Ahad 3 Rabi'uts Tsani 1446 - 6 Oktober 2024
Indonesian

Ada Seorang Wanita Mengadu; Apakah Niat Puasa Qadha’ Ramadhan Dilakukan Sebelum Subuh atau Jika Tidak Apakah Niatnya Bisa Dirubah Menjadi Puasa Sunnah ?

Pertanyaan

Suatu ketika saya sedang berpuasa qadha’ Ramadhan, akan tetapi pada siang harinya saya merasa ragu, apakah tadi saya berniat sebelum subuh atau setelah subuh ?, lalu saya rubah niat puasa pada hari itu menjadi puasa sunnah karena Allah, apakah yang saya lakukan tersebut benar atau tidak boleh ?, dan jika tidak boleh, apakah ada kaffarat atau amalan tertentu yang harus saya lakukan ?, saya berharap anda segera menjawabnya mengingat saya sangat bingung dalam masalah ini ?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama:

Jika seseorang ragu-ragu dalam niatnya untuk puasa qadha, apakah dia sudah berniat sebelum subuh atau setelah subuh, maka hukum asalnya pada kondisi tersebut adalah sama saja dengan tidak ada niat, hukumnya tetap sesuai dengan hukum awalnya; karena inilah kondisi yang diyakini; karena dia meragukan keberadaan niat sebelum fajar, jadi yang pokok dan yang diyakininya adalah tidak adanya niat, sementara keyakinan itu tidak bisa dihilangkan oleh karagu-raguan.

Akan tetapi jika penanya di atas mengalami was was (sering ragu-ragu), maka hendaknya ia melanjutkan puasanya dengan niat puasa qadha; karena keragu-raguan jika sering terulang tidak dianggap; karena wajib hukumnya untuk tidak memperturutkan rasa was-was dan keragu-raguan, untuk menghindari kesulitan yang akan ditimbulkanya. Dan kesulitan ini bertentangan dengan syari’at Islam yang lurus dan toleran.

Seperti itu juga halnya jika keraguan itu merupakan sebuah kerisauan yang mendadak, disertai dengan dugaan kuat bahwa niatnya masih sah, atau ada indikasi bahwa anda sedang puasa qadha’ bukan lainnya, yang pada hari tersebut tidak menunjukkan adanya puasa lainnya kecuali untuk puasa qadha’.

Oleh karenanya para ulama berkata:

والشك بعد الفعل لا يؤثر * وهكذا إذا الشكوك تكثر .

“Keraguan setelah adanya perbuatan tidak berpengaruh apa-apa, demikian juga jika keragu-raguan itu sering dirasakan”.

Kedua:

Barang siapa yang telah memasuki puasa wajib, seperti; puasa qadha’ Ramadhan, maka tidak dibolehkan baginya untuk membatalkannya tanpa ada udzur (alasan) yang dibenarkan, seperti; karena sakit atau bepergian.

Jika dia membatalkannya –dengan adanya udzur atau tanpa udzur- maka dia wajib mengqadha’ puasa pada hari itu dengan berpuasa pada hari lain untuk mengganti hari tersebut.

Dan tidak ada kaffarat (denda) apapun dari pembatalan puasanya, baik pembatalannya karena udzur atau tidak ada udzur; karena kaffarat itu tidak diwajibkan kecuali karena berjima’ di siang hari pada bulan Ramadhan. Baca juga jawaban soal nomor: 49750

Jika seorang muslim telah merubah niatnya dari puasa qadha’ menjadi puasa sunnah muthlak (umum), maka tidak ada kaffarat apapun baginya, hanya saja dia wajib beristigfar dan bertaubat kepada Allah.

Kesimpulan:

Jika niatnya sudah ditetepkan sebelumnya untuk puasa qadha’, maka tidak boleh membatalkannya.

Akan tetapi jika hal itu dahulu sudah pernah dilakukan, maka dia wajib beristigfar dan bertaubat dan tidak ada denda apapun karenanya.

Namun jika anda ragu-ragu apakah sudah berniat untuk puasa qadha’ tadi malam atau belum, maka hukum asalnya berarti tidak ada niat sebelumnya, dan kita mengamalkan yang diyakini bahwa puasanya dianggap berniat setelah fajar, maka tetap sah sebagai puasa sunnah, hal ini jika keragu-raguan tersebut dianggap berlaku.

Adapun jika niatnya tercampuri oleh rasa was-was (sering ragu-ragu), maka hal itu merupakan keraguan yang tidak berdasar, puasa tersebut adalah puasa wajib yang tidak terpengaruh karena keragu-raguan, maka tidak boleh membatalkannya.

Dan karena anda telah membatalkannya, maka gantilah dengan berpuasa pada hari lain, jangan pernah diulangi lagi dan tidak ada denda apapun.

Wallahu A’lam

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam