Alhamdulillah.
Syekh Albani rahimahullah berijtihad dengan pendapatnya dalam meneliti dan memberi catatan. Terkadang ada lupa dan salah seperti para ulama dan para peneliti lainnya. Hal itu tidak mencederai sedikitpun. Bahkan beliau mendapatkan satu pahala dengan izin Allah. hal itu menunjukkan akan keluasan kedermawanan dan kelembutan Allah kepada para ulama dan para pakar fikih. Dimana Allah memberikan atas kesalahannya dengan satu pahala. Sebagaimana Allah berikan kepada yang benar dengan dua pahala. Yang penting para peneliti dan para pencari ilmu menapaki manhaj yang lurus dalam studi dan penelitian. Dimana taklid dan posisi seorang alim tidak menghalanginya dari meneliti ulang dalil-dalil dan mengurai permasalahannya. Sehingga ilmu merupakan topik tersendiri, tidak tegak kecuali dengan studi yang benar. Tidak berhenti hanya pada nama-nama tertentu dari para ulama yang mulia. Meskipun setinggi apapun topi kebesarannya dan posisinya dalam ilmu.
,Oleh karena itu kita katakan, Syekh Albany rahimahullah telah terlewatkan mengingatkan kesalahan tambahan ‘Karim’ dalam hadits doa lailatul qadar. Dimana telah ada hadits dari berbagai jalan dan dikeluarkan oleh pemilik hadits jami, sunan dan musnad. Tidak seorangpun dari mereka menyebutkan tambahan kata ‘Karim’, mereka semua hanya menyebutkan doa yang terkenal:
اللهم إنك عفو تحب العفو فاعف عني
“Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Memaafkan, mencintai pengampuan, maka Maafkan saya.”
Akan tetapi kelalaian ini terjadi pada kitab ‘Shoheh Tirmizi, no. 351 saja.
Sementara di ‘Silsilah Ahadits Shohehah’ dimana para peneliti sepakat bahwa usaha yang dicurahkan di dalamnya lebih teliti dan lebih dalam dari silsilah lainnya ‘Shoheh Sunan dan Dhoifnya’. Syekh rahimahullah telah mengingatkan atas kesalahan tambahan ini seraya mengatakan,”Telah ada pada Sunan Tirmizi setelah ucapan ‘Afwu’ tambahan ‘Karim’ tidak ada landasan sedikitkan dari refrensi tadi. Begitu juga dari sumber lainnya yang dinukil darinya. Yang nampak ia adalah sisipan pada sebagian para penulis ulang atau para pencetak. Karena hal itu tidak ada pada cetakan Hindiyah dari sunan Tirmizi yang ada ‘Syarkh (penjelasan) Tuhfatul Ahwadzi karangan Mubarokfuri, (4/264) begitu juga tidak ada pada yang lainnya.
Yang menguatkan hal itu adalah bahwa Nasa’I pada sebagian riwayatnya, Tirmizi mengeluarkan dari jalan keduanya dari gurunya (Syekhnya) Qutaibah bin Said dengan sanadnya tanpa ada tambahan.
Begitu juga tambahan ini ada pada risalah saudara kami yang mulia Ali Al-Hulaby ‘Muhadzab Amal Al-Yaum Wal Lailah’ Karangan Ibnu Sunni, no. 202. Padahal tidak ada pada Ibnu Sunni. Karena beliau meriwatakan dari Gurunya Nasa’I –seperti tadi – dari Qutaibah. Kemudian disebutkan untuk Tirmizi dan lainnya. Selayaknya dalam seni takhrij (ilmu khusus untuk mengetahui shoheh atau lemahnya suatu hadits) menaruh diantara dua kurung seperti yang dikenal sekarang ( ). Dan mengingatkan hal itu termasuk yang disebutkan Tirmizi sendiri. sementara dalam tahqiq (penelitian) seharusnya tidak disebutkan sama sekali. Kecuali untuk menjelaskan bahwa hal itu tidak ada asalnya sama sekali. Maka selayaknya diingatkan. Selesai dari ‘Silsilah Ahadits Shohehah, (13/140).
Dari sini, sebagian para peneliti memastikan penilaian Albani di ‘Silsilah Ahadits Shohehah’ termasuk dengan jelas membetulkan (merevisi) dari penilaian shohehnya tambahan ini di ‘Shoheh Tirmizi.
Yang terpenting, baik itu dinamakan merevisi atau penilaian tersendiri dari penilaian pertama, yang penting adalah beliau telah menemukan yang benar dan mengesampingkan yang salah.
Yang sering terjadi bahwa tambahan ini telah menyebar di sebagian mulut orang-orang dari sebagian naskah kitab-kitab hadits. Bukan dari periwayatan hadits itu sendiri. Dalam artian bahwa para ulama yang menukil tambahan ‘Karim’ mereka melakukan hal itu karena mendapatkan naskah tulisan ada tambahan ‘Karim’ di dalamnya. Sebagaimana yang dikatakan para peneliti dalam cetakan Muassasah Ar-Risalah untuk Musnad Imam Ahmad, (42/236) dalam huruf ‘Qof’ (عفوٌّ كريم ). Selesai dan huruf ‘Qof’ adalah rumus untuk naskah tulisan yang merujuk kepadanya. Silahkan melihat pada muqoddimahnya, (1/104). Begitu juga pada cetakan Maknaz, (11/6118, no. 26021). Para peneliti mengatakan dalam huruf (Qof) ‘عفو كريم’ yang telah ditetapkan dari naskah-naskah lainnya.
Dari sini tambahan ini telah menyebar ke banyak ulama dalam kitab-kitabnya. Seperti Ibnu Atsir dalam ‘Jamiul Usul, (4/324). Imrony dalam ‘Al-Bayan Fil Mazhabis Syafi’I, (3/568). Khozin dalam ‘Lubabut Ta’wil Fi Ma’ani Tanzin, (4/452). Ibnu Qoyyim dalam ‘Badai’ Al-Fawaid, (2/143). Khotib Syarbini dalam ‘Iqna’ Fi Hilli Alfad Abi Suja’, (1/247). Amir Syon’ani dalam ‘Tahbir Liidhohi Ma’ani Taisir, (4/268). Tohawi dalam ‘Hasyiyah Ala Maroqil Falah Syekh Nurul Idhoh, hal. 401).
Semuanya menukilkan tambahan ‘Karim’ hal ini tanpa adanya sanad (silsilah para perowi hadits). Sebagian mengalihkan ke Sunan Tirmizi. Hal ini kalau sekiranya menurut ketelitian naskah tulisan dari refrensi-refrensi ini.
Akan tetapi sekarang kita tidak ragu lagi bahwa tambahan ini bukan dari inti hadits juga bukan dari teks (matan) hadits. Karena puluhan kitab-kitab musnad yang meriwatkan teks hadits tanpa ada tambahan ini. Kami telah merujuk cetakan yang telah diteliti dengan naskah tulisan tangan di banyak Sunan Tirmizi. Kami tidak mendapatkan isyarat apapun dari tambahan ini. Seperti cetakan yang diteliti oleh Basyar Awad, (5/490) dan cetakan lain yang diteliti oleh Su’aib Arnaud, (6/119).
Wallahu a’lam