Kamis 25 Jumadits Tsani 1446 - 26 Desember 2024
Indonesian

Berapa Kali Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam Umrah?

Pertanyaan

Berapa kali Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam umrah?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Dari Qatadah radhiallahu  anhu memberitahukan bahwa Rasulullah sallallahu alaihi wa salam melaksanakan umrah empat kali, semuanya di bulan Dzulqaidah. Kecuali umrah yang dilakukan saat beliau menunaikan haji.  Umrah Hudaibiyah atau saat terjadinya peristiwa perjanjian Hudaibiyah di bulan Dzulqaidah, Umrah (qadha) tahun berikutnya di bulan Dzulqaidah. Berikutnya umrah Ji’ronah saat  beliau membagikan ghanimah di bulan Dzulqaidah. (HR. Bukhari, (AlHajj/1654) dan Muslim, (1253).

Ibnu Qayim mengatakan, “Beliau umrah setelah hijrah empat kali, semua di bulan Dzulqaidah.

Pertama, umrah Hudaibiyah, umrah yang pertama kali pada tahun enam Hijriyah, akan tetapi orang-orang musyrik menghalanginya dari Baitul Haram, sehingga beliau menyembelih unta di tempat beliau ditahan di Hudaibiyah, lalu beliau dan para shahabat mencukur rambutnya dan tahalul dari ihramnya. kemudian kembali ke Madinah pada tahun yang sama. 

Kedua, Umrah qadha pada tahun depan. Beliau masuk Mekkah dan tinggal di sana selama tiga hari, kemudian keluar dari Mekkah setelah menyempurnakan umrahnya. 

Ketiga, umrah yang dibarengkan dengan hajinya. 

Keempat, umrahnya dari Ji’ronah. Yaitu ketika  beliau pergi  ke Hunain, kemudian saat kembali ke Mekkah,  beliau umrah dari Ji’ronah saat memasuki Mekkah. 

Dia (Ibnu Qayim) mengatakan, “Tidak ada perbedaan bahwa umrahnya tidak lebih dari empat kali."  Silahkan rujuk Zadul Ma’ad, juz/2 hal. 90-93. 

Nawawi rahimahullah mengatakan, “Para ulama’ berkata, sesungguhnya Nabi sallallahu’alaihi wa sallam umrah pada bulan Dzulqaidah karena keutamaan bulan ini dan menyelisihi orang jahiliyah dalam hal itu, karena mereka berpendapat (maksudnya umrah di bulan Dzulqaidah) termasuk kemungkaran besar seperti yang lalu. Sementara prilaku Nabi sallallahu’alaihi wa sallam beberapa kali di bulan ini, menjelaskan agar lebih gamblang diperbolehkannya dan membatalkan apa yang dilakukan waktu jahiliyah dahulu. Wallahu’alam Syarkh Muslim, (8/235).

Refrensi: Syeikh Muhammad Sholih Al-Munajid