Jum'ah 21 Jumadil Ula 1446 - 22 November 2024
Indonesian

Aqidah Islam Adalah Pendekatan (manhaj) praktis yang serius, dan Kitab-kitab Penting tentang Aqidah

Pertanyaan

Apakah aqidah Islam adalah merupakan pendekatan (manhaj) teoritis atau praktis yang  serius ?, kitab-kitab apa yang dijadikan rujukan untuk belajar akidah ?, bagaimana caranya untuk mengaplikasikan akidah sesuai dengan realita yang ada ?, dan bagaimana caranya belajar akidah ?, apakah melaksanakan sebagian ajaran Islam dan tidak melaksanakan lainnya (shalat tapi tidak membayar zakat, atau tidak menundukkan pandangan dan apa akibatnya) termasuk yang merusak akidah ?, apakah umat Islam  membutuhkan seseorang untuk mengajari akidah kepada mereka ?, mohon diberikan beberapa pencerahan kepada orang-orang yang ingin belajar akidah dengan  benar sesuai dengan pendekatan (manhaj) para sahabat radhiyallahu ‘anhum.

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama:

Akidah Islam bukanlah pendekatan (manhaj) teoritis dan filosofis, akan tetapi ia adalah pendekatan (manhaj) yang serius dan  praktis, amalan menjadi landasan yang kuat dalam akidah, oleh karenanya ahlus sunnah bersepakat bahwa iman adalah ucapan dan amalan, atau ucapan dengan lisan, keyakinan dengan hati, dan amalan dengan anggota badan.

Maka barang siapa yang telah beriman kepada Allah Ta’ala sebagai Rabb dan Tuhan, maka ia akan menyembah-Nya, mentaati-Nya dengan shalat, zakat dan yang lainnya.

Dan barang siapa yang telah beriman kepada hari kiamat dan apa saja yang ada di dalamnya dari mulai hisab dan balasan, maka hal ini akan menyerunya untuk melakukan apa yang diperintahkan oleh Allah dan meninggalkan apa yang dilarang oleh-Nya.

Dan barang siapa yang telah beriman bahwa Nabi Muhammad adalah Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, maka hal itu akan menuntunnya untuk mentaatinya, menerapkan sunnahnya, dan menyebarkan agamanya.

Dengan demikian, prinsip yang diyakini seseorang diwujudkan dalam tindakan, perkataan, ikhtiar, dan ketekunan. Semakin besar keimanan dalam hati, maka semakin besar pengaruhnya terhadap anggota tubuh.

Dan karenanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 ألا وإن في الجسد مضغة إذا صلحت صلح الجسد كله وإذا فسدت فسد الجسد كله ألا وهي القلب رواه البخاري (52) ومسلم (1599

“Ketahuilah bahwa di dalam tubuh ada segumpal daging, jika ia baik maka akan baik seluruh tubuh, dan jika ia rusak maka akan rusak seluruh tubuh, ia adalah hati”. (HR. Bukhori: 52 dan Muslim: 1599)

Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata: “Iman itu tidak didasarkan pada angan-angan atau pamer, melainkan apa yang menetap di hati dan dikuatkan dengan amalan.”

Syeikh Islam Ibnu Taimiyah –rahimahullah- berkata:

“Jika hati itu baik, di mana di dalamnya terdapat iman, dari sisi ilmu dan amalan hati, maka sudah bisa dipastikan fisiknya akan baik dengan ucapan yang dzahir dan amalan dengan keimanan yang mutlak, sebagaimana para imam ahli hadits berkata: ucapan dan amal, ucapan batin dan dzahir, dan amalan batin dan dzahir, dan yang dzahir ini mengikuti yang batin, maka kapan saja batinnya baik maka dzahirnya juga baik, dan jika ia rusak, maka akan rusak pula. Dan karenanya sebagian para sahabat berkata kepada orang shalat yang sia-sia: “Kalau saja hati ini khusu’, maka fisiknya pun akan khusu’”. (Majmu’ Al Fatawa: 7/187)

Kedua:

Adapun kitab-kitab yang menjadi rujukan dalam akidah sangatlah banyak, dan yang paling agung adalah kitabullah Ta’ala dan sunnah Rasul-Nya –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, karena di dalamnya terdapat pertolongan dan keselamatan bagi siapa yang berpegang teguh kepadanya (kitab dan sunnah), Para ulama tertarik untuk menjelaskan doktrin akidah yang benar dan menyebarkannya, dan mereka menulis banyak buku untuk tujuan itu, dan di antara karya-karyanya yang paling terkenal adalah: As Sunnah karya Abdullah bin Ahmad bin Hanbal, At Tauhid karya Ibnu Khuzaimah, Syarah Ushul I’tiqad Ahlis Sunnah karya Al Lalika’i, Aqidatus Salaf wa Ashabul Hadits karya As Shobuni, Al Aqidah Al Wasathiyah karya Ibnu Taimiyah, Aqidah Thahawiyah wa Syarhuha karya Ibnu Abil ‘Izz Al Hanafi, Lawami’ul Anwar Al Bahiyyah karya As Safarini, Ma’arijul Qobuul karya Hafidz Hukmiy, Al Irsyad ila Shahihil I’tiqad karya Syeikh Sholeh Al Fauzan, kitab yang terakhir adalah kitab yang mudah, sederhana dan bermanfaat.

Ketiga:

Adapun penerapan doktrin akidah  dalam realitas ini adalah dengan mempelajarinya, menyebarkannya, menyerukannya, dan menanggapi mereka yang menentangnya dengan penuh kebijaksanaan (hikmah) dan dakwah yang baik. Dengan cara ini, doktrin akidah akan menyebar, dampaknya menjadi nyata, dan masyarakat nikmati keteduhannya.

Keempat:

Adapun cara mempelajari akidah tersebut adalah dengan menerimanya langsung dari orang-orang yang mengetahuinya dan mengamalkannya, ini adalah jalan yang paling aman dan bermanfaat bagi siapa pun yang mempunyai kesempatan untuk itu. Adapun barangsiapa yang jauh dari ulama, hendaknya ia merujuk pada penjelasan-penjelasan, kitab-kitab, dan rekaman mereka, sambil bertanya tentang apa yang membingungkan dan mengaburkan pemahamannya.

Kelima:

Barang siapa mengamalkan sebagian syariat Islam dan meninggalkan sebagian lainnya, dengan meninggalkan sebagian kewajiban atau melaksanakan beberapa hal yang diharamkan, maka hal ini merupakan kekurangan keimanannya, dan kelemahan keimanan serta kecintaannya kepada Tuhannya dan agamanya, dan tidak diragukan bahwa ini adalah cacat dalam akidahnya.

Oleh karena itu, salah satu prinsip ushul ahlus sunnah wal jama’ah adalah bahwa iman itu bertambah dengan ketaatan, dan berkurang dengan kemaksiatan, dan bisa jadi kekurangan dan kerusakan ini akan bisa menghapus keimanan secara keseluruhan, maka pelakunya akan menjadi murtad dari Islam,  seolah-olah dia meninggalkan shalat, lihat jawaban soal nomor: (2182) (5108)

Dan adapun kemaksiatan yang tidak sampai pada batasan kufur, seperti orang yang manahan zakat, atau mengumbar pandangan kepada yang diharamkan, dan sebagainya maka hal ini akan mengurangi keimanan.

Keenam:

Umat Islam membutuhkan orang yang akan menjelaskan kepada mereka akidah yang benar dan murni, berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah dengan pemahaman ulama salaf, hal itu karena adanya kebodohan, penyebaran bid’ah dan khurafat, serta madzhab pemikiran yang menyimpang.

Wajib bagi setiap muslim menasihati dirinya terlebih dahulu untuk mempelajari ajaran akidah yang benar, menerimanya dari sumbernya yang terpercaya, kemudian menyebarkannya dan mengajarkannya kepada manusia, melalui pelajaran, ceramah, buku, pamflet, dan majalah, dalam rangka menunaikan kewajiban, menyampaikan dan memperjelas, sebagaimana firman  Allah subhanahu wata’ala:

وَإِذْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَتُبَيِّنُنَّهُ لِلنَّاسِ وَلا تَكْتُمُونَهُ

آل عمران/187

“Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu): "Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya,". (QS. Ali Imron: 187)

Dan firman Allah yang lain:

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

آل عمران/104

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung”. (QS. Ali Imron: 104)

Dan Dia juga berfirman:

قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ

يوسف/108

“Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik.". (QS. Yusuf: 108)

Wallahu Ta’ala A’lam

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam