Kamis 27 Jumadil Ula 1446 - 28 November 2024
Indonesian

Dalil-dalil Akan Kewajiban Shalat Berjamaah Di Masjid

Pertanyaan

Saya orang Islam baru dan saya ingin mengetahui apakah yang lebih utama bagi orang Islam ketika menunaikan shalat wajib di masjid dan apa dalil akan hal itu?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama:

Kami memuji kepada Allah subahanhu wata’ala yang telah menetapkan hidayah kepada anda dengan masuk ke agama Islam. Hal ini termasuk suatu kenikmatan nan agung yang mengharuskan untuk memuji dan bersyukur kepada-Nya.

Kedua:

Harus diketahui oleh seorang muslim, bahwa shalat adalah termasuk pilar Islam amaliyah yang paling agung. Ia termasuk pembatas antara seorang muslim dan orang kafir, sebagaimana yang ada dalam hadits Jabir radhiallah’anha berkata, saya mendengar Rasulullah sallallahu’aliahi wa sallam bersabda:

بين الرجل وبين الشرك والكفر ترك الصلاة رواه مسلم (82)

“(Pemisah) antara seseorang dengan kesyirikan dan kekufuran adalah meninggalkan shalat. HR. Muslim, 82.

Ketiga:

Para ulama’ fikih rahimahumullah berbeda pendapat terkait dengan hukum shalat berjamaah menjadi beberapa pendapat.

Yang paling kuat adalah bahwa shalat berjamaah itu termasuk suatu kewajiban, dan hal itu ditunjukkan dengan berbagai dalil syar’iyyah. Dan ini adalah pendapat ‘Atho’ bin Abi Rabah, Hasan Al-Basri, Al-Auza’, Abu Tsaur dan Imam Ahmad yang nampak dalam mazhabnya, begitu juga ditegaskan oleh Imam Syafi’I di kitab ‘Mukhtasor Al-Muzani’ seraya berkata,”Sementara shalat jamaah, saya tidak memberikan keringan untuk meninggalkannya kecuali kalau ada uzur (alasan syar’i). dan ini juga pilihan Syekh Ibnu Baz dan Syekh Ibnu Utsaimin rahimahumallah.

Sementara dalil akan kewajibannya adalah berikut ini:

  1. Firman Allah ta’ala:

وإذا كنت فيهم فأقمت لهم الصلاة فلتقم طائفة منهم معك وليأخذوا أسلحتهم فإذا سجدوا فليكونوا من ورائكم ولتأت طائفة أخرى لم يصلوا فليصلوا معك

النساء / 102

“Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka denganmu.” QS. An-Nisa’: 102

Ibnu Al-Munzdzir mengatakan,”Perintah Allah menunaikan shalat berjamaah dalam kondisi ketakutan, hal itu menjadi dalil bahwa kalau dalam kondisi aman, maka lebih diwajibkan lagi. (Al-Ausath, (4/135).

Ibnu Qoyyim rahimahullah mengatakan,”Sisi pengambilan dalil dari ayat dari berbagai sisi: salah satunya adalah, perintah Allah Subhanahu wata’ala kepada mereka agar menunaikan shalat berjamaah kemudian diulangi lagi perintah ini oleh Allah kedua kalinya untuk kelompok kedua dalam firman-Nya, “dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka denganmu.” QS. An-Nisa’: 102.

Dalam hal ini merupakan dalil bahwa shalat berjamaah itu diwajibkan kepada setiap individu, dimana Allah Subhanhu tidak menggugurkan untuk kelompok kedua dengan dikerjakannya kelompok pertama. Kalau sekiranya shalat berjamaah itu sunnah, maka lebih utama mendapatkan alasan untuk menggugurkanya dengan adanya alasan ketakutan. Dan kalau sekiranya ia itu fardhu kifayah, maka (shalat berjamaah) itu bisa gugur dengan dilakukannya oleh kelompok pertama. Maka dalam ayat itu ada dalil akan kewajiban (shalat berjamaah) itu diwajibkan kepada setiap individu. Maka ini adalah tiga sisi, pertama kali adalah perintah Allah atasnya, kemudian diperintahkan kedua kali. Dan tidak diberi keringanan kepada mereka meninggalkannya dalam kondisi ketakutan. (As-Shalah wa hukmu tarkiha, hal. 137, 138).

  1. Allah berfirman:

 

وأقيموا الصلاة وآتوا الزكاة واركعوا مع الراكعين

البقرة / 43

“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'. QS. Al-Baqarah: 43.

Sisi pengambilan dalil dalam ayat adalah, bahwa Allah subhanahu memerintahkan mereka untuk ruku’ yaitu shalat, diungkapkan dengan ruku’ karena ia termasuk diantara rukun shalat. Dan shalat diungkapkan dengan rukun-rukun dan kewajibannya sebagaimana Allah Subhanuhu memberikan nama dengan sujud, Qur’an dan tasbih. Dan firman Allah ‘Beserta orang-orang yang ruku’’ pasti ada faedah lainnya, bahwa pelaksanaannya tiada lain kecuali dengan berjamaah bersama orang-orang yang shalat.  Dan kebersamaan itu memberikan manfaat tentang hal itu. Kalau telah ada ketetapan bahwa perintah ini terikat dengan sifat dan kondisi (seperti ini), maka suatu perintah itu tidak dikatakan telah menunaikannya kecuali dengan melakukan dengan sifat dan kondisi seperti itu. Kalau dikatakan, hal ini batal dengan firman Allah ta’ala: 

يا مريم اقنتي لربك واسجدي واركعي مع الراكعين

آل عمران / 43

“Hai Maryam, taatlah kepada Tuhanmu, sujud dan ruku'lah bersama orang-orang yang ruku' QS. Ali Imran: 43

Dan wanita itu tidak diwajibkan menghadiri shalat berjamaah. Dikatakan,”Bahwa ayat tersebut tidak mencakup perintah akan hal itu untuk setiap wanita, akan tetapi dikhususkan untuk Maryam sendiri yang diperintahkannya. Berbeda dengan firman-Nya  ‘sujud dan ruku'lah bersama orang-orang yang ruku' QS. Ali Imran: 43

Sementara Maryam mempunyai kekhususan tersendiri yang tidak ada pada wanita lainnya. Sesungguhnya ibunya telah bernazar agar dia dibebaskan untuk Allah dan untuk beribadah kepada-Nya serta berdiam diri dalam masjid. Dan hal itu tidak pernah lepas (dari masjid). Maka (Allah) memerintahkan agar ruku’ bersama orang-orang. Ketika Allah memilihnya dan mensucikan diantara para wanita seluruh alam. Maka (Allah) perintahkan kepadanya dengan perintah khusus dibandingkan dengan para wanita lainnya. Maka Allah berfirman:

وإذ قالت الملائكة يا مريم إن الله اصطفاك وطهرك واصطفاك على نساء العالمين يا مريم اقنتي لربك واسجدي واركعي مع الراكعين

آل عمران / 42 و 43

“Dan (ingatlah) ketika Malaikat (Jibril) berkata: "Hai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilih kamu, mensucikan kamu dan melebihkan kamu atas segala wanita di dunia (yang semasa dengan kamu). Hai Maryam, taatlah kepada Tuhanmu, sujud dan ruku'lah bersama orang-orang yang ruku'. QS. Ali Imron: 42, 43.

Kalau dikatakan,”Keberadaan mereka diperintahkan melakukan rukuk bersama orang-orang yang rukuk hal itu tidak menunjukkan akan kewajiban rukuk bersama mereka ketika dalam kondisi rukuk mereka. Akan tetapi hal itu menunjukkan untuk melakukan seperti apa yang mereka lakukan. Seperti dalam firman Ta’ala:

يا أيها الذين آمنوا اتقوا الله وكونوا مع الصادقين التوبة / 119

“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.” QS. At-Taubah: 119

Maka kebersamaan itu mengandung kebersamaan dalam melakukan dan tidak harus menyamakan di dalamnya. Dikatakan,”Hakekat kebersamaan itu adalah membersamai setelahya dari apa yang sebelumnya. Dan kebersamaan ini memberikan manfaat perintah tambahan dibanding hanya sekedar kebersamaan saja. Apalagi dalam shalat, karena kalau dikatakan,”Tunaikan shalat berjamaah atau saya shalat bersama dengan jamaah. Hal itu tidak difahami kecuali berkumpulnya mereka dalam shalat. (As-Shalat wa Hukmu tarikiha, hal. 139-141.

  1. Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu sesungguhnya Rasulullah sallallahu’aliahi wa sallam bersabda:

والذي نفسي بيده لقد هممتُ أن آمر بحطبٍ فيحتطب ثم آمر بالصلاة فيؤذن لها ثم آمر رجلاً فيؤم الناس ، ثم أخالف إلى رجال فأحرق عليهم بيوتهم ، والذي نفسي بيده لو يعلم أحدهم أنه يجد عَرْقاً سميناً ، أو مِرْمَاتين حسنتين لشهد العشاء رواه  البخاري ( 618 ) ، ومسلم ( 651

Demi jiwaku yang berada di tangan-Nya, sungguh saya berkeinginan kuat untuk memerintahkan mengumpulkan kayu kemudian saya perintahan untuk shalat dan kemudian dikumandangkan azan, kemudian saya perintahkan seseorang untuk mengimami suatu kaum, kemudan saya menuju ke orang-orang dan membakar rumah-rumah mereka. Dan demi jiwaku berada di tangan-Nya. Kalau sekiranya salah satu diantara mereka mengetahui dia mendapatkan tulang penuh daging atau daging disela-sela kuku domba, pasti dia akan menghadiri shala isya’.

HR. Bukhori, (618) dan Muslim, (651).

Kata ‘عرق’ adalah tulang

Dan kata ‘مرماتين ‘ adalah Daging di sela-sela kuku domba.

Kata ‘والظّلف’ adalah kuku

Dari Abu Hurairah sesungguhnya Rasulullah sallallahu’alahi wa sallam bersabda:

إن اثقل الصلاة على المنافقين صلاة العشاء وصلاة الفجر ولو يعلمون ما فيهما لأتوهما ولو حبواً ولقد هممت أن آمر بالصلاة فتقام ثم آمر رجلاً يصلي بالناس ثم انطلق معي برجال معهم حزم من حطب إلى قوم لا يشهدون الصلاة فأحرق عليهم بيوتهم بالنار . رواه  البخاري ( 626 ) ، ومسلم ( 651".

“Sesungguhnya shalat yang paling berat bagi orang-orang munafik adalah shalat isya’ dan shalat subuh. kalau sekiranya mereka mengetahui (pahala) yang ada di dalamnya, maka mereka akan mendatanginya meskipun dengan merangkak. Sungguh saya bertekad untuk memerintahkan menunaikan shalat, kemudian ditunaikan. Kemudian saya memerintahkan sesorang untuk shalat dengan orang-orang sementara saya bersama orang-orang membawa seikat kayu bakar ke suatu kaum yang tidak mengahadiri shalat (berjamaah) dan saya akan membakar rumah-rumah mereka dengan api. HR. Bukhori, (626) dan Muslim, (651).

Ibnu Al-Mundzir mengatakan,”Perhatian beliau dengan membakar rumah-rumah mereka dengan api bagi orang yang meninggalkan shalat (berjamaah), adalah penjelasan yang paling terang akan kewajiban shalat berjamaah, dimana tidak diperbolehkan Rasulullah sallallahu’aliahi wa sallam membakar orang yang meninggalkan sesuatu yang sunah dan sesuatu yang tidak wajib. (Al-Ausath, 4/134).

As-Shon’ani rahimahullah mengatakan,”Hadits ini menunjukkan akan kewajiban shalat berjamaah kepada setiap individu (Ain) bukan fardu kifayah, dimana sebagian lainnya telah menunaikannya dan tidak layak mendapatkan hukuman. Dan tidak ada hukuman kecuali ketika meninggalkan kewajiban atau melakukan sesuatu yang diharamkan. (Subulus salam, 2/19, 19).

  1. Dari Abu Hurairah berkata, ada orang buta mendatangi Nabi sallallahu’alaihi wa sallam (beliau adalah Ibnu Ummi Maktum) dan bertanya,”Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya tidak mempunyai orang  yang menuntunku ke Masjid, dan beliau meminta Rasulullah agar diberi keringanan menunaikan shalat di rumahnya, maka beliau memberikan keringanan untuknya. Ketika berpaling, beliau memanggilnya seraya bertanya,”Apakah kamu mendengarkan adzan shalat?. Beliau menjawab,”Ya, maka beliau mengatakan,”Maka jawablah. Sementara teksnya Abu Daud, (552) dan Ibnu Majah, (792),(Saya tidak mendapatkan keringanan untukmu). Hadits ini dikomentari oleh Imam Nawawi,”Sanadnya shoheh atau hasan. (Al-Majmu’, 4/164).

Ibnu Al-Mundzir mengatakan,”Kalau orang buta tidak mendapatkan keringanan, apalagi orang yang normal (bisa melihat) maka lebih layak lagi untuk tidak mendapatkan keringanan untuknya. (Al-Ausath, 4/134).

Ibnu Al-Qudamah mengatakan,”Kalau orang buta yang tidak mempunyai penuntun tidak mendapatkan keringanan, maka yang lainnya itu lebih utama lagi (untuk tidak mendapatkan keringanan). (Al-Mugni,2/3).

  1. Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu’anhu berkata:

من سرَّه أن يلقى الله غدا مسلما فليحافظ على هؤلاء الصلوات حيث يُنادى بهن فإنهن من سنن الهدى وإن الله شرع لنبيكم سنن الهدى وإنكم لو صليتم في بيوتكم كما يصلي هذا المتخلف في بيته لتركتم سنة نبيكم ولو أنكم تركتم سنة نبيكم لضللتم ، وما من رجل يتطهر فيحسن الطهور ثم يعمد إلى مسجد من هذه المساجد إلا كتب الله له بكل خطوة يخطوها حسنة ويرفعه بها درجة ويحط عنه بها سيئة ، ولقد رأيتنا وما يتخلف عنها إلا منافق معلوم النفاق ولقد كان الرجل يؤتى يهادي بين الرجلين حتى يقام في الصف .

وفي لفظ ، قال : إن رسول الله صلى الله عليه وسلم علَّمَنا سنن الهدى ، وإن من سنن الهدى الصلاة في المسجد الذي يؤذن فيه. رواه مسلم ( 654)

“Siapa yang senang bertema dengan Allah besok dalam kondisi menjadi orang Islam, hendaknya dia menjaga shalat lima waktu ketika ada panggilan. Karena ia termasuk sunnah petunjuk. Sesungguhnya Allah mensyareatkan kepada Nabi kalian sunnah petunjuk. Dan sesungguhnya kalau sekiranya kalian shalat di rumah-rumah kalian, sebagaimana orang yang meninggalkan shalat ini di rumahnya, maka kalian telah meninggalkan sunnah nabi kalian. Kalau kalian meninggalkan sunah nabi kalian, maka kaliau akan tersesesat. Dan tidaklah seseorang bersuci dan memperbaiki bersucinya kemudian sengaja pergi ke masjid diantara masjid-masjid ini, kecuali Allah akan catatkan untuknya pada setiap langkahnya satu kebaikan yang dapat mengangkat derajatnya dan menghapuskan satu kejelekan. Sungguh kami telah melihatnya tidak ada yang meninggalkan (shalat berjamaah) kecuali orang munafiq yang jelas akan kemunafikannya. Dahulu ada seseorang didatangkan di papah dua orang sampai diberdirikan diantara shaf. Dalam redaksi lain berkata,”Sesungguhnya Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam telah mengajarkan kepada kami sunnah petunjuk. Dan diantara sunnah petunjuk adalah shalat di masjid yang telah dikumandangkan adzan di dalamnya. HR. Muslim, 654.

Ibnu Qoyyim rahimahullah mengatakan,”Sisi pengambilan dalilnya adalah bahwa beliau menjadikan orang yang meninggalan shalat berjamaah diantara tanda-tanda orang munafiq yang jelas akan kenifakannya. Dan alamat kemunafikan itu tidak dengan meninggalkan yang sunah atau melakukan yang makruh. Siapa yang mendalami dengan bagus tentang tanda-tanda kemunafikan dalam sunnah (hadits), akan didapati kemungkinan meninggalkan sesuatu yang wajib atau melakukan sesuatu yang haram. Pengertian ini dikuatkan dengan sabda Nabi,” Siapa yang senang bertemu dengan Allah besok dalam kondisi menjadi orang Islam, hendaknya dia menjaga shalat lima waktu ketika ada panggilan. Dan orang yang meninggalkan shalat (berjamaah) dan dia shalat di rumahnya dinamakan orang yang meninggalkan sunnah Nabi yaitu metode (jalan) Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam dimana itu adalah syareatnya yang disyareatkan untuk umatnya. Maksudnya bukan sunnah siapa yang mau melakukan dilakukan dan siapa yang ingin meninggalkan ditinggalkan. Karena meninggalkannya tidak termasuk kesesatan. Dan juga tidak termasuk tanda-tanda kenifakan seperti meninggalkan shalat Dhuha, Qiyamul lail dan puasa senin dan kamis. (As-Shalat wa Hukmu Tarikuha, Hal. 146, 147)

  1. Ijma’ para Shahabat. Ibnu Qoyyim mengatakan,”Ijma’ para shahabat radhialahu’anhum, dan kami akan sebutkan nash-nash mereka. Telah disebutkan perkataan Ibnu Mas’ud radhiallahu’anhu,”Sungguh kami telah melihat tidak ada yang meninggalkan (shalat berjamaah) kecuali dia adalah orang munafik yang jelas akan kenifakannya. Dan dari Ibnu Mas’ud radhiallahu’anhu berkata,”Siapa yang mendengarkan panggilan (Adzan) dan dia tidak menjawabnya tanpa ada alasan, maka tidak ada shalat baginya. Dan dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiallahu’anhu berkata,”Siapa yang mendengar adzan dan tidak menjawabnya tanpa ada alasan, maka tidak ada shalat baginya. Dan dari Ali radhiallahu’anhu berkata,”Tidak (sempurna) shalat tetangga masjid kecuali di dalam masjid. Dikatakan,”Siapakah tetangga masjid itu? Beliau menjawab,”Siapa yang mendengarkan panggilan adzan. Dan dari Hasan bin Ali radhiallahu’anhu berkata,”Siapa yang mendengarkan adzan, dan dia tidak mendatanginya, maka shalatnya tidak akan sampai di kepalanya kecuali ada uzur (alasan syar’i). dan dari Ali radhillahu’nhu berkata,”Siapa yang mendengar adzan dari tetangga masjid, sementara dia dalam kondisi sehat tanpa ada uzur, maka tidak ada shalat baginya. (As-Shalat wa hukumu tarikuha, hal. 153). Dalil-dalil banyak sekali, dan kami cukupkan diatas tadi, memungkinan untuk kembali ke kitab karangan Ibnu Al-Qoyyim, ‘As-Shalat wa hukumu tarikuha’ di dalamnya banyak tambahan dan faedah-faedah. Dan syekh Ibnu Baz ada pamflet yang bermanfaat dengan judul ‘Wujub adais shalat fi jamaah (kewajiban menunaikan shalat secara berjamaah).

Wallahua’lam.

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam