larangan maka dia hindari, dan jika berupa nasehat maka dia amalkan.
Seorang hamba hendaknya menghadirkan (perasaan) bahwa Allah berbicara kepadanya pada semua Al Qur’an, akan tetapi hal itu berbeda sesuai dengan perbedaan apa yang ia baca dari Al Qur’an:
Jika disebutkan tentang ketaatan, maka ia menghadirkan (perasaan) bahwa Allah menyuruhnya untuk mengerjakannya, dan jika disebutkan tentang kemaksiatan maka ia menghadirkan (perasaan) bahwa Allah menyuruhnya untuk menjauhinya, dan jika disebutkan tentang mereka yang beriman, maka ia menghadirkan (perasaan) bahwa Allah berbicara kepadanya untuk dekat dan mencintai mereka, dan jika disebutkan tentang mereka yang kafir, maka ia menghadirkan (perasaan) bahwa Allah berbicara kepadanya untuk murka dan memusuhi mereka.
Dan jika disebutkan tentang syetan, maka ia menghadirkan (perasaan) bahwa Allah berbicara kepadanya untuk memusuhi, menjauhi dan tidak mengikutinya, mengerjakan ketaatan kepada Allah, Allah –Ta’ala- berfirman:
أَلَمْ أَعْهَدْ إِلَيْكُمْ يَا بَنِي آدَمَ أَنْ لَا تَعْبُدُوا الشَّيْطَانَ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ * وَأَنِ اعْبُدُونِي هَذَا صِرَاطٌ مُسْتَقِيمٌ
يس/ 60، 61
“Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu", dan hendaklah kamu menyembah-Ku. Inilah jalan yang lurus”. (QS. Yasiin: 60-61)
Dan jika disebutkan tentang kejujuran dan orang-orang jujur, maka hadirkan (perasaan) bahwa Allah berbicara kepadanya untuk mengamalkannya dan menjadi bagian dari mereka.
Dan jika disebutkan tentang kedustaan dan orang-orang yang berdusta, maka hadirkan (perasaan) bahwa Allah berbicara kepadanya untuk menjauhi dan tidak menjadi bagian dari mereka.
Imam Abu Bakar Al Aajiri –rahimahullah- berkata:
“Kemudian bahwa Allah –‘Azza wa Jalla- telah menganjurkan makhluk-Nya agar mereka mentadabburi Al Qur’an, seraya berfirman:
أَفَلا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا
مُحَمَّد /24 .
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur'an ataukah hati mereka terkunci?”. (QS. Muhammad: 24)
Allah –‘Azza wa Jalla- juga berfirman:
أَفَلاَ يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِندِ غَيْرِ اللهِ لَوَجَدُواْ فِيهِ اخْتِلاَفًا كَثِيراً
النِّسَاءُ/82 .
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur'an? Kalau kiranya Al Qur'an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya”. (QS. An Nisa’: 82)
Muhammad bin Husain (Al Aajiri) berkata:
“Tidakkah kalian –semoga Allah merahmati kalian- melihat bahwa Tuhanmu yang mulia, bagaimana Dia menyuruh ciptaan-Nya untuk mentadabburi kalam-Nya, dan barang siapa yang mentadabburi kalam-Nya maka ia akan mengenal Rabb-Nya -‘Azza wa Jalla-, dan akan mengenali keagungan kekuasaan-Nya, dan mengenali keagungan pemberian-Nya kepada orang-orang yang beriman, dan mengenali kewajiban beribadah kepada-Nya, maka ia mengharuskan dirinya dengan kewajiban tersebut, dan berhati-hati dengan apa yang diperingatkan oleh Rabb-Nya yang mulia, dan menyukai apa saja yang disukai oleh-Nya.
Barang siapa yang mempunyai sifat seperti ini pada saat tilawah Al Qur’an, dan pada saat mendengarkannya dari orang lain, maka Al Qur’an akan menjadi obat baginya, maka ia akan merasa kaya tanpa harta, merasa mulia tanpa keluarga, dan bahagia dengan perlakuan buruk dari orang lain, obsesinya pada saat membaca surat jika ia memulainya: “Kapan saya bisa mengambil pelajaran dari apa yang saya baca ?, dan tujuannya tidaklah kapan saya menghatamkan surat tersebut ?, akan tetapi tujuannya: “Kapan saya memahami ucapan Allah ?, kapan merasa terancam ?, kapan mengambil pelajaran ?, karena tilawah Al Qur’an adalah ibadah, dan ibadah itu tidak dilakukan dengan kelalaian, semoga Allah senantiasa memberikan taufik-Nya”. (Akhlak Hamalati Al Qur’an: 3)
Dan begitulah hendaknya keadaan berikutnya bersama kitabullah.
Wallahu Ta’ala A’lam