Senin 22 Jumadits Tsani 1446 - 23 Desember 2024
Indonesian

Bagaimana Cara Bersuci Orang Tua yang Sakit dan Hukum Meninggalkan Shalat Berjamaan dan Jum’at Karena Sakitnya

Pertanyaan

Ayah saya – semoga Tuhan Yang Maha Kuasa menyembuhkannya – menderita stroke dua tahun yang lalu, yang mengakibatkan tubuh kirinya lumpuh total, tidak mampu berbicara, maka saya meninggalkan pekerjaan saya, dan saya mendukung dia dalam makanannya, minuman, dan kebersihan. Saya punya beberapa pertanyaan:

  1. Dalam kondisi membersihkan dari hadats, saya memakai kaos tangan agar tangannya tetap bersih,karena setelah membersihkan saya lepaskan kaos tangan yang kotor, dan saya memakaikan pampes yang baru, sementara kateter urin di tangan saya, dan saya takut memakai sarung tangan akan membuat saya bersikap kasar dan Tuhan akan menghukum saya karenanya?
  2. Apakah kalau saya dalam kondisi bersih, dan saya memeriksa katetar urine tanpa menyentuhnya, akan tetapi saya melihat aurat ayahku, apakah hal itu dapat membatalkan suciku? Kalau terjadi dan saya memegang kemaluan untuk membetukannya, apakah saya berwudhu kalau saya membaca Qur’an atau menunaikan shalat sunnah?
  3.  Pada tahun pertama, kesadaran ayahku lemah, banyak waktunya digunakan untuk tidur, dahulu beliau tidak shalat. Sampai ketika saya menunaikan shalat dengannya dengan berjamaah, saya dapatkan beliau tertidur atau keluar dari waktu (shalat). Akan tetapi pada tahun ini, beliau sudah mengetahui waktu-waktu shalat, beliau bangun meskipun ketika beliau tidur. Sementara rumah kami ada dua lantai, hanya Allah yang mengetahui, berapa lama saya berharap kita dapat shalat di masjid, akan tetapi (adanya) tangga, kalau saya membawa ayahku sangat melelahkan dan saya khawatir terhadapnya. Sehingga saya menunaikan shalat di banyak waktu shalat wajib di rumah berjamaah bersama ayahku. Dan saya tidak pergi ke masjid, sampai shalat jum’ah kita mengikuti khutbah (jum’ah) di Mekkah kemudian kita menunaikan shalat zuhur.
  4. Pada sebagian waktu, ayahku merasakan keletihan, maka saya majukan shalat asar satu jam sebelum waktunya atau saja manjama’ (asar) dengan zuhur. Apakah saya diperbolehkan mengulangi shalat asar di masjid, atau disisinya ketika beliau dalam kondisi lelah?
  5. Terkadang ayahku sembelitan hal itu dikarenakaan struk yang dideritanya. Sehingga saya mempergunakan jemariku untuk mengeluarkan yang ada di dalam duburnya, apakah hal itu layak bagi saya untuk melakukannya? Dahulu saya keluar ke masjid, ketika saya pulang dari shalat, saya dapati ayahku menangis dan merasa tidak nyaman.  Sampai kadangkala pernah sampai beberapa bulan saya tidak keluar dari sampingnya, khawatir beliau bangun dan tidak mendapatkan diriku sehingga merasa tidak nyaman, dimana beliau tidak mau disuapi atau duduk bersamanya atau orang lain yang membersihkannya.  Maka saya terus menerus bersama ayahku, mushaf dan shalatku. Saya tinggalkan duniaku. Dan saya mempunyai hak tanggungan harta benda di Riyad dan saya belum mampu kembali untuk menyerahkannya begitu juga saya mempunyai kewajiban keuangan, diantara pemiliknya ada yang sabar dan memahami kondisiku, diantara mereka ada yang melaporkan ke polisi, sehingga saya dicari-cari polisi sejak enam bulanan. Apakah prilaku saya ini termasuk memakan harga orang lain dengan batil, karena saya belum melunasi tanggunganku. Saya khawatir tidak diterima shalatku dan bacaan Qur’anku.
  6. Apakah diperbolehkan bagi diriku ketika telah selesai menghatamkan Qur’an, saya jadikan pahalanya untuk ayah dan ibuku? Karena mereka telah mengajarkan kepada kami dan dengan keutamaannya saya dapat menghatamkan bacaan qur’an. Atauku cukup dengan mengucapkan ‘Ya Allah berikan balasan kepada orang tuaku dengan sebaik-baik balasan?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama:

Kita memohon kepada Allah agar menyembuhkan ayah anda dan menyehatkannya. Dan semoga membalas anda apa yang telah anda lakukan dengan sebaik baik balasan.

Bagus sekali anda memakai sarung tangan ketika membersihkan dari najis, karena memegang aurat itu diharamkan dan harus memakai suatu penghalang baik berupa sarung tangan dan semisalnya.

Telah ada dalam ‘Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, (25/283),”Kalian mendapatkan pahala –insya Allah- apa yang anda lakukan dengan memberikan pelayanan kepada mereka para difabel dan membersihkannya dengan mencuci dan lainnya. Disertai dengan menutup auratnya dan membersihkan dari belakang dengan memakai penghalang dengan menaruh penghalang di tangannya baik berupa kaos kaki atau lipatan kain. Selesai

Dan hal itu tidak mengapa kalau yang menjadikan anda memakai (penghalang) karena jijik, karena perasaan jijik dari menyentuh najis itu sesuatu yang natural (sesuai fitrah)

Kedua:

Tidak diperbolehkan melihat aurat ayah anda kecuali dalam kondisi darurat, dimana tidak memungkinkan membetulkan kateter atau merapikannya kecuali dengan melihatnya. Sementara melihat aurat itu tidak termasuk yang membatalkan wudhu.

Sementara membersihkannya, maka anda berusaha sebisa mungkin untuk membersihkannya disertai dengan menutup auratnya, maka anda dapat membersihkan najis dengan memakai penghalang baik berupa kain dan semisalnya. Telah dijelaskan tadi bahwa tidak diperbolehkan memegang auratnya bahkan anda harus memakai kaos tangan.

Kalau sekiranya sampai memegangnya, maka memegang kemaluan – dan dubur – tanpa penghalang itu dapat membatalkan wudhu menurut kebanyak ahli ilmu baik dari kalangan para shahabat dan generasi setelahnya dari kalangan tabiin dan para imam diantaranya Malik, Syafi’I dan Ahmad. Silahkan melihat jawaban soal no. (99468 ).

Ketiga:

Kalau ayah anda mengetahui (waktu) shalat, maka dia harus menunaikannya, dan tidak diperbolehkan untuk meninggalkannya. Dan hendaknya anda menunaikan shalat berjamaah di masjid, selagi ada orang lain ketika anda pergi. Sementara kalau dia merasa tidak enak ketika anda pergi, hal itu bukan merupkan alasan untuk meninggalkan berjamaah di masjid.

Namun jika berulang kali, anda melihat perubahan suasana hatinya, lebih dari biasanya, kesusahan dalam dirinya atau semisal itu, kita berharap semoga tidak mengapa untuk anda. anda menunaikan shalat di sampingnya pada beberapa kali. Disertai dengan berusaha untuk menghibur hatinya. Dan memohonnya agar dia rela untuk ditinggalkannya ketika ada keperluan. Seperti shalat berjamaah dan semisalnya. Dimana seseorang harus melakukannya. Hendaknya ada orang lain disampingnya dalam waktu singkat ketika anda meninggalkannya.

Begitu juga anda tidak diperbolehkan meninggalkan shalat jum’ah, ketika dijumpai ada orang lain yang merawatnya ketika anda pergi. Kalau tidak ada orang, maka anda mempunyai uzur (alasan) dalam meninggalkannya dan menunaikan shalat zuhur bersamanya.

Dan dia mempunyai alasan (uzur) menghadiri shalat jum’ah kalau hal itu menyulitkan baginya ketika pergi (menunaikan shalat jum’ah).

Dalam kitab ‘Kasyaful Qana’, (1/495) dikatakan,”Dan ada uzur (alasan) dalam meninggalkan jumah dan shalat berjamaah orang yang sakit, karena Nabi sallallahu’alaihi wa sallam ketika sakit beliau tidak menghadiri ke masjid seraya bersabda,”Tolong perintahkan Abu Bakar agar menunaikan shalat dengan orang-orang. Muttafaq ‘alaihi.

Atau ada ketakutan wafat temannya atau kerabatnya dan tidak menghadirinya atau untuk merawatnya. Dikatakan ‘Marodduhu tamridhon, ketika saya merawatnya. Dikatakan dalam kamus Al-Misbah. (Kalau tidak ada disisisnya) maksudnya orang sakit (orang yang menggantikan posisinya) karena Ibnu Umar memanggi Said bin Zaid ketika dia akan menunaikan shalat jum’ah, maka dia mendatanginya di Aqiq dan meninggalkan jum’ah.

Dalam Syarkh dikatakan,”Dan kami tidak mengetahui hal itu ada perbedaan.” Selesai

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah ditanya,”Anakku sakit dan menginap di rumah sakit, sementara saya menemaninya selama tiga bulan lewat sementara saya tidak menghadiri shalat jum’ah disebabkan anakku karena beliau sakit dan masih kecil, apa hukum akan hal itu?

Maka beliau rahimahullah  menjawab,”Tidak apa-apa untuk anda selagi anak anda membutuhkan keberadaan anda bersamanya. Karena kebutuhan orang sakit kepada perawat bisa menjadikan gugurnya kewajiban jum’ah dan jamaah untuk perawat. Sementara kalau ada orang yang merawatnya waktu anda pergi menunaikan shalat, maka shalat itu (jumah dan jamaah) tidak gugur dari anda dalam kondisi seperti ini.” Selesai dari ‘Fatawa Nurun ‘Alad Darbi, (8/2).

Keempat:

Diperbolehkan bag orang sakit untuk menjama’ shalat antara zuhur dan asar dan antara magrib dengan isya’ baik jama’ taqdim atau jama’ ta’khir dalam rangka menghilangkan kesusahannya.

Dalam kitab ‘Kasyaful Qana’, (2/5) dikatakan,”(Pasal dalam jama’) diantara dua shalat. Diperbolehkan menjama’ antara zuhur dan asar pada salah satu waktunya. Dan antara magrib dan isya’ di salah satu waktunya. Empat shalat ini yang dapat dijama’: zuhur, asar, magrib dan isya’ di waktu salah satunya. Baik waktu yang pertama yang dinamakan jama’ taqdim atau waktu kedua dan dinamakan jama’ ta’khir dalam delapan kondisi.

Kondisi kedua: orang sakit ketika meninggalkannya mendapatkan kesusahan dan kelemahan. Telah ada ketetapan diperbolehkan menjama’ bagi wanita istihadhoh, dan ini salah satu bentuk penyakit. Dan imam Ahmad berhujjah bahwa sakit itu lebih berat dibandingkan dengan bepergian (safar). Dan beliau pernah berbekam setelah terbenam matahari kemudian pingsan, kemudian beliau menjama’ diantara keduanya (magrib dan isya’).

Kelima:

Tidak mengapa anda mempergunakan jemari anda untuk mengeluarkan sesuatu yang ada di dalam dubur ayah anda ketika hal itu dibutuhkan dengan syarat ada penghalangnya seperti kaos tangan.

Keenam:

Anda tidak diperbolehkan meremehkan kewajiban yang harus anda tunaikan dari hak-hak, karena hal itu termasuk suatu kedholiman. Dimana Nabi sallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

مَطْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ. (رواه البخاري (2400) ، ومسلم (1564)

“Orang kaya yang menunda pelunasan hutang itu termasuk suatu kedholiman. HR. Bukhori, (2400) dan Muslim, (1564).

Maka anda harus berusaha kuat untuk menunaikannya meskipun dengan mewakilkan kepada orang lain.

Ketujuh:

Menghadiahkan pahala bacaan untuk kedua orang tua anda, itu terjadi perbedaan (dikalang para ulama’), yang lebih utama adalah meninggalkannya, dan cukup dengan berdoa untuk keduanya. Silahkan melihat jawaban soal no, (20996 ) dan no, (46698 ).

Selama keduanya telah mengajarkan dan memberi semangat kepada anda untuk menghafal Qur’an, diharapkan keduanya akan mendapatkan pahala semua bacaan anda. berdasarkan sabda Nabi sallallahu’alaihi wa sallam:

مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنْ الأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ، لا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا، وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلالَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنْ الإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ، لا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا. مسلم (4831)

“Siapa yang mengajak kepada petunjuk (kebaikan), maka dia akan mendapatkan pahala seperti orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan siapa yang mengajak kepada kesesatan, maka dia akan mendapatkan dosa seperti dosa yang yang mengikutinya, tanpa mengurang dosa mereka sedikitpun juga. HR. Muslim, (4831).

Kita memohon kepada Allah semoga Allah menyembuhkan orang tua anda dan menambah bakti dan perbuatan baik kepada anda.

wallahua’lam

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam