Alhamdulillah.
Dalam pertanyaan ini terdapat dua persoalan.
Pertama: Jimak orang yang berpuasa.
Kedua: Hukum orang yang berjimak dan tidak mandi.
Pertama:
Jimak kepada isteri bagi orang yang berpuasa di siang hari bulan Ramadan ada dua kondisi;
Pertama, dia meyakini bahwa jimak tanpa mengeluarkan mani di siang hari bulan Ramadan tidak diharamkan. Maka orang tersebut adalah orang yang tidak tahu tentang hukum.
Kedua, dia tahu bahwa jimak diharamkan, namun dia tidak tahu hukumannya.
Tentang kondisi pertama, Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata,
"Pendapat yang kuat adalah bahwa siapa yang melakukan perbuatan yang membatalkan puasa atau terlarang dalam ihram atau membatalkan shalat sedangkan dia tidak mengetahui tentang masalah tersebut, maka tidak ada apa-apa baginya. Berdasarkan firman Allah Ta'ala,
رَبَّنَا لا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا (سورة البقرة: 286)
""Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau hukum Kami jika Kami lupa atau Kami tersalah." (QS. Al-Baqarah: 286)
Disebutkan dalam sebuah hadits bahwa Allah Ta'ala berfirman (sebagai jawaban ayat di atas), "Sungguh Aku telah lakukan." Maksudnya adalah memaafkan (sikap lupa dan kesalahan) kalian."
Orang tersebut yang menggauli isterinya di siang hari Ramadan, jika dia tidak tahu hukumnya, misalnya mengira bahwa jimak yang diharamkan adalah apabila sampai keluar mani, maka tidak ada kewajiban apa-apa baginya.
Adapun kondisi kedua, adalah apabila dia mengetahui bahwa jimak tersebut diharamkan, akan tetapi dia tidak mengetahui bahwa di dalamnya terdapat kafarat. Maka dia diwajibkan membayar kafarat. Karena ada perbedaan antara orang yang tidak tahu kedudukan sebuah hukum dengan orang yang tidak tahu sanksinya. Orang yang tidak mengetahui sanksinya tidak dapat diterima alasannya, sedangkan tidak tahu terhadap hukum dalam dijadikan sebagai alasan seseorang.
Karena itu para ulama mengatakan, jika seseorang minum sesuatu yang memabukkan dan dia menyangka bahwa minuman tersebut tidak memabukkan atau menyangka bahwa hal itu tidak diharamkan, maka tidak ada hukum apa-apa baginya. Tapi jika dia tahu bahwa benda tersebut memabukkan dan dia tahu bahwa hal itu diharamkan, hanya saja dia tidak tahu bahwa dia akan dikenakan sanksi karena itu, maka dia harus dikenakan sanksi dan tidak gugur sanksinya.
Berdasarkan hal tersebut, maka kita katakan kepada penanya, selama anda tidak tahu bahwa anda diharamkan berjimak walaupun tidak keluar mani, maka tidak ada konsekwensi apa-apa bagi anda, juga bagi isteri anda jika dia juga seperti anda, sama-sama tidak tahu.
Kedua: Pengaruh perbuatan tersebut bagi puasa dan shalat.
Adapun puasa, tidak ada pengaruhnya dalam kondisi junub, karena orang yang junub, puasanya sah. Akan tetapi meninggalkan mandi untuk shalat adalah problem. Karena tidak sah shalat orang yang tidak mandi junub, karena dia berarti masih dalam keadaan junub. Karena itu mayoritas ulama berpendapat bahwa wajib bagi orang tersebut untuk mengqadha seluruh shalat yang dia lakukan sebelum mandi junub. Akan tetapi, sebagaimana diketahui, bahwa orang tersebut akan menjimak isterinya dan keluar mani lalu dia akan mandi.
Kecuali jika dia tidak tahu lagi berapa bilangan yang terjadi kekeliruan tersebut. Maka kami katakan, perkirakan dengan cermat dan qadha lah sebanyak yang diperkirakan sebagai kehati-hatian. Jika anda tidak mengetahui sama sekali dan tidak terpikirkan sama sekali bawah sekedar jimak saja tanpa keluar mani tetap diwajibkan mandi, kami berharap bahwa anda tidak terkena kewajiban apa-apa, maksudnya adalah bahwa anda tidak diwajibkan mengqadha. Tetapi anda harus taubat, istighfar atas kelalaian anda tidak bertanya (selama itu) dalam masalah ini.
Syekh Ibnu Utsaimin, dalam sebuah pertemuan bulanan.
Perhatikan kembali jawaban soal no. 9446.