Kami memohon donasi dengan suka rela untuk mendukung situs ini, agar situs anda -islamqa.info – berkelanjutan dalam melayani Islam dan umat Islam insyaallah
Saya tinggal di Jerman. Saya ingin memberangkatkan ibu saya untuk pergi haji. Karena di negeri saya salah satu Negara Arab, visa haji didapat melalui undian. Maka agar saya mendapatkan visa untuk ibu saya dari kedutaan Arab Saudi, saya diminta menyerahkan uang sebanyak 300 Euro karena ibu saya tidak menetap di Jerman. Uang itu tidak masuk ke kas kedutaan, akan tetapi masuk ke kantong pegawai yang akan mengusahakan visa untuk ibu saya. Apakah hal itu termasuk sogokan atau ongkos jasa?
Alhamdulillah.
Jika harta itu diberikan kepada pegawai, namun tidak masuk ke kas kedutaan, maka dia termasuk sogokan. Hadiah bagi pegawai diharamkan yang apabila diambil pegawai tersebut menjadi harta haram. Akan tetapi, jika dia tidak mungkin mengeluarkan visa tersebut kecuali dengan membayar sejumlah harta itu, maka tidak mengapa insya Allah dan dosa kembali kepadanya.
Para ahli fiqih memberikan pengecualian dari sogokan yang diharamkan apabila uang yang diberikan seseorang bertujuan untuk mendapatkan haknya. Maka ketika itu diharamkan orang yang mengambil bukan yang memberi.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiah rahimahullah berkata, “Adapun jika dia memberikan hadiah kepadanya karena kezalimannya atau agar orang itu memberikan haknya yang wajib, maka hadiah itu haram bagi yang mengambilnya dan boleh bagi yang memberikannya, sebagaimana dahulu Nabi bersabda,
“Sungguh aku akan memberi salah seorang di antara kalian sebuah pemberian yang dengan itu keluar api darinya.” Lalu ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah, mengapa engkau memberi mereka?” Beliau menjawab, “Mereka selalu meminta-minta kepadaku dan Allah tidak ingin aku menjadi bakhil”
(Al-Fatawa Al-Kubra, 4/174)
Taqiyuddin As-Subki rahimahullah berkata, “Yang dimaksud risywah (sogokan) yang kami sebutkan adalah pemberian yang diberikan untuk menolak yang hak atau mendapatkan kebatilan. Adapun jika diberikan untuk mendapatkan hukum yang hak, maka keharaman berlaku bagi yang mengambilnya. Adapun yang tidak memberinya, jika dia tidak mampu meraih haknya kecuali dengan (pemberian) itu, maka hal itu dibolehkan, namun jika dia mampu meraihnya tanpa memberikan pemberian, maka tidak boleh (dia memberi sogokan). Demi pula pemberian untuk mendapatkan jabatan dan kedudukan, diharamkan bagi yang mengambilnya secara mutlak, adapun sang pemberi, terdapat rinciannya sebagaimana kami jelaskan. (Fatawa As-Subki,
Tambahan rincian, perhatikan soal no. 72268
Wallahua’lam.