Alhamdulillah.
Pertama:
Para ahli fiqih (fuqoha) rahimahumullah telah menyebutkan sebagian perkara yang menyebabkan salah satu pihak dari suami isteri boleh menuntut pembatalan pernikahan. Di antara yang mereka sebutkan adalah, pembatalan karena cacat. Maksudnya dibolehkannya permintaan pembatalan pernikahan dari pihak suami atau isteri jika salah satunya mendapatkan cacat pada pasangannya.
Disebutkan dalam kitab Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyyah, 29/68
"Para ulama sepakat dibolehkannya memisahkan keduanya karena terdapatnya cacat."
Namun tidak semua cacat yang didapatkan salah satu pasangan membolehkan mereka menuntut pembatalan pernikahan. Akan tetapi batasannya adalah, 'Cacat yang dapat menghilangkan tujuan pernikahan seperti tujuan untuk memenuhi syahwat, kasih sayang, ketenangan, keturunan dan semacamnya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiah dalam kitab 'Al-Ikhtiyarat', hal. 222, 'Seorang wanita dapat menolak (meminta pembatalan pernikahan) atas setiap cacat yang dapat menghalangi kesempurnaan penyaluran syahwat biologis."
Ibnu Qoyim berkata, "Qiyas menunjukkan bahwa semua cacat yang menghalangi seseorang dari pasangannya, dan tidak tercapainya tujuan pernikahan seperti kasih sayang, membolehkannya untuk memilih (antara meneruskan dan membatalkan pernikahan)"
Syikh Ibnu Utsaiman berkata:
"Yang benar adalah bahwa masalah itu memiliki batasan, yaitu sesuatu yang dapat menghilangkan kesempurnaan penyaluran syahwat biologis, atau sesuatu yang dapat menghilangkan tujuan pernikahan secara mutlak. Cacat dalam pernikahan, seperti cacat dalam jual beli, karena padanya terdapat cacat yang dapat menghilangkan tujuan akad secara mutlak."
Kedua:
Pernikahan seorang laki-laki dengan isteri lainnya bukan merupakan cacat yang membolehkan dibatalkannya pernikahan karenanya. Karena seorang laki-laki boleh menikah dengan dua, tiga dan empat wanita. Dia tidak boleh menuntut pembatalan pernikahan jika sang suami bersikap adil.
Syekh Ibnu Jibrin ditanya;
Apakah disyaratkan demi sahnya pernikahan seorang laki-laki memberitahu wanita yang hendak dia nikahi bahwa dirinya telah menikah dengan wanita lain jika dia tidak menanyakan hal tersebut? Apa konsekwensi jika dia mengingkarinya apabila ditanya?
Beliau menjawab:
"Tidak harus seorang laki-laki memberitahu isterinya atau keluarganya bahwa dirinya telah berkeluarga jika mereka tidak menanyakannya. Akan tetapi umumnya masalah ini tidak dapat disembunyikan. Karena pernikahan tidak sempurna kecuali setelah itu kedua pasangan saling ingin mengetahui jatidiri pasangannya dan berusaha mewujudkan kebaikan bagi keduanya. Akan tetapi dia tidak boleh menyembunyikan sesuatu yang sebenarnya terjadi. Apabila satu satu pasangan berdusta dan dengan dusta tersebut pasangannya menyetujui akad, maka ketika itu dia boleh memilih (antara meneruskan atau membatalkan pernikahan). Jika seorang laki-laki mengatakan bahwa dia belum menikah, namun dia berdusta dalam hal tersebut, maka sang isteri boleh memilih. Jika diinformasikan (oleh keluarga isteri) bahwa calonnya adalah gadis, padahal dia adalah janda, maka bagi suami boleh memilih untuk melanjutkan pernikahan atau membatalkannya."
Fawa'id wa Fatawa Tahummul Mar'ah Al-Muslimah.