Alhamdulillah.
Peran perempuan dalam sejarah sejarah ilmu agama
Dalam sejarah ilmu agama wanita mempunyai peranan yang besar. Cukup kita buat contoh ummu mukminin, pakar fikih, ahli ibadah, Aisyah binti Abi Bakar, berapa banyak beliau telah mengajarkan, menunaikan dan menyampaikan (ilmunya).
Ibnu Qoyyim mengatakan, “Aisyah terdepan dalam bidang keilmuan faroid (ilmu tentang warisan), hukum, halal dan haram. Di antara ulama yang mengambil ilmu darinya dan nyaris tidak keluar dari pendapatnya dan kemudian menjadi ahli fikih, adalah –Qosm bin Muhammad bin Abi Bakar, anak saudaranya, dan Urwah bin Zubair, anak saudari perempuannya; Asma binti Abu Bakar.”
Masruq mengatakan, “Sungguh saya telah melihat para tokoh shahabat Rasulullah sallallahu aliahi wa sallam bertanya kepada (Aisyah) tentang ilmu Faroid.”
Urwah bin Zubai berkata, “Saya tidak mendapatkan satu orang pun yang lebih menguasai tentang qodho (hukum peradilan), dan tentang peristiwa zaman jahiliyah, dan paling pandai dalam syair, dan lebih menguasai dengan suatu kewajiban dan juga tentang kedokteran, dibandingkan dari Aisyah.” (I’lamul Muwaqi’In, 2/39).
-
Para ahli hadits wanita
Selain ummul mukminin, masih banyak para ulama dari kalangan Wanita. Ibnu Hajar telah menulis biografi mereka seperti Zainab binti Kamal, beliau termasuk pakar hadits terkenal dan tidak menikah. Dia berkata, “Usianya lebih 90 tahun dan ketika dia meninggal, orang-orang menurunkan derajatnya dalam banyak hal terkait dengan hadits.” (Ad-Durar Al-Kaminah, 2/209).
Sementara Ibnu Katsir menulis biografi untuk Sutaitah binti Al-Qodhi Al-Husain Al-Mahamili seraya mengatakan, “Dia hafal Al-Al-Qur’an, hafal (matan) Fikih, Faroid, ilmu hisab dan Nahwu serta selain dari itu. Beliau termasuk orang paling alim dimasanya pada mazhab Syafi’i.” (Al-Bidayah Wan Nihayah, 12/321).
Sementara Al-Hafidz Ibnu Al-Jauzi dalam kitab “Manaqib Imam Ahmad’ menyebutkan para ulama laki-laki yang diambil riwayatnya oleh Imam Ahmad, beliau tidak menyebutkan seorang pun dari kalangan wanita kecuali Ummu Umar binti Hisan bin Zaid At-Tsaqofi.”
Ibnu Katsir dalam kitab ‘Al-Bidayah wan-Nihayah, (18/140) mengatakan, “Pada hari Arafah telah meninggal dunia ulama wanita yang sholeh, ahli ibadah; Ummu Zainab Fatimah binti Abbas bin Abil Fath bin Muhammad Al-Bagdadiah di kota Kairo dan disaksikan oleh banyak orang, beliau termasuk jajaran para ulama wanita nan mulia. Menyuruh kepada kebaikan dan melarang dari kemunkaran. Dia mengingkari perbuatan mereka dan para pelaku bid’ah seta lainnya. Beliau melakukan hal itu apa yang tidak bisa dilakukan oleh para lelaki. Pernah beliau menghadiri majlisnya Syekh Taqiyudin bin Taimiyah dan beliau dapat mengambil manfaat darinya dan dari orang lain juga. Aku pernah mendengar Syekh Taqiyudin menyanjungnya serta memberi sifat dan keutamaan dan keilmuannya.
Disebutkan tentangnya bahwa dia sering atau banyak mengutip pendapat dari kitab ‘Al-Mugni’. Beliau (Syekh Taqiyudin) juga suka mempersiapkan diri untuk menghadapi pertanyaannya yang berbobot. Dan dia sering menghatamkan (mengajarkan) Al-Qur’an untuk para wanita. Di antaranya ibu mertua saya, Aisyah binti Siddiq, istri Syekh Jamaluddin Al-Mizzi, dan beliau yang membacakan putri istrinya Amatur Rohim Zainab. Semoga Allah merahmati semuanya dan memberikan kemuliaan kepadanya dengan rahmat-Nya dan surga-Nya.”
– Para wanita dimana para lelaki meriwayatkan darinya
Para ulama menyebutkan biografi para ulama wanita yang riwayatnya diambil oleh para ulama orang-orang laki-laki, di antaranya:
- Dalam biografi ‘Fatimah binti Rasulullah’, meriwayatkan darinya; Anaknya, Husain, Aisyah, Ummu Salamah, Anas dan lainnya. (Siyar A’lam An-Nubala, Rosyidun – 50).
- Ummu Salamah istri Rasulullah, yang meriwayatkan darinya Said bin Musayyab, Syaqiq bn Salamah, Al-Aswad bin Yazid, As-Sya’by, Abu Sholeh As-Samman, Mujahid, Nafi’ bin Jubair bin Muth’im, Nafi’ Maula Ummu Salamah, Nafi’ Maula Ibnu Umar, ‘Atha’ bin Abu Rabah, Syahr bin Hausyab, Ibnu Abu Malikah, dan banyak lagi. (As-Siyar, 2/202).
- Hafshoh binti Sirin Ummu Hudail A-Faqihah, yang meriwayatkan darinya saudaranya, Muhammah, Qotadah, Ayyub, Kholid Al-Hadza’, Ibnu ‘Aun dan Hisyam bin Hisan. (As-Siyar, 4/507).
- Fatimah binti Hasan bin Ali Al-Bagdady Al-Attor, yang meriwayatkan darinya Abu Qosim bin As-Samarqondy, Qodhi Al-Maristan, Abdul Wahhab Al-Anmathi dan Abu Said bin Al-Bagdadi. (As-Siyar, 18/480).
- Dalam biografi Ar-Ru’ainy Abu Ja’far, As-Syatibiyyah mendengarkan dari Fatimah binti A-Yunini dengan memberikan ijazah dari Al-Kamal Ad-Dhorir. Selesai dari ‘Goyatun Nihayah, (1/151).
- Dalam biografi Ibrohim bin Abi ‘Ulbah, mengambil qiro’ah dari Ummu Darda’ As-Sugro Hujaimah binti Yahya Al-Aushobiyah berkata, “Saya membacakan Al-Qur’an kepadanya sebanyak tujuh kali. Selesai dari ‘Goyatun Nihayah, (1/19).
-
Hukum para wanita memberikan ijazah kepada para lelaki
Kesimpulannya:
Bahwa tidak mengapa seorang wanita yang hafal yang mumpuni dalam hafalannya memberikan ijazah kepada laki-laki dalam bidang Al-Al-Qur’an atau dalam ilmu yang dikuasainya, apalagi seorang wanita yang sudah berumur sehingga aman dari fitnah, baik fitnah untuk dirinya atau fitnah dari dirinya.