Kamis 20 Jumadil Ula 1446 - 21 November 2024
Indonesian

Bagaimana Cara Membersihkan Sajadah (Karpet), Dan Hukum Kalau Najis Sudah Mengering Tanpa Disiram Air Di Atasnya

Pertanyaan

Kalau ada najis yang jatuh di atas sajadah (karpet), bagaimana cara menghilangkan najis ini agar karpet kembali suci lagi? Bagaimana seharusnya kalau najis ini mengering, apakah karpet tetap najis? Apakah memungkinkan saya membaca ayat Qur’an kalau saya dalam kondisi najis, sebagaimana dalam kondisi yang diharuskan mandi?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Kalau najis mengenai hamparan luas seperti karpet dan semisalnya, maka cara membersihkannya dengan menyiram air di tempat najis sampai air lebih dominan di tempat yang terkenan najis. Kemudian menggosok air yang ada najisnya dengan spon atau alat lainnya. Kalau najisnya hilang dengan hal itu, dan tidak ada bekasnya. Ini yang diharapkan. Kalau belum hilang, maka diulangi dua kali dan tiga kali sampai dalam persangkaan kuat telah hilang najisnya. Tidak pengaruh sisa warna najis di karpet atau baju. Selagi najisnya itu sendiri telah hilang. Berdasarkan sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam terkait dengan darah haid yang mengenai baju:

  يَكْفِيكِ الْمَاءُ وَلَا يَضُرُّكِ أَثَرُهُ           رواه الإمام أحمد (8412) وصححه الشيخ الألباني

“Cukup bagi anda air, dan tidak berpengaruh bekasnya.” HR. Imam Ahmad, (8412) dinyatakan shoheh oleh Syekh Albani.

Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Perlu diketahui seharusnya dalam menghilangkan najis adalah dengan membersihkannya. Kalau najis hukmiyah. Yaitu yang tidak terlihat dengan mata seperti air seni dan semisalnya. Wajib membersihkan sekali dan tidak diharuskan menambah. Akan tetapi dianjurkan membersihkan dua dan tiga kali. Berdasarkan sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam:

إذا استيقظ أحدكم من نومه فلا يغمس يده في الإناء حتى يغسلها ثلاثا

“Kalau salah seorang diantara kamu bangun tidur, jangan memasukkan tangannya di bejana sampai dibersihkan (dicuci) tiga kali.

Sementara kalau najis ainiyyah (yang terlihat mata) seperti darah dan lainnya. Maka harus dihilangkan najisnya itu sendiri. Setelah hilang najisnya dianjurkan membersihkan dua dan tiga kali. Selesai dari ‘Syarkh Muslim.

Ulama dalam Lajnah Daimah, (5/364) ditanya, “Kebanyak orang mempergunakan karpet di ruangan rumah untuk keindahan. Apakah kalau anak-anak dengan beragam umurnya kencing di karpet cukup disiram air atau tidak untuk membersihkan najis. Karena karpetnya terkadang besar, menempel di lantai atau diatasnya ada lemari besar dan ranjang.

Mereka menjawab, “Kalau yang kencing di karpet ini anak-anak yang belum mengkonsumsi makanan, membersihkannya cukup dengan menyiram air di atasnya sampai terkena tempat najis diatasnya. Dan tidak harus mencuci dan menggosoknya.

Kalau dia telah mengkonsumsi makanan atau anak wanita baik telah mengkonsumsi makanan atau belum, maka cara membersihkannya harus dicuci. Cukup dengan menyiram air di atas tempat najis, dan tidak harus melepas karpet atau memerasnya seperti najis yang ada di tanah. Sebagaimana telah ada ketetapan dalam dua kitab Shoheh dari Anas radhiallahu anhu, bahwa ada seorang badui kencing di masjid, maka Nabi sallallahu alaihi wa sallam menyuruh menyiram dengan satu timba air di atasnya. Selesai.

Syeikh Ibnu Utsaimin rahimahullah ditanya, “Bagaimana cara membersihkan karpet besar dari najis? Apakah harus diperas setelah dihilangkan najisnya ?

Maka beliau menjawab, “Cara membersihkan karpet besar dari najis adalah pertama kali, menghilangkan ain (najisnya itu sendiri) kalau ada bentuknya. Kalau keras di ambil, kalau berair seperti air kencing, dikeringkan dengan memakai spon sampai hilang. Setelah itu baru disiram air di atasnya sampai dalam perkiraan kuat telah hilang bekasnya atau hilang najisnya. Hal itu kalau air seni diulangi dua atau tiga kali. Dan tidak harus diperasnya. Kecuali kalau najisnya tidak bisa hilang kecuali dengan diperas seperti najisnya masuk ke dalam yang dicuci. Dan tidak mungkin dibersihkan kecuali harus diperas, maka harus diperas. Selesai dari Fatawa Nurun ‘Alad Darbi.

Sementara kalau najis yang mengenai karpet itu najisnya anjing, maka harus dibersihkan tujuh kali. Untuk tambahan silahkan melihat jawaban soal no. 41090.

Kedua:

Kalau najisnya telah mengering dimana sudah tidak terlihat bekasnya baik warna, rasa atau bau. Dalam masalah ini diantara para ulama ada perbedaan pendapat. Yang kuat adalah tidak harus dengan air untuk menghilangkan  najis. Kapan saja hilang sifatnya, maka hilang hukumnya. Baik dengan air atau cairan lainnya. Atau karena lamanya dan terkena cuaca, matahari dan hembusan angin.

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah ditanya, “Tanah dapat suci dari air kencing ketika kering terkena matahari. Apakah harus kena dampak dari sinar matahari atau sekedar kering saja? Apakah hukum karpet yang di dalam rumah juga sama? Baik menempel dengan tanah atau tidak?

Maka beliau menjawab, “Maksud bersihnya tanah bukan sekedar kering karena terkena matahari dan angin. Tapi harus hilang bekasnya sampai tidak terlihat bekas air kencing atau sesuatu yang najis. Dari sini maka kita katakan, kalau ada air kencing di tanah dan kering. Akan tetapi bekas kencing masih ada, maksudnya bekas tempat yang dikencingin masih ada, maka hal itu tidak bersih. Akan tetapi kalau berlalu beberapa waktu, kemudian hilang bekasnya. Maka hal itu telah menjadi bersih. Karena najis itu sesuatu yang berbentuk, harus hilang bekasnya. Kalau telah hilang bekasnya dengan apapun, maka ia telah menjadi bersih.

Sementara kalau karpet, yang digelar di atas tanah, baik menempel dengan tanah atau tidak. Maka harus dibersihkan. dan cara membersihkannya dengan menyiram air di atasnya, kemudian dikeringkan dengan spon kemudian disiram dua dan tiga kali. Sampai menurut perkiraan kuat telah hilang bekas najisnya. Selesai dari ‘Fatawa Nurun ‘Alad Darbi. Untuk tambahan silahkan melihat jawaban soal no. 145695.

Ketiga:

Orang yang junub tidak boleh membaca sedikitpun dari Qur’an baik dari mushaf atau dari hafalannya sampai hilang hadatsnya. Untuk tambahan jawaban silahkan melihat jawaban di soal no. 10984.

Perlu diperhatikan kalau seorang muslim ketika junub, tidak dikatakan dia najis. Tapi dia suci. Berdasarkan sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam, “Sungguh orang mukmin itu tidak najis.” HR. Bukhori, 275 dan Muslim, 271.

Kalau di tubuhnya ada sedikit najis, hal itu tidak membatalkan wudhu. Hal itu tidak menghalangi dari membaca Qur’an. Untuk tambahan, silahkan melihat jawaban soal no. 10672.

Wallahua’lam

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam