Alhamdulillah.
Disyaratkan dalam alat berburu hendaknya tajam dapat melukai dan tembus di daging dengan memutuskan atau menembusnya. Tembakan yang keluar dari senapan angin berburu dapat menembus dan masuk ke tubuh sasaran, maka berburu dengannya dianggap sah.
Terdapatdalam ‘Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah, (28/133), “Bisa disimpulkan syarat-syarat alat (berburu) adalah berikut ini:
Syarat pertama:
Hendaknya alatnya tajam dapat melukai, menembus daging dan memutus. Kalau tidak, maka tidak dihalalkan tanpa disembelih.
Tidak disyaratkan harus terbuat dari besi. Berburu dianggap sah dengan semua alat yang tajam, baik dari besi atau kayu atau batu dan ditajamkan, baik bagian kepalanya atau semisalnya yang dapat menembus tubuh hewan.
Syarat kedua:
Mengenai Hewan buruan dengan ketajamannya sehingga dapat melukainya dan yakin kalau matinya itu karena luka. Kalau tidak, maka tidak halal memakannya. Karena apa yang terbunuh oleh alat yang lebar atau beratnya dia tergolong hewan yang mati terpukul sedangkan Allah ta’ala mengharamkan kepada kalian, dari bangkai hingga pada firmannya ‘dan hewan yang mati terpukul’.
Apa yang diriwayatakan oleh Ady bin Hatim radhiallahu anhu beliau berkata kepada Nabi sallallahu alaihi wa sallam, “Saya memburu binatang buruan dengan alat pemukul dan mengenainya, maka beliau bersabda:
إذَا رَمَيْتَ بالمِعْرَاضِ فَخَزَقَ فَكُلْهُ، وإنْ أَصَابَهُ بعَرْضِهِ، فلا تَأْكُلْهُ (رواه مسلم)
“Jika engkau memburunya dan melukainya (dengan bagiannya yang tajam hingga mati) maka makanlah. Adapun jika mengenai hewan tersebut baginnya yang lebar, jangan dimakan.” (HR. Muslim)
Dalam redaksi yang lain dari riwayat beliau, Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda:
إذا رميت فسميت فخزقت فكل، فإن لم يتخزق فلا تأكل، ولا تأكل من المعراض إلا ما ذكيت، ولا تأكل من البندقة إلا ما ذكيت (رواه أحمد)
“Jika engkau memburunya dan menusukanya maka makanlah. Kalau tidak sampai menusuk, maka jangan dimakan. Jangan makan (hewan yang mati) dari alat pukul kecuali anda sembelih dan jangan makan (hewan yang mati) karena peluru, kecuali kalau anda sembelih.” (HR. Ahmad)
Terdapat riwayat bahwa beliau sallallahu alaihi wa sallam melarang menjentikkan kerikil. Beliau bersabda:
إنها لا تصيد صيدا ولا تنكأ عدوا، ولكنها تكسر السن وتفقأ العين (متفق عليه)
“(Menjentikkan kerikil) Itu tidak dapat digunakan untuk berburu binatang buruan dan tidak menyakiti musuh, tetapi mematahkan gigi dan melukai mata.” (muttafaq ‘alaihi)
Terdapat redaksi di dalamnya (28/135), “Berburu dengan peluru.”
Kata ‘bunduq’ memiliki beragam arti. Ada yang artinya sejenis makanan, ada juga yang artinya sesuatu yang bulat, terbuat dari tanah liat atau tembaga yang ditembakkan pada hewan buruan. Kata tunggalnya ‘Bunduqah’ dan jamaknya (plural) adalah Banadiqah. Maksudnya disini adalah sesuatu yang ditembakkan ke hewan buruan (peluru).
Adapun apa yang terbuat dari tanah liat, maka para ulama fikih sepakat bahwa apa yang terbunuh oleh tanah yang keras itu tidak halal dimakan, karena dia terbunuh oleh beratnya, bukan karena tajamnya.
Bujairamy mengatakan, “Ibnu Abdus-Salam memberikan fatwa haramnya menembak dengan senapan. Hal itu ditegaskan di kitab Ad-Dzakhoir. Akan tetapi An-Nawawi memberikan fatwa dibolehkan, maksudnya menembak dengan senapan, sebagian memberikan batasan kalau hewan buruan biasanya tidak mati seperti angsa, kalau mati seperti burung, maka diharamkan. Kalau terkena peluru hingga terbunuh atau terputus tenggorokannya, maka diharamkan. Perincian ini yang menjadi patokan.
Semua ketentuan di atas terkait jika pelurunya dibuat dari tanah atau peluru yang bukan timah panas.
Adapun jika pelurunya terbuat dari besi dan ditembakkan dengan api, maka para ulama fikih berbeda pendapat akan hal ini. Ulama mazhab Hanafi dan Syafi dengan tegas melarangnya, sementara Ad-Dardir dari ulama Malikiah tegas membolehkannya. Dia berkata, “Sementara senapan itu (hasil buruannya) dapat dimakan, karena ia lebih kuat dibandingkan senjata lainnya. Begitu juga sebagian lainnya menjadikan sebagai sandaran, kemudian Dasuqi memperinci seraya mengatakan, “Kesimpulannya bahwa berburu dengan peluru senapan tidak ditemukan nash dari para ulama terdahulu, karena senjata senapan baru ditemukan pada pertengahan abad delapan.”
Maka para ulama belakangan berbeda pendapat. Sebagian melarangnya dengan mengqiyaskan (menganalogikannya) dengan senjata peluru tanah, sebagian lainnya membolehkannya karena dia dapat membunuh dengan cepat, diserupakan dengan syariat sembelihan. Adapun menyamakannya dengan peluru tanah adalah qiyas yang keliru karena adanya perbedaan, yaitu kalau peluru timah panas sifatnya menancap dan melukai, tidak seperti tanah liat yang sifatnya memukul dan mematahkan.”
Silahkan lihat jawaban soal no. 121239 . Di dalamnya ada solusi tentang berburu dengan senapan.
Tidak ada perbedaan antara senapan peluru atau senapan angin, apalagi kalau dengannya berburu hewan kecil seperti burung merpati dan kelinci.
Wallahu a’lam