Ahad 21 Jumadits Tsani 1446 - 22 Desember 2024
Indonesian

Hadyu (sembelihan) Yang Wajib Kepada Jamaah Haji Dan Tempat Menyembelihnya

Pertanyaan

Apakah diperbolehkan menyembelih hadyu di luar tanah haram dan dibagikan kepada orang fakir di negara jamaah haji, karena banyaknya orang fakir di tempatnya? Apa hukum haji kalau jamaah haji melakukan hal itu? Saya mohon disebutkan dalil dari Quran dan Sunah akan kewajiban menyembelih hadyu dan tempat menyembelih hadyu? Kenapa seyogyanya menyembelih hadyu di dalam batas tanah haram saja?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Sembelihan yang diwajibkan kepada jamaah haji dalam hajinya ada beberapa macam:

Macam pertama: Hadyu Tamatu’ dan Qiron, siapa yang menunaikan haji tamattu’ atau qiron, maka dia diwajibkan menyembelih hadyu. Kapan saja dia dapatkan. Kalau tidak mendapatkan, maka sebagai gantinya berpuasa. Allah Ta’ala berfirman:

( فَمَن تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ذَلِكَ لِمَن لَّمْ يَكُنْ أَهْلُهُ حَاضِرِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ (البقرة /196)

“Maka bagi siapa yang ingin mengerjakan 'umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. Demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah). Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.” QS. Al-Baqarah: 197.

Ibnu Katsir rahimahullah, “Maksudnya kalau anda semua sudah memungkinkan menunaikan manasik, siapa diantara kamu yang melakukan tamattu unroh untuk haji, itu mencakup menunaikan kedua ihram. Atau berihram dengan umrah dahulu, ketika selesai, berihram dengan haji ini yang dinamakan tamattu’ khusus. Dan yang dikenal perkataan ulama fikih. ( فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ ) maksudnya hendaknya menyembelih yang mampu dari hadyu minimal kambing.” Selesai dari ‘Tafsir Ibnu Ktsir, (1/537).

Tempat menyembelih hadyu ini adalah di tanah haram Mekah.

Ibnul Arobi rahimahullah mengatakan,”Tidak ada perbedaan bahwa hadyu harus di dalam tanah haram.” Selesai dari ‘Ahkamul Qur’an, (2/186).

Telah ada dalam ‘Mausu’ah Fiqhiyah, (42/205-251), “Para ulama fikih bersepakat bahwa darah hadyu –selain terhalangi- khusus diperbolehkan menumpahkan (darahnya) di tanah haram. Tidak diperbolehkan menyembelih sedikitpun darinya di luar tanah haram. Berdasarkan firman Ta’ala terkait balasan orang berburu:

( هَدْيًا بَالِغَ الْكَعْبَةِ )

“Sebagai had-yad (binatang (unta, lembu, kambing, biri-biri) yang dibawa ke Ka'bah untuk mendekatkan diri kepada Allah, disembelih ditanah haram dan dagingnya dihadiahkan kepada fakir miskin dalam rangka ibadat haji footnote terjemah) yang dibawa sampai ke Ka'bah.” QS. Al-Maidah: 95.

Dan firman Ta’ala:

( ثُمَّ مَحِلُّهَا إِلَى الْبَيْتِ الْعَتِيقِ )

“Kemudian tempat wajib (serta akhir masa) menyembelihnya ialah setelah sampai ke Baitul Atiq (Baitullah). QS. Al-Hajj: 33

Dan sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam:

نحرت هاهنا ، ومنى كلها منحر ، فانحروا في رحالكم

“Saya menyembelih di sini, dan Mina semuanya tempat menyembelih. Maka sembelihkan di tempat kamu semua.”

Dan sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam

كل فجاج مكة طريق ومنحر

“Semua lembah Mekah itu jalan dan tempat menyembelih.” Selesai

Untuk dagingnya seharusnya dibagi kepada orang-orang fakir dan miskin Tanah Haram. Diperbolehkan memindahkannya keluar tanah haram untuk makan dan hadiah.

Dari Jabir bin Abdullah radhiallahu anhuma berkata:

" كُنَّا لاَ نَأْكُلُ مِنْ لُحُومِ بُدْنِنَا فَوْقَ ثَلاَثِ مِنًى ، فَرَخَّصَ لَنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَقَالَ : ( كُلُوا وَتَزَوَّدُوا ) ، فَأَكَلْنَا وَتَزَوَّدْنَا " رواه البخاري ( 1719 ) ، ومسلم ( 1972

“Kami tidak makan dari daging unta kami lebih dari tiga Mina. Maka Nabi sallallahu alaihi wa sallam memberi keringanan kepada kami seraya bersabda, “Makan dan berbekallah.” Maka kami makan dan kami buat bekal.” HR. Bukhori, (1719) dan Muslim, (1972).

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Hadyu haji tamattu dan qiron adalah hadyu rasa syukur. Maka tidak diharuskan diberikan kepada orang miskin tanah haram. Bahkan hukumnya seperti hukum kurban maksudnya memakan, menghadiahkan dan menshodaqahkan kepada orang-orang miskin tanah haram.

Kalau seseorang menyembelih hadyu tamattu dan qiron di Mekah, kemudian membawa dagingnya ke daerah Syaroi’ atau ke Jeddah atau lainnya. Maka tidak mengapa. Akan tetapi harus ada yang dishodaqahkan kepada orang miskin di tanah haram.” Selesai dari ‘Syarkh Mumti’, (7/203).

Macam kedua: apa yang disembelih karena meninggalkan wajib. Siapa yang meninggalkan salah satu kewajiban haji. Maka untuk memenuhi kekurangan ini dengan menyembelih kambing. Dari Abdullah bin Abbas radhiallahu anhuma berkata:

" مَنْ نَسِيَ مِنْ نُسُكِهِ شَيْئاً ، أَوْ تَرَكَهُ ، فَلْيُهْرِقْ دَماً ) رواه الإمام مالك في الموطأ " ( 1583

“Siapa yang lupa sesuatu dari manasiknya atau meninggalkannya, maka hendaknya menumpahkan darah (menyembelih hewan pent). HR. Imama Malik di ‘Muwatho’, 1583.

Penyembelihan ini hendaknya di tanah haram. Dan dagingnya dibagikan di tanah haram juga.

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Para ulama menegaskan hal ini, dan mereka mengatakan, “Diharuskan menyembelih hadyu tamattu dan qiron. Dan hadyu wajib karena meninggalkan wajib. Diharuskan menyembelih di Mekah. Hal itu telah ditegaskan Allah dalam balasan orang yang berburu dalam firman-Nya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَقْتُلُوا الصَّيْدَ وَأَنْتُمْ حُرُمٌ وَمَنْ قَتَلَهُ مِنْكُمْ مُتَعَمِّدًا فَجَزَاءٌ مِثْلُ مَا قَتَلَ مِنَ النَّعَمِ يَحْكُمُ بِهِ ذَوَا عَدْلٍ مِنْكُمْ هَدْيًا بَالِغَ الْكَعْبَةِ ) .

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan, ketika kamu sedang ihram. Barangsiapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu sebagai had-yad (binatang (unta, lembu, kambing, biri-biri) yang dibawa ke Ka'bah untuk mendekatkan diri kepada Allah, disembelih ditanah haram dan dagingnya dihadiahkan kepada fakir miskin dalam rangka ibadat haji footnote terjemah) yang dibawa sampai ke Ka'bah.” QS. Al-Maidah: 95.

Apa yang diikat dalam syareat dengan tempat tertentu, maka tidak diperbolehkan memindahkan ke lainnya. Bahkan harus di dalamnnya. Maka hadyu harus di Mekah dan dibagikan di Mekah.” Selesai dari ‘Majmu Fatawa Ibnu Utsaimin, (25/83).

Macam ketiga: apa yang disembelih disebabkan prilaku jamaah haji melakukan pelanggaran haji.

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Melakukan apa yang diharamkan, telah ada ketetapan secara nash di Al-Qur’an di dalamnya ada nusuk (kurban). Allah berfirman:

( وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ وَلَا تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ بِهِ أَذًى مِّن رَّأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِّن صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ ) البقرة/196

“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfid-yah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban.” QS. Al-Baqarah: 196

Selesai dari ‘Syakh Mumti’, (7/408).

Silahkan melihat ‘Jami’ Liahkamil Qur’n’ karangan Al-Qurtubi, (3/292 - 293)

Kalau diwajibkan kurban, maka dia boleh memilih antara menyembelih dan membagikannya di tempat melakukan pelanggaran. Baik tempat ini di dalam tanah haram atau di luar tanah haram. Atau menyembelih dan membagikannya di dalam tanah haram.

Dari Ka’b bin Ujrah radhiallahu anhu, sesungguhnya Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam melihatnya (kutu) jatuh di wajahnya dan beliau bertanya:

أَيُؤْذِيكَ هَوَامُّكَ ؟ ) قَالَ : نَعَمْ . فَأَمَرَهُ أَنْ يَحْلِقَ وَهُوَ بِالحُدَيْبِيَةِ ، وَلَمْ يَتَبَيَّنْ لَهُمْ أَنَّهُمْ يَحِلُّونَ بِهَا ، وَهُمْ عَلَى طَمَعٍ أَنْ يَدْخُلُوا مَكَّةَ . فَأَنْزَلَ اللَّهُ الفِدْيَةَ ، فَأَمَرَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُطْعِمَ فَرَقًا بَيْنَ سِتَّةٍ ، أَوْ يُهْدِيَ شَاةً ، أَوْ يَصُومَ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ " رواه البخاري (1817 ) ، ومسلم (1201) .

“Apakah kutumu itu menyakitimu? Beliau menjawab, “Ya. Maka Nabi memerintahkan kepadanya agar mencukurnya sementara beliau berada di Hudaibiyah. Padahal mereka belum jelas apakah mereka tahalul di (Hudaibiyah). Sementara mereka sangat berharap dapat memasuki Mekah. Maka Allah menurunkan fidyah. Dan Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam memerintahkan agar memberi makan enam orang atau menyembelih kambing atau berpuasa tiga hari.” HR. Bukhori, (1817) dan Muslim, (1201).

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan, ”Apa yang diperbolehkan menyembelih dan membagikan di luar tanah haram dimana di dapatkan sebabnya, maka diperbolehkan disembelih dan dibagikan di dalam tanah haram. Tapi tidak sebaliknya.” Selesai dari ‘Syarkh Mumti’, (7/204).

Dari macam ini ada unta yang diharuskan bagi orang yang berihram, ketika berjima’ dengan istrinya sebelum tahalul pertama.

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Kalau larangan itu jima’ (berhubungan badan) sebelum tahalul pertama dalam haji, maka yang wajib disembelih adalah unta di tempat melakukan larangan atau di Mekah dan dibagikan kepada orang-orang fakir.” Selesai dari ‘Majmu Fatawa Ibnu Utsaimin, (22/222).

Macam keempat: apa yang disembelih karena terhalang (yaitu ada penghalang yang mengahalangi untuk menyelesaikan hajinya). Allah Ta’ala berfirman:

( وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ) البقرة/196

“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat.” QS. Al-Baqarah: 196.

Hukumnya ini seperti macam sebelumnya, maka dia menyembelih hadyunya di tempat terhalanginya. Karena Nabi sallallahu alaihi wa sallam ketika dihalangi memasuki Mekah waktu Hudaibiyah, beliau menyembelih hadyunya di luar tanah haram.

Diperbolehkan juga menyembelih dan membagikannya di dalam tanah haram. Dari Ibnu Umar radhiallahu anhuma:

" أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ مُعْتَمِرًا ، فَحَالَ كُفَّارُ قُرَيْشٍ بَيْنَهُ وَبَيْنَ البَيْتِ ، فَنَحَرَ هَدْيَهُ ، وَحَلَقَ رَأْسَهُ بِالحُدَيْبِيَةِ رواه البخاري (4252)

“Sesungguhnya Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam keluar melakukan umrah, sementara orang Quraisy menghalanginya antara beliau dengan Baitullah. Maka beliau menyembelih hadyunya dan mencukur (rambut) kepalanya di Hudaibiyah. HR. Bukhori, (4252).

Ibnu Hajar rahimahullah ta’ala mengatakan, “Yang nampak dalam kisah bahwa kebanyakan mereka menyembelih di tempatnya. Dan mereka di tempat halal. Hal itu menunjukkan diperbolehkan (melakukannya). Wallahu a’lam.” Selesai dari ‘Fathul Bari, (4/11).

Macam kelima: apa yang disembelih karena balasan berburu. Ini diwajibkan menyembelih dan membagikan di dalam tanah haram. Tidak diterima di luar tanah haram. Allah ta’ala berfirman:

( يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْتُلُوا الصَّيْدَ وَأَنتُمْ حُرُمٌ وَمَن قَتَلَهُ مِنكُم مُّتَعَمِّدًا فَجَزَاءٌ مِّثْلُ مَا قَتَلَ مِنَ النَّعَمِ يَحْكُمُ بِهِ ذَوَا عَدْلٍ مِّنكُمْ هَدْيًا بَالِغَ الْكَعْبَةِ أَوْ كَفَّارَةٌ طَعَامُ مَسَاكِينَ أَوْ عَدْلُ ذَلِكَ صِيَامًا لِّيَذُوقَ وَبَالَ أَمْرِهِ عَفَا اللَّهُ عَمَّا سَلَفَ وَمَنْ عَادَ فَيَنتَقِمُ اللَّهُ مِنْهُ وَاللَّهُ عَزِيزٌ ذُو انتِقَامٍ ) المائدة / 95

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan, ketika kamu sedang ihram. Barangsiapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu sebagai had-yad (binatang (unta, lembu, kambing, biri-biri) yang dibawa ke Ka'bah untuk mendekatkan diri kepada Allah, disembelih ditanah haram dan dagingnya dihadiahkan kepada fakir miskin dalam rangka ibadat haji footnote terjemah) yang dibawa sampai ke Ka'bah atau (dendanya) membayar kaffarat dengan memberi makan orang-orang miskin atau berpuasa seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu, supaya dia merasakan akibat buruk dari perbuatannya. Allah telah memaafkan apa yang telah lalu. Dan barangsiapa yang kembali mengerjakannya, niscaya Allah akan menyiksanya. Allah Maha Kuasa lagi mempunyai (kekuasaan untuk) menyiksa.” QS. Al-Maidah: 95

Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Firman Allah ta’ala ( هَدْيًا بَالِغَ الْكَعْبَةِ )maksudnya adalah melanjutkan sampai ke Ka’bah. Maksudnya sampainya ke tanah haram. Agar disembelih disana dan dibagikan dagingnya kepada orang miskin tanah haram. Permasalahan ini telah disepakati pada gambaran seperti ini.” Selesai dari ‘Tafsir Ibnu Katsir, (3/194).

Dari penjelasan tadi, jelas bahwa apa yang disyareatkan menyembelih di dalam tanah haram, tidak diperbolehkan menyembelih di luarnya. Dan apa yang disyareatkan menyembelihnya di luar tanah haram, maka diperbolehkan memindahnya dan menyembelihnya di tanah haram.

Siapa yang telah menyempurnakan haji dan kurbannya. Akan tetapi menyembelih hadyunya di luar tanah haram, maka hajinya tetap sah. Akan tetapi diharuskan baginya menyembelih hadyu yang lain sebagai penggantinya di dalam tanah haram. Kalau dia tidak mampu pergi sendiri ke Mekah, maka dia dapat mewakilkan kepada orang terpercaya untuk menyembelihkan di dalam tanah haram.

Syekh Ibnu Baz rahimahullah mengatakan, “Hadyu tamattu’ dan qiron tidak diperbolehkan menyembelihnya kecuali di dalam tanah haram. Kalau disembelih di luar tanah haram, seperti Arofah, Jedah dan lainnya. Maka hal itu tidak diterima. Meskipun dagingnya di bagikan di dalam tanah haram. Maka dia harus menyembelih hadyu lainnya di dalam tanah haram. Baik dia tidak mengerti (hukumnya) atau mengetahuinya. Karena Nabi sallallahu alaihi wa sallam menyembelih hadyunya di dalam tanah haram. Sementara beliau bersabda, “Hendaknya kamu semua mengambil manasik (haji) dariku.” Begitu juga para shahabat radhiallahu anhum mereka menyembelih hadyunya di dalam tanah haram mengikuti Nabi sallallahu alaihi wa sallam.” Selesai dari “Majmu Fatawa Ibnu Baz, (18/ 31 – 32).

Kedua:

Pertanyaan anda ‘Kenapa selayaknya menyembelih hadyu di dalam tanah haram’. Menyembelih hadyu di dalam tanah haram karena berikut ini:

1.Karena hal ini yang ada dalam Quran dan Sunah, maka diharuskan untuk mengikuti keduanya.

Allah Ta’ala berfirman:

( وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَن يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُّبِينًا) الأحزاب/36

“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” QS. Al-Ahzab: 36.

Dan Firman Allah Ta’ala:

( وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ ) الحشر / 7

“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.” QS. Al-Hasyr: 7

Masalah menyembelih ini, adalah seperti seluruh masalah manasik haji. Bahkan seluruh masalah ibadah. Mengikuti apa yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya. Tanpa dikatakan kenapa? Telah diriwayatkan Bukhori, (315) dan Muslim, (335) bahwa Aisyah radhiallahu anha mengingkari kepada orang yang bertanya kepadanya:

لماذا تقضي الحائض الصوم ولا تقضي الصلاة ؟ وقَالَتْ : " كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ ؛ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ ، وَلَا نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلَاة

“Kenapa orang haid diperintahkan mengqodo puasa dan tidak mengqodo shalat? Beliau menjawab, “Hal itu dahulu menimpa kami, maka kami diperintahkan mengqodo puasa dan tidak diperintahkan mengqodo shalat.

Syatibi rahimahullah mengatakan, “Permasalahan ibadah, sebab yang diinginkan adalah hanya melaksanakan. Tanpa ada tambahan dan pengurangan. Oleh karena itu ketika Aisyah radhiallahu anha ditanya tentang orang haid mengqodo puasa tanpa shalat. Beliau mengingkari penanya akan hal seperti ini. Dimana ibadah tidak diberikan untuk difahami sebab (illat)nya secara khusus. Kemudian beliau mengatakan, “Dahulu kami diperintahkan mengqodo puasa dan tidak diperintahkan mengqodo shalat. Hal ini menguatkan bahwa sebab (ta’lil) dengan adanya kesulitan. Dan ungkapan Ibnu Musaayyab dalam masalah syari’at menyamakan  dalam diyat (denda) jari jemari. “Ia adalah sunah wahai Anak saudaraku.” Dan semacam ini banyak.” Selesai dari ‘Muwafaqat, (2/526).

2.Karena ia diantara manasik haji, haji terkait dengan Mekah. Kebanyakan amalannya dilaksanakan di dalam Mekah. Sehingga menyembelih hadyunya di dalam tanah haram sesuai dengan asal ibadah haji di tempatnya.

3.Menyembelih hadyu dan membagikannya di dalam tanah haram, merupakan keluasan bagi orang miskin di tempat ini. Mungkin ini termasuk rezki yang Allah tanggungnya untuk penduduk Baitullah mengabulkan doanya Ibrohim alaihis salam. Hal itu dalam Firman Allah Ta’ala:

رَّبَّنَا إِنِّي أَسْكَنتُ مِن ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِندَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِّنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُم مِّنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ ) إبراهيم /37

“Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” QS. Ibrohim: 37

Silahkan melihat ‘Al-Mugni, karang Ibnu Qudamah, (5/451).

Wallahu a’lam .

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam