Jum'ah 19 Ramadhan 1445 - 29 Maret 2024
Indonesian

Apakah Boleh Shalat Taraweh Tiga Puluh Rakaat?

Pertanyaan

Apa hukum shalat sunah di bulan Ramadan? Dan berapa bilangan rakaat yang dianjurkan pada shalat taraweh? Saya telah melihat pada sebagian kelompok menyimpang seperti kelompok sufi dan lainnya mereka melakukan shalat taraweh 30 rakaat. Apakah ada dalil akan hal itu?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama:

Shalat sunah pada bulan Ramadan, terutama shalat qiyam termasuk ketaatan yang dianjurkan berdasarkan keumuman menunaikan ketaatan di bulan Ramadan baik shalat atau lainnya. Karena Nabi sallallahu alaihi wa sallam juga menganjurkan menunaikan qiyam secara khusus di bulan Ramadan. Dalam sabdanya:

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ )رواه البخاريـ رقم 37، ومسلم، رقم 759)

“Siapa yang berdiri (shalat) di bulan Ramadan dalam kondisi keimanan dan mengharap (pahala) maka dia akan diampuni dosa-dosa yang lalu.” )HR. Bukhori, no. 37 dan Muslim, no. 759).

An-Nawawi rahimahullah membuat bab ‘At-Targib Fi Qiyam Ramadan Wahuwa Taraweh” (Bab anjuran qiyam ramadan yaitu Taraweh). Maka bagi seorang muslim, di bulan Ramadan hendaknya menjaga sunah shalat qobliyah dan ba’diyah. Menjaga shalat taraweh berjamaah bersama umat Islam. Sebagaimana dianjurkan juga sunah mutlak di waktu-waktu selain yang dilarang. Sebagai tambahan silahkan lihat jawaban soal no. 21740.

Kedua:

Biasanya Rasulullah sallallahu alaihi wa slalam tidak menambah baik di bulan Ramadan maupun bulan lain sebelas rakaat. Terkadang tiga belas rakaat. Diriwayatkan oleh Bukhori, (3569) dan Muslim, (738) dari Abu Salamah bin Abdurrahman bahwa beliau bertanya kepada Aisyah radhiallahu anha, bagaimana dahulu Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam shalat di bulan Ramadan?  Maka beliau menjawab,

مَا كَانَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلاَ فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً ، يُصَلِّي أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ ، فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ، ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا ، فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ، ثُمَّ يُصَلِّي ثَلاَثًا ، فَقُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ تَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ ؟ قَالَ : تَنَامُ عَيْنِي وَلاَ يَنَامُ قَلْبِي

“Beliau tidak pernah menambah lebih dari sebelas rakaat baik di Ramadan maupun selain ramadan. Beliau shalat empat rakaat, jangan ditanya tentang bagus dan panjangnya. Kemudian beliau shalat empat rakaat (lagi), jangan bertanya tentang bagus dan panjangnya. Kemudian beliau shalat tiga rakaat. Saya bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah anda tidur sebelum witir?” Beliau menjawab, “Mataku tidur akan tetapi hatiku tidak tidur.”

Diriwayatkan oleh Bukhari, no. 1170 dari Aisyah radhiallahu anha berkata:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي بِاللَّيْلِ ثَلاَثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً ، ثُمَّ يُصَلِّي إِذَا سَمِعَ النِّدَاءَ بِالصُّبْحِ رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ

“Biasanya Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam shalat malam tiga belas rakaat. Kemudian shalat ketika mendengar azan subuh dua rakaat ringan.”

An-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Dan dari (Aisyah) radhiallahu anha di bukhori bahwa shalat beliau sallallahu alaihi wa sallam waktu malam tujuh dan sembilan. Bukhori dan Muslim menyebutkan setelah ini dari hadits Ibnu Abbas bahwa shalat beliau sallallahu alaihi wa sallam waktu malam tiga belas rakaat. Dua rakaat setelah fajar adalah sunah subuh. Dalam hadits Zaid bin Kholid bahwa beliau sallallahu alaihi wa sallam shalat dua rakaat ringan kemudian dua rakaa panjang dan menyebutkan hadits. Di akhirnya dikatakan, ‘Itu tiga belas. Qodi berkata, “Para ulama mengatakan bahwa hadits ini menjelaskan bahwa masing-masing baik, dari Ibnu Abbas, Zaid dan Asiyah apa yang dilihatnya.”

Ketiga:

Nabi sallallahu alaihi wa sallam tidak menentukan bilangan tertentu dalam shalat taraweh dan tidak ditambahkan. Masalah ini luas insyaallah. Tidak mengapa bagi seseorang untuk menambah lebih dari sebelas rakaat. Berdasarkan keumuman sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam:

صَلَاةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى، فَإِذَا خَشِيَ أَحَدُكُمُ الصُّبْحَ، صَلَّى رَكْعَةً وَاحِدَةً تُوتِرُ لَهُ مَا قَدْ صَلَّى (رواه البخاري، رقم 472، ومسلم، رقم 749)

"Shalat malam itu dua dua, kalau salah seorang diantara kamu semua khawatir subuh, maka shalat satu rakaat witir untuk shalat yang telah ditunaikan.” )HR. Bukhori, no. 472 dan Muslim, no. 749).

Dari situ, maka para ahli fikih mazhab di berbagai kota, dalam mazhab Hanafi 20 rakaat, begitu juga menurut Imam Ahmad. Sementara menurut Imam Malik, 36 rakaat. Tidak mengapa seseorang melakukan hal itu atau lainnya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan setelah menyebutkan perbedaaan para ulama tentang hal itu, “Yang benar, semuanya itu baik. Sebagaimana hal itu ditegaskan oleh Imam Ahmad rahimahullah. Bahwa beliau tidak menentukan bilangan tertentu dalam qiyam di Ramadan. Karena Nabi sallallahu alaihi wa sallam tidak menentukan bilangan, maka memperbanyak rakaat dan mempersedikit tergantung lama dan pendeknya berdiri. Karena Nabi sallallahu alaihi wa sallam dahulu lama berdiri waktu malam. Sampai Terdapat riwayat shahih dari Hadits Huzaifah (Bahwa beliau membaca dalam satu rakaat surat Al-Baqarah, An-Nisa’ dan Ali Imran). Sehingga lamanya berdiri membuatnya tak memperbanyak rakaat. Sementara Ubay bin Ka’ab ketika mengimami mereka dalam satu jamaah, tidak memungkinkan berdiri lama, sehingga diperbanyak rakaatnya. Hal itu sebagai ganti dari berdiri lama.  Dan mereka menjadikan hal itu dengan melipatgandakan dari bilangan rakaatnya. Karena beliau dahulu qiyamul lail sebelas atau tiga belas rakaat. Kemudian orang-orang di Madinah setelah itu lemah dari berdiri lama, sehingga mereka memperbanyak rakaat sampai 39 rakaat.” (Majmu Fatawa, 23/113, lihat juga: 23/120).

Ulama Lajnah Lil Ifta mengatakan, “Tidak ada ketetapan bilangan rakaat shalat taraweh dengan bilangan tertentu. Para ulama berbeda pendapat diantara mereka yang yang berpendapat 23, ada yang 36 diantara mereka ada yang lebih banyak dan ada yang lebih sedikit. Para shahabat mereka shalat pada zaman Umar 23 rakaat di Masjid Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam. Sementara Nabi dahulu tidak pernah menambah dari 11 atau 13 rakaat baik Ramadan atau selain Ramadan. Dan tidak menentukan kepada orang-orang dengan bilangan tertentu dalam taraweh dan qiyamul lail. Bahkan beliau menganjurkan untuk qiyaullail dan lebih khusus qiyam Ramadan, dalam sabda Beliau sallahu alaihi wa sallam, “Siapa yang shalat (malam/taraweh) di bulan Ramadan seraya mengharap (pahala), maka akan diampuni dosa yang telah lalu.” Beliau tidak menentukan bilangan rakaat. Hal ini berbeda sesuai dengan tata cara qiyam. Siapa yang memperpanjang shalatnya, maka disedikitkan bilangan rakaatnya. Sebagaimana yang dilakukan Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam. Siapa yang meringankan shalatnya karena mempertimbangkan jamaah, maka diperbanyak bilangan rakaatnya sebagaimana yang dilakukan para shahabat di zaman Umar. Tidak mengapa menambah bilangan rakaat di sepuluh malam akhir dari bilangan dua puluh pertama. Dengan membagi dua sesi, bagian shalat di awal malam dan diringankan bahwa itu taraweh seperi pada dua puluh pertama. Dan bagian shalat di akhir malam dan diperpanjang karena ia adalah tahajud. Dahulu Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersungguh-sungguh di sepuluh malam terakhir tidak seperti bersemangat pada malam lainnya.” (Fatawa Lajnah Daimah Vol. II, 6/82).

Kesimpulannya, tidak ada bilangan tertentu dalam shalat taraweh, misalnya dilarang menambah atau mengurangi. Siapa yang shalat taraweh 30 rakaat lebih atau kurang, tidak mengapa. Jangan membid’ahkan hal itu.

Syekh Ibnu Baz rahimahullah mengatakan, “Shalat taraweh tidak ada bilangan tertentu. Siapa yang shalat 20 rakaat tidak mengapa, siapa yang shalat 30 rakaat tidak mengapa. Siapa yang shalat 40 rakaat tidak mengapa, siapa yang shalat 11 rakaat tidak mengapa. Siapa yang shalat 13 rakaat tidak mengapa. Siapa yang shalat lebih atau kurang tidak mengapa. Masalahnya luas.” “Fatawa Nurun ‘Alad Darbi, 9/437. Sebagai tambahan silahkan lihat jawaban soal no. 9036.

Wallahu a’lam .

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam