Alhamdulillah.
Bahwa bacaan Al-Fatihah adalah rukun shalat bagi setiap orang yang shalat, baik bagi imam, makmum dan munfarid (orang yang shalat sendiri). Baik dalam shalat jahriyah (bacaan keras) amupun sirriyah (bacaan pelan). Hal tersebut telah dijelaskan pada soal jawab, 10995. Dalil akan hal itu adalah apa yang diriwayatkan oleh Bukhari, 756 dari Ubadah bin Shamit radhiallahu ’anhu, sesungguhnya Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
لا صَلاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ
“Tidak sah shalat bagi orang yang tidak membaca Fatihatul Kitab (surat AL-Fatihah)”. (Silakan lihat di Majmu, 3/283-285)
Tidak gugur Al-Fatihah bagi makmum kecuali di dua kondisi.
Pertama, ketika mendapati imam dalam kondisi ruku', lalu dia ruku' bersamanya. Maka dia mendapatkan satu rakaat meskipun dia tidak membaca Al-Fatihah. Yang menunjukkan akan hal itu adalah hadits Abu Bakrah radhiallahu anhu bahwa beliau berjalan untuk bergabung dalam barisan (shaf) shalat Nabi sallallahu’alaihi wa sallam yang dalam kondisi ruku', sementara dia sendiri telah ruku' sebelum sampai ke shaf. Ketika hal itu disampaikan kepada Nabi sallallahu’alaihi wa sallam, beliau bersabda:
زَادَكَ اللَّهُ حِرْصًا وَلا تَعُدْ
"Semoga Allah menambah semangat anda, tapi jangan anda ulangi (perbuatan tersebut).” (HR. Bukhari, no. 783)
Dari dalil ini dipahami bahwa kalau saja mendapatkan ruku' beserta imam tidak dianggap (satu rakaat), maka Nabi sallallahu’alaihi wa sallam akan memerintahkannya untuk mengqadha’ rakaat yang tidak mendapatkan bacaan (Al-Fatihah) di dalamnya. Akan tetapi tidak ada riwayat yang menerangkan hal tersebut (perintah tersebut). Hal itu menunjukkan bahwa siapa mendapatkan ruku'nya (imam), maka dia telah mendapatkan (satu) rakaat. (Silakan merujuk Silsilah Al-Ahadits As-Shahihah, 230)
Kedua, yang menggugurkan Fatihah bagi makmum adalah, kalau dia masuk bersama imam dalam shalat sebelum ruku', namun tidak memungkinkan baginya menyempurnakan membaca Al-Fatihah. Maka dia ruku' bersama (imam) dan tidak (perlu) menyempurnakan Al-Fatihah. Dia tetap dianggap mendapatkan satu rakaat.
Syairazi rahimahullah berkata dalam kitab ‘Al-Muhadzab’: “Kalau dia mendapatkan (imam) sedang berdiri, namun dia khawatir tidak sempat membacaan (Al-Fatihah), maka hendaknya dia tinggalkan doa istiftah dan menyibukkan diri dengan membaca (Fatihah). Karena membaca Al-Fatihah adalah wajib, maka jangan diganggu dengan yang sunnah. Kalau dia baru membaca sebagian Fatihah, namun imam sudah ruku', maka ada dua pendapat; Salah satunya adalah dia ruku' dan meninggalkan bacaan (Fatihah) karena mengikuti imam sangat diperintahkan. Oleh karena itu, kalau dia mendapati (imam) telah ruku' maka gugur baginya kewajiban baca (Fatihah). Yang kedua, dia harus menyempurnakan Al-Fatihah, karena dia telah mulai membaca sebagiannya, maka dia harus menyempurnakannya.” (Al-Majmu’, 4/109)
Syekh Ibnu Baz rahimahullah ditanya:
“Kalau saya masuk shalat sebelum ruku', apakah saya mulai membaca Al-Fatihah atau membaca doa istiftah? Kalau imam ruku' sebelum saya selesai membaca Al-Fatihah, apa yang (harus) saya lakukan?
Beliau menjawab:
”Bacaan istiftah sunnah, dan bacaan Al-Fatihah wajib untuk makmum menurut pendapat terkuat di antara kalangan ahli ilmu. Kalau anda khawatir tidak sempat membaca Al-Fatihah, maka mulailah membacanya, namun ketika imam ruku sebelum anda menyelesaikannya, maka ruku'lah bersama (imam), dan ketika itu gugur bagi anda sisa (bacaannya) berdasarkan sabda Nabi sallallahu’alaihi wa sallam:
إِنَّمَا جُعِلَ اْلإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ ، فَلاَ تَخْتَلِفُوا عَلَيْهِ ، فَإِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوا ، وَإِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوا. (متفق عليه)
“Sesungguhnya dijadikan Imam agar diikutinya, maka janganlah anda semua menyalahinya. Kalau takbir, maka takbirlah kamu semua dan ketika ruku', maka ruku'lah kamu semua." (Muttafaq alaih)
(Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 11/143-244)
Al-Lajnah Ad-Daimah ditanya:
”Kalau seorang yang shalat mendapatkan jama’ah saat imam sedang membaca Al-Qur’an setelah Al-Fatihah dalam shalat jahriyah, seperti shalat Magrib. Apakah dia harus embaca Al-Fatihah atau tidak membacanya? Kalau dia mendapatkan imam sedang berdiri, kemudian ketika dia baru saja membaca ‘Alhamdulillahi rabbil ‘alamin’, lalu imam takbir (untuk ruku'). Apakah dia (mengikuti) ruku' atau menyempurnakan bacaannya?
Mereka menjawab:
”Bacaan Al-Fatihah dalam shalat adalah wajib bagi imam, munfarid (shalat sendirian) dan makmum. Baik dalam shalat sirriyyah (shalat bacaan pelan) atau jahriyah (bacaan keras). Berdasarkan keumuman dalil perintah membaca Al-Fatihah dalam shalat. Siapa yang datang shalat jama’ah dan takbir bersama imam, dia diharuskan membacanya. Kalau imam ruku' sebelum dia menyempurnakan (Al-Fatihah), maka diharuskan untuk mengikutinya, dan dianggap baginya mendapatkan rakaat tersebut. Maka, sebagaimana seseorang mendapatkan imam dalam dalam kondisi ruku' secara sempurna, diterima pula baginya apabila mendapatkan sebagian ruku' bersama imam. Hal ini menurut pendapat yang kuat dari para ulama. Kewajiban membaca Al-Fatihah baginya gugur, karena tidak memungkinkan baginya untuk membacanya, berdasarkan hadits Abu Bakrah yang terkenal dan yang diriwayatkan dalam shahih Bukhari.” (Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 6/387)
Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah juga ditanya tentang makmum yang masuk shalat setelah imam selesai takbiratul ihram dan membaca Al-Fatihah. Kemudian dia memulai membaca Al-Fatihah, akan tetapi imamnya ruku'. Apakah makmum ikut ruku' atau menyempurnakan bacaan Al-Fatihah?
Beliau menjawab: “Kalau makmum masuk (shalat) sementara imam ingin ruku', dan tidak memungkinkan bagi makmum untuk membaca Al-Fatihah. Kalau tinggal satu ayat atau semisalnya dan masih mungkin baginya menyempurnakannya, maka dia sempurnakan dahulu, lalu menyusul imam ruku', hal ini baik. Tapi Kalau masih tersisa banyak ayat, yang kalau dia baca seluruhnya tidak akan mendapatkan ruku' nya imam, maka dia ruku' bersama imam meskipun tidak menyempurnakan Al-Fatihah."
(Majmu’ Fatawa Ibnu Utsaimin, 15/106, dan silahkan melihat As-Syarkhu Al-Mumti’, 3/242-248).