Alhamdulillah.
Pertama:
Sisi pertama dari pertanyaan, diperbolehkan bagi suami istri melakukan hal itu. Allah Azza Wajalla berfirman:
وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ . إِلا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ ) سورة المؤمنون: 5-6)
“Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya. kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa.” )QS. Al-Mukminun: 5-6(
Imam Ibnu Hazm rahimahullah mengatakan, “Allah memerintahkan untuk menjaga kemaluan kecuali terhadap istri dan budak yang dimilikinya. Maka tidak ada celaan hal itu. Keumuman ini mencakup dalam hal melihat, memegang dan berbaur.” Selesai ‘Al-Muhalla, (9/165).
Sementara dari sunah, Terdapat hadits shoheh dari Aisyah radhiallahu anha berkata:
كُنْتُ أَغْتَسِلُ أَنَا وَرَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم منْ إِنَاءٍ بَيْني وَبَيْنَهُ وَاحِدٍ، فَيُبَادِرَني حَتَّى أَقُولَ : دَعْ لي ، دَعْ لي (رواه البخاري، رقم 258 ومسلم و اللفظ له، رقم 321)
Dahulu saya dan Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam mandi dari bejana, antara beliau dan diriku hanya satu. Beliau mendahuluiku sampai saya mengatakan, “Biarkan untukku, biarkan untukku.” )HR. Bukhori, no. 258 dan Muslim redaksi darinya, no. 321).
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan, “Dawudi berdalil (dengan hadits ini) diperbolehkan suami melihat aurat istrinya begitu juga sebaliknya. Hal ini dikuatkan dengan apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Hiban dari jalan Sulaiman bin Musa bahwa beliau ditanya tentang suami yang melihat kemaluan istrinya, beliau menjawab, “Saya bertanya kepada Atho’ dan beliau menjawab, saya bertanya Aisyah. Kemudian beliau menyebutkan hadits ini dengan artinya. Hafidz mengatakan, “(Hadits) ini termasuk teks yang tegas dalam masalah ini.” Selesai
Hadits lain dari sunah yaitu sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam:
احفظْ عَوْرَتَكَ إِلاَّ مِنْ زَوْجَتِكَ أَوْ مَا مَلَكَتْ يَمِينُكَ (رواه أبو داود، رقم 4017 والترمذي، رقم 2769 و حسنه ، وابن ماجه، رقم 1920 ورواه البخاري معلقا 1/508)
“Jagalah aurat anda kecuali kepada istri atau budak yang anda miliki.” )HR. Abu Dawud, no. 4017, Tirmizi, no. 2769 dan dihasankannya. Ibnu Majah, no. 1920 dan diriwayatkan Bukhori secara menggantung (mu’allaq), 1/508).
Al-Hafidz Ibnu Hajar mengomentari hadits ini, “Pemahaman dalam ungkapan ‘Kecuali kepada istri anda’ menunjukkan diperbolehkan istri melihat (kemaluan suaminya) dengan mengqiyaskan dia (suami) diperbolehkan melihat kepada istrinya.”
Ibnu Hazm rahimahullah mengatakan, “Dihalalkan bagi suami melihat kemaluan istri dan budaknya yang dihalalkan menggaulinya. Begitu juga keduanya diperbolehkan melihat (kemaluan) suaminya. Asalnya tidak dimakruhkan hal itu. Dalil akan hal itu, kabar yang terkenal dari jalan Aisyah, Ummu Salamah dan Maimunah Ummahat Mukminin radhiallahu anhunnah bahwa mereka mandi bersama Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam dari janabat dengan satu bejana. Dan dalam hadits Maimunah ada penjelasan bahwa beliau tanpa kain penutup karena dalam kabarnya ‘Beliau sallallahu alaihi wa sallam memasukkan tangannya ke bejana kemudian membersihkan kemaluannya dan mencuci dengan tangan kirinya.’ Maka telah batal (pendapat lain) dan tidak perlu dilihat lagi pendapat seorangpun. Yang mengherankan sebagian orang yang kurang faham memaksakan (pendapat) diperbolehkan mendatangi kemaluannya dan melarang melihatnya.” Selesai Al-Muhalla, (9/165).
Syekh Albani rahimahullah mengatakan, “Pengharaman melihat kemaluan termasuk pengharaman dari sisi sarana. Ketika Allah Ta’ala memperbolehkan suami menggauli istrinya, apakah masuk akal dilarang melihat kemaluannya? Pastinya tidak.” (Silsilah Dhoifah, 1/353).
Kedua:
Sementara hukum suci dalam masalah ini, berpelukan di sela-sela tidur, kalau tidak ada dampak keluar (air mani) atau tidak terjadi senggama, maka tidak diharuskan mandi. Kecuali kalau adanya madzi dari suami, makah dibasuh kemaluan dan buah pelirnya. Dan bagi wanita membasuh kemaluannya. Keduanya diwajibkan berwudu saja tanpa mandi.
Wallahu a’lam .