Alhamdulillah.
Pertama:
Sangat jelas dalam pertanyaan di atas, ada dua hal penyimpangan syari’at: Pertama, menyerupai perbuatan orang-orang kafir hindu. Tidak boleh bagi seorang muslim untuk menyerupai semua perbuatan yang menjadi ciri khas mereka, seperti cara berpakaian, beberapa perayaan, hari raya mereka dan lain sebagainya.
Di antara hikmah larangan menyerupai orang-orang kafir adalah agar tidak mempengaruhi keyakinan orang yang meniru perbuatan orang kafir tersebut; karena orang yang menyerupai secara dzahir dengan suatu kaum, sedikit banyak akan mempengaruhi hatinya hingga merasa dekat dengan perbuatan orang yang diikutinya. Hikmah lain dari larangan tersebut agar ada perbedaan antara orang muslim dan orang kafir, juga agar seorang muslim tidak rendahkan dan seorang kafir justru diagungkan.
Dalam masalah ini, syeikh Ibnu Utsaimin –hafidzahullah- berkata pada saat menjelaskan keadaan orang-orang yang memakai “Zinar” (Ikat pinggang khusus yang dipakai oleh non muslim pada saat itu):
“Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah bersabda:
" من تشبه بقوم فهو منهم "
“Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dalam golongan mereka”.
Syiekh Islam –rahimahullah- berkata: “Sedikitnya hadits ini menunjukkan haram, meskipun secara dzahir hadits tersebut menjadikan pelakunya kafir”.
Jadi tidak hanya berarti makruh (dibenci) saja, karena kami berpendapat bahwa sebabnya adalah penyerupaan dengan ikat pinggang orang-orang nasrani, yang menjadikan kami berpendapat: hal tersebut adalah haram berdasarkan sabda Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- :
" من تشبه بقوم فهو منهم "
“Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dalam golongan mereka”.
Namun bukan berarti mereka menjadi kafir, akan tetapi dalam hal pakaian dan perbuatan mereka sama, oleh karenanya hampir tidak bisa dibedakan antara seseorang yang menyerupai orang-orang nasrani dalam hal pakaian dan kostumnya dengan orang nasrani itu sendiri, maka secara dzahir mereka sama.
Mereka berpendapat: “Satu hal lain bahwa menyerupai mereka dalam hal penampilan akan menjadikan mereka sama dalam hal keyakinan, dan demikian adanya, seseorang yang menyerupai mereka secara dzahir akan merasa sama dengan mereka, menjadikannya tidak membenci mereka, hal inilah yang akan menjadikan mereka sama dalam masalah keyakinan, maka akan rugi dalam agamanya”.
Yang benar bahwa memakainya hukumnya adalah haram.
(Asy Syarhul Mumti’: 2/192-293)
Kedua:
Kemungkaran kedua pada pesta yang disebutkan dalam pertanyaan di atas adalah masuknya para tamu laki-laki ke dalam ruangan resepsi dengan keadaaan mempelai wanita sedang berhias dan berbaurnya laki-laki dan perempuan di dalam ruangan, keduanya adalah haram dilakukan.
Dari Uqbah bin Amir bahwa Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
" إياكم والدخول على النساء ، فقال رجل من الأنصار : يا رسول الله أفرأيت الحمو قال الحمو الموت " .رواه البخاري ( 4934 ) ومسلم ( 2173(
“Jauhilah oleh kalian untuk masuk pada kumpulan para wanita”. Seorang dari Anshor berkata: “Wahai Rasulullah, bagaimana menurut anda tentang “hamuw” (ipar perempuan/kerabat perempuan istri), beliau bersabda: “Al Hamuw adalah kematian”. (HR. Bukhori: 4934 dan Muslim: 2173)
An Nawawi berkata:
“Adapun sabda Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bahwa al Hamuw adalah kematian, maksudnya adalah harus lebih diwaspadai dari pada selainnya, keburukan bisa saja terjadi darinya, fitnahnya menjadi lebih besar karena dia dengan mudah bisa menjangkau adik/kakak iparnya, berduaan dengannya tanpa ada penolakan, berbeda dengan laki-laki asing. Maksud dari al Hamuw di sini adalah kerabat dari suami selain bapak dan anaknya. Adapun bapak dan anak-anaknya mereka adalah mahram bagi sang istri, mereka boleh duduk berdua dengannya dan tidak disifati sebagai kematian, jadi yang dimaksud adalah saudara laki-laki dari suaminya (kakak/adik ipar laki-laki), anak laki-laki mereka (keponakan laki-laki), pamannya suami, anaknya paman, dan selain mereka yang bukan mahramnya. Menjadi kebiasaan masyarakat mudah meremehkan masalah ini, berduaan dengan istri saudara laki-lakinya, maka di sinilah ia menjadi kematiannya, justru dia lebih berhak untuk dilarang dari pada laki-laki asing; karena beberapa hal yang telah kami sebutkan sebelumnya dan itulah makna hadits yang benar”. (Syarah Muslim: 14/153)
Anda juga akan mendapatkan penjelasan yang rinci tentang ikhtilath (berbaurnya laki-laki dan perempuan pada jawaban soal nomor: 1200.
Semoga Alloh –Ta’ala- memberikan hidayah kepada keluarga anda dan kepada umat Islam secara umum agar mampu meninggalkan kemungkaran dan membencinya, dan semoga Alloh menuntunnya kepada kebaikan dan petunjuk-Nya.
Wallahu a’lam.