Jum'ah 21 Jumadil Ula 1446 - 22 November 2024
Indonesian

Hikmahnya Disyari’atkan Bersuci Dalam Islam

118037

Tanggal Tayang : 20-01-2024

Penampilan-penampilan : 1401

Pertanyaan

Apa itu arti dari bersuci untuk menjawab ahli kitab dalam hal ini ?, dan kenapa kita bersuci dalam shalat ?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama:

Barang siapa yang mengetahui apa yang telah dibawa oleh syari’at Islam yang kekal, tidak menjadi masalah dengan apa yang telah diperintahkan dan apa yang telah dilarang di dalamnya; karena pengetahuaanya akan menghalanginya untuk merasa bingung untuk menemukan hikmahnya, dan melihat sebabnya, dan kami tidak melihat seperti masalah ini, kecuali dari orang yang tidak mengenali agama yang agung ini.

Dan kalau saja seseorang tidak percaya kepada dokter manusia dengan tingkat kepercayaan yang mutlak, kemudian dokter tersebut hadir dengan program kesehatan dan pencegahan, maka anda akan melihat orang yang percaya pada dokter tersebut berserah kepadanya, dan menuruti perintahnya, dan semuanya terpercaya bahwa tidaklah apa yang telah ia katakan ini, kecuali karena berdasarkan pengalaman dan percobaan, dan tidak mendapatkannya berhenti dan berfikir sampai ia tahu kenapa ia berkata begini, dan kenapa ia melarang itu ?

Dan Allah mempunyai sifat Yang Maha Tinggi, karena kepercayaan kita kepada Rabb Ta’ala kita, tidak mungkin membandingkannya dengan kepercayaan orang tersebut kepada dokter tersebut pula, dan bagaimana ini, dan peluang untuk membandingkan antara Tuhan dengan manusia, dan antara Sang Pencipta dengan makhluk.

Dan apa yang membenarkan hal ini adalah apa yang telah dikatakan oleh Ibnul Qayyim –rahimahullah- di akhir pembahasannya tentang hikmah disyari’atkannya bersuci, beliau berkata:

“Jika Hippocrates dan sejenisnya merekomendasikan hal seperti itu (pemurnian), para pengikutnya akan mematuhinya dan mereka akan menghormatinya dan menunjukkan rasa hormat yang besar kepadanya (karena nasihat ini), dan mereka akan berusaha mencari tahu tujuan di baliknya. itu, dan sebutkanlah sebanyak-banyaknya manfaatnya.”. (Syifa’ Al ‘Aliil: 230)

Kedua:

Adapun secara khusus hikmah dari disyari’atkannya bersuci adalah banyak sekali, maksud kami dari bersuci ini adalah; menghilangkan kotoran dan najis, berwudhu’, mandi, dan di antara hikmahnya adalah:

  1. Bahwa bersuci ini sesuai dengan fitrah yang telah Allah titipkan fitrah tersebut kepada manusia, dan tidak diragukan lagi bahwa Islam adalah agama fitrah, dan bahwa telah ada perintah bahwa “sunnatul fitrah” untuk menguatkan perbuatan apa yang dilakukan darinya, dan menjauhi apa yang ditinggalkan darinya. Maka membasuh muka, membersihkan hidung, mulut, kedua tangan dan begitu juga dengan mandi dan istinja’, semua itu tidak membutuhkan syari’at untuk menetapkannya, namun cukup manusia itu menjadi sehat fitrahnya, untuk membersihkan anggota tubuhnya, dan bersungguh-sungguh menjauhi kotoran dan najis.
  2. Islam adalah agama kebersihan, keindahan, dan bersungguh-sungguh agar pengikutnya menjadi tanda berbeda dengan kebanyakan manusia, mereka membersihkan badan mereka, merapikan rambutnya, mengenakan pakaian terbaiknya, sehingga semerbak bau wewangian darinya, orang seperti mereka itu tidak diragukan lagi, termasuk tempat kekaguman orang-orang. Hal itu menjadikan keberhasilan dakwah mereka kepada agama nan mulya ini.  Sebagaimana orang-orang itu condong kepada kebersihan pada tubuh dan bajunya, maka akan bisa menjauh dari kekotoran dan kekumalan dari baju dan badannya. Dan hal itu bukan termasuk dari Islam sedikitpun.
  3. Telah ada penelitian secara ilmiyah modern dan orisinal yang menetapkan bahwa kebersihan itu dapat menjaga pelakunya dari banyak penyakit. Dan kekotoran itu menjadi sebab terjadinya banyak penyakit. Bagaimana (mungkin) agama nan agung ini bahwa dalam syareat tidak memberikan saham dalam prefentif dari berbagai macam penyakit, dan menahan terjadinya penyakit dan penyebarannya?
  4. Seorang muslim dengan Tuhanya terjadi banyak pertemuan untuk bermunajat, dan orang yang berdiri diantara Ketua atau Raja atau orang yang agung, maka  dia akan menjaga – sebagaimana yang nampak – kebersihan badan, baju dan wangi baunya.  Dan orang-orang sangat menjaga hal ini dengan sesama manusia, dan dalam Islam tidak ada yang melarang akan hal itu, bahkan hal itu adalah termasuk petunjuk Nabi kita Muhammad sallallahu’alaihi wa sallam. Dimana beliau berhias ketika ada utusan. Lebih dari itu, bahwa sesuatu yang lebih agung untuk berhias, dan yang lebih agung untuk menjaga kebersihan badan dan bajunya adalah kita diantara-Nya –yaitu Allah ta’ala – oleh karena itu jangan heran, ketika kita melakukan hal itu diantara Allah ta’ala. Orang-orang  sangat menjadi seperti ini atau lebih agung lagi. Berada diantara makhluk sepertinya. Bagaimana selayaknya kondisinya di depan Allah. sesungguhnya Allah itu lebih berhak untuk berhias daripada manusia. Sebagaimana  perkataan Ibnu Umar radhiallahu’ahuma. Silahkan melhat ‘Shoheh Ibnu Huzaiman, (766).
  5. Siapa yang merenungkan hukum syareat, dan Allah berikan rezki pemahaman, dia dapat membedakan antara cara bersuci dalam Islam. Bahwa disana ada hukum mandi dari janabat, bukan dari kencing –contohnya – dan disana perbedaan antara wudhu dan mandi. Ibnu Qoyyiim rahimahullah mengatakan,”Nabi sallallahu’alaihi wa sallam mewajibkan mandi dari mani bukan dari kencing: dan ini termasuk teragung dalam kebaikan syareat, dan apa yang terkandung di dalamnya dari rahmat, hikmah dan kemaslahatan. Karena sesungguhnya mani itu keluar dar seluruh badan, oleh karena itu Allah subhanahu wata’ala memberi nama (sulalah /saripati), karena ia mengalir dari seluruh tubuh. Sementara kalau kencing,ia adalah kelebihan dari makanan dan minuman. Yang terurai di lambung. Dan kandung kemih. Maka tubuh akan terpengaruh dengan keluarnya mani lebih besar dibandingkan dengan pengaruh keluarnya air seni. Begitu juga, bahwa mandi dari keluarnya mani itu paling bermanfaat untuk badan, hati dan ruh. Bahkan untuk semua ruh yang ada dalam badan. Maka ia akan kuat dengan mandi, dan mandi itu dapat menggantikan apa yang melebur dengan keluarnya mani, dan hal itu telah dikenal secara nyata. Begitu juga bahwa janabah itu mengharuskan berat dan kemalasan. Dan mandi itu bisa menjadikan dia semangat dan ringan. Oleh karena itu Abu Dzar mengatakan ketika beliau mandi dari janabah,”Seakan-akan saya melemparkan suatu beban. Secara umum, masalah ini diketahui oleh setiap orang yang mempunyai perasaan sehat, dan fitrah yang benar. Diketahui bahwa mandi dari janabah itu memperoleh kamaslahatan yang menjadikan sesuatu kebutuhan primer untuk tubuh dan hati. Disertai adanya kejadian (janabah itu) dapat menjauhkan hati dan ruh dari ruh-ruh yang baik. Kalau dia mandi maka yang jauh itu hilang. Oleh karena itu tidak hanya seorang saja dari kalangan para shahabat yang mengatakan,”Sesungguhnya seorang hamba kalau dia tidur, maka ruhnya itu akan naik, kalau dia dalam kondisi bersih, maka akan diberi izin untuk bersujud, kalau dia dalam kondisi junub, maka dia tidak diberi izin untuknya. Oleh karena itu Nabi sallallahu’alaihi wa sallam memerintahkan orang yang junub kalau dia tidur agar berwudhu. Para dokter yang mulia dengan tegas mengatakan,”Bahwa mandi setelah berhubungan badan itu mengembalikan kekuatan tubuh. Dan menggantikan apa yang yang telah mengurai darinya. Dan ia termasuk yang paling bermanfaat untuk tubuh dan ruh, dan meninggalkannya itu bisa merusaknya. Cukup kesaksian akal dan fitrah akan kebaikannya. Wabillahit taufiq.

Bahwa syari’ (pembuat syareat) kalau sekiranya mensyareatkan mandi dari kencing, maka hal itu termasuk sangat berat dan sangat kesulitan untuk umat ini dan dapat meniadakan akan hikmah Allah, dan rahmat-Nya. Serta kebaikan-Nya kepada makhluk-Nya. (I’lamul Muwaqi’in, (2/77, 78) silahkan melihat juga kitab ‘At-Tahrir wat Tanwiir, karangan at-Thohir Ibnu ‘Asyur, (5/65).

  1. Dalam Islam itu ada hubungan antara yang dhohir (nampak) dengan yang batin (tersembunyi). Siapa yang menjaga kebersihan badan dan pakaiannya dari kotoran dan najis, maka selayaknya dia juga lebih menjaga untuk kebersihan diri dan batinnya dari akhlak yang tercela. Siapa yang memperindah tubuh dan bajunya, maka itu termasuk tanda dari keindahan batinnya. Dan Islam tidak hanya menjaga keindahan penampilan tanpa memperhatikan sisi keindahan yang ada didalamnya (batin). Bahkan keduanya itu dibutuhkan. Kalau seseorang itu ada alasan tidak dapat mememnuhi keindahan sisi tampilannya, maka hal itu bukan menjadi alasan dengan meninggalkan keindahan yang ada di dalamnya (batin). Dan kedua kebersihan ini merupakan sebab untuk mendapatkan kecintaan Allah. Allah ta’ala berfirman:

إِنَّ الله يُحِبُّ التوابين وَيُحِبُّ المتطهرين

البقرة /222

“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” QS. Al-Baqarah: 222

  1. Kita akhiri dengan perkataan yang lengkap dari Imam Ibnu Qoyyim rahimahullah dimana beliau berkata,”Perhatikan pintu-pintu syareat, sarana dan tujuannya. Bagaimana anda dapatkan diiringi dengan hikmah yang dimaksudkan dan tujuan nan mulia yang karenanya disyareatkannya. Kalau tidak, maka manusia akan seperti binatang bahkan bisa lebih jelek lagi kondisinya. Berapa banyak hikmah dan manfaat (yang ada) dalam bersuci untuk hati dan tubuh serta meringankan hati juga membuat semangat anggota badan, juga meringankan beban yang biasa dipikulnya. Dan mendapatkan kemulyaan jiwa dari kotoran penyimpangan. Ia termasuk membersihkan hati, ruh dan badan. Dalam mandi janabat dapat menambah kelembutan dan perbaikan pada tubuh sebagai ganti dari  penguraian dengan adanya janabah dan ia termasuk yang paling bermanfaat.

Dan perhatikan terkait dengan wudhu di ujung-unjung badan yang termasuk tempat usaha dan kerja. Maka dijadikan di wajah di dimana di dalamnya ada pendengaran dan penglihatan juga perkataan, penciuman dan merasakan. Dan pintu-pintu ini adalah termasuk pintu-pintu kemaksiatan dan semua dosa. Darinya ia masuk, kemudian dijadikan kedua tangan yang berada diujungnya dimana keduanya termasuk untuk memukul, mengambil dan memberi. Kemudian kedua kaki dimana keduanya untuk berjalan dan berlari.

Ketika membasuh kepala termasuk sesuatu yang sangat berat dan sulit, maka cukup dengan mengusap. Dan menjadikan hal itu sebagai tempat keluar dosa-dosa dari tempat-tempat ini sampai keluar bersama butiran air di rambut dan kulitnya. Sebagaimana telah ada ketetapan dari Nabi sallallahu’alaihi wa sallam dari hadits Abu Hurarirah berkata:

إِذَا تَوَضَّأَ الْعَبْدُ الْمُسْلِمُ - أَوِ الْمُؤْمِنُ - فَغَسَلَ وَجْهَهُ خَرَجَ مِنْ وَجْهِهِ كُلُّ خَطِيئَةٍ نَظَرَ إِلَيْهَا بِعَيْنَيْهِ مَعَ الْمَاءِ - أَوْ مَعَ آخِرِ قَطْرِ الْمَاءِ - فَإِذَا غَسَلَ يَدَيْهِ خَرَجَ مِنْ يَدَيْهِ كُلُّ خَطِيئَةٍ كَانَ بَطَشَتْهَا يَدَاهُ مَعَ الْمَاءِ - أَوْ مَعَ آخِرِ قَطْرِ الْمَاءِ - فَإِذَا غَسَلَ رِجْلَيْهِ خَرَجَتْ كُلُّ خَطِيئَةٍ مَشَتْهَا رِجْلاَهُ مَعَ الْمَاءِ - أَوْ مَعَ آخِرِ قَطْرِ الْمَاءِ - حَتَّى يَخْرُجَ نَقِيًّا مِنَ الذُّنُوبِ  رواه مسلم

“kalau seorang hamba muslim –atau mukmin - melakukan wudhu maka dia membasuh mukanya, maka akan keluar dari wajahnya semua dosa yang dilakukan oleh pandangan kedua matanya  bersama dengan tetasan air –atau bersamaan dengan tetasan air terakhir - kalau dia membasuh kedua tangannya, maka akan keluar dari kedua tangannya semua dosa yang dilakukan gerakan dari kedua tangannya bersama tetasan airnya –atau bersamaan dengan tetasan terakhir airnya – kalau dia membasuh kedua kakinya, maka akan keluar semua dosa yang dibuat berjalan oleh kedua kakinya bersamaan dengan air –atau bersamaan dengan tetesan terakhir airnya – sampai akan keluar semua dosanya dalam kondisi bersih. HR. Muslim.

Dan dalam Shoheh Muslim juga, dari Utsman bin Affan berkata, Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

 مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ خَرَجَتْ خَطَايَاهُ مِنْ جَسَدِهِ حَتَّى تَخْرُجَ مِنْ تَحْتِ أَظْفَارِهِ 

“Siapa yang berwudhu dan memperbaiki dalam wudhunya, maka dosa-dosa akan keluar dari tubuhnya sampai (dosa) yang berada dibawah kuku-kukunya.

Dan ini termasuk hikmah dan faedah paling indah dalam berwudhu. 

Orang yang meniadakan hikmah mengatakan,”Bahwa hal itu termasuk beban, kesulitan dan kerumitan semata tidak ada kemaslahatan di dalamnya. Dan tidak ada hikmah ketika disyareatkannya !! kalau sekiranya tidak ada hikmah Cuma sebagai tanda untuk umat ini serta alamat di wajah mereka dan ujung-ujungnya nanti pada hari kiamat diantara umat-umat lainnya, kalau sekiranya tidak ada kemaslahatan dan hikmah bagi orang yang berwudhu itu dapat membersihkan kedua tangannya dengan air dan hatinya dari taubat untuk bersiap-siap masuk ke Tuhannya dan bermunajat kepada-Nya serta berdiri diantara-Nya dalam kondisi tubuh, baju dan hati yang bersih. Maka hikmah, rahmat dan kemaslahatan mana lagi yang lebih tinggi dari  hal ini??

Ketika syahwat itu terjadi pada semua anggota badan, sampai terjadi di bawah rambutnya juga ada syahwat, maka dialirkan mandi jabah ke tempat dimana syahwat berada. Sebagaimana sabda Nabi sallallahu’alaihi wa sallam:

  إِنَّ تَحْتَ كُلِّ شَعْرَةٍ جَنَابَةً رواه أهل السنن ، وفيه ضعف

“Sesungguhnya dibawah setiap rambut itu ada janabah. HR. Ahlus sunan dan ada lemah di dalamnya.

Maka beliau memerintahkan agar air itu sampai ke pangkal (asal) setiap rambut. Sehingga dapat mendinginkan syahwat dan jiwanya dapat tenang. Dan tenang untuk mengingat Allah, dan membaca kalam-Nya serta berdiri disisi-Nya. (Syifaul ‘Aliil, hal. 229, 230).

Intinya, bahwa siapa yang memperhatikan hukum syareat dia akan nampak hikmah-hikmahnya. Dan siapa yang dibutakan pandangannya oleh Allah, maka dia tidak akan dapat mengambil manfaat dari apa yang dilihatnya. Dan apa yang didengarkannya. Perlu diketahui bahwa bersuci itu termasuk akhlak nan mulia. Tidak ada perbedaan dengan syareat-syareat sebelumnya dalam Islam. Dan tidak tergambarkan kalau seorang utusan mendatangi kaumnya dengan risalah kecuali di dalamnya ada ajakan (dakwah) –pertama kali – untuk membersihkan hati dari kotoran berhala kemudian mengajak orang-orang dengan perkataan, perbuatan dan akhlak nan indah. Juga membersihkan baju, badan dan mandi serta membersihkan (diri), juga menghilangkan kotoran dan najis dimana semua syareat langit tidak ada perbedaan dalam syareatnya. Siapa yang membantahnya, maka dia termasuk membantah dengan kebatilan.

Wallahua’lam

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam