Senin 22 Jumadits Tsani 1446 - 23 Desember 2024
Indonesian

Para Dokter Menasehati Untuk Mengakhirkan Khitan Karena Penyakitnya

Pertanyaan

Saat ini usia anakku sekitar empat bulan. Pada usia tujuh pekan setengah dilakukan operasi pencangkokan hati padanya. Hingga kini kami belum mengkhitannya. Karena para dokter menyebutkan bahwa khitan dapat berpengaruh terhadap kehidupannya. Sekarang menghadapi masalah lain. Yaitu testisnya belum turun ke posisi kemaluannya. Dan kami telah memusyawarakan dengan dokter terkait dengan tempat (keluar) kencingnya. Dan beliau meminta kita untuk menungguhnya sampai anak berumur Sembilan bulan. Apakah kami dibolehkan menangguhnya?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Kalau disana ada keperluan mendesak (darurat) yang menghalangi berkhitan anak ini, pada waktu yang ditentukan secara agama. Maka dibolehkan mengakhirkannya berdasarkan firman Allah Azza Wajallah:

ولا تقتلوا أنفسكم إن الله كان بكم رحيماً  (سورة النساء: 29)

“Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisa: 29)

Dan Firman Allah, “Allah tidak membebani jiwa kecuali sesuai dengan kemampuannya.” QS. Al-Baqarah: 286.

Sabda Nabi sallallahu’alaihi wa sallam:

إذا أمرتكم بأمر فأتوا منه ما استطعتم (رواه البخاري، رقم  6858  ومسلم، رقم  1337 )

“Jika saya perintahkan kepada kamu semua, maka lakukan sesuai dengan kemampuan anda semua.”  (HR. Bukhari, no. 6858 dan Muslim, no. 1337).

Serta kaidah, “Bahaya mendesak dapat membolehkan sesuatu yang dilarang”

Khitan, biasanya tidak ada dampak bahanya. Maka perlu meminta saran ke dokter. Jika dokter mengetahui ada yang menghalangi khitan karena ada sebab yang benar-benar berpangaruh. Maka tidak mengapa, tidak berkhitan (terlebih dahulu) sampai dia kuat dan mampu.

Di antara yang dapat menggugurkan khitan adalah lemahnya bayi. Tidak mampu menanggungnya dan dikhawatirkan merusak. Jika kelemahan ini terus menerus, hal ini menjadi uzur meninggalkan (khitan). Karena paling tinggi pendapatnya adalah suatu kewajiban yang dapat gugur karena lemah seperti kewajiban-kewajiban lainnya.

Dalam Syarh Al-hidayah dikatakan, “Dilarangnya hal ini ada kemiripan yang banyak. Seperti diantaranya mandi dengan air dingin pada cuaca yang sangat dingin dan adanya penyakit. Puasanya orang sakit yang dikhawatirkan berbahaya dengan puasanya. Melakukan had (hukuman) kepada orang sakit dan hamil, dan semacamnya. Semua alasan ini, dapat menghalangi melakukan suatu amalan, sebagaimana gugur kewajibannya.”

Wallahua’lam .

Refrensi: (Al-Khitan, Abu Bakar Abdur Rozaq, hal. 144)