Ahad 23 Jumadil Ula 1446 - 24 November 2024
Indonesian

Kemaksiatan Dan Dampak Terhadap Pelakunya

Pertanyaan

Saya telah menunaikan haji untuk diriku, beberapa bulan setelah haji saya tidak melihat tanda-tanda diterima (haji) dengan menghadap melakukan ketataan, tapi banyak melakukan kemaksiatan. Pada tahun kemarin saya berkeinginan kuat menunaikan haji untuk ibuku yang telah meninggal dunia. Saya bertanya kepada salah satu syekh, dan beliau memberikan fatwa untuk menunaikan haji untuknya sebagaimana apa yang saya niatkan, memperbanyak minta ampun dan mendekatkan diri. Maka saya menunaikan haji untuk ibuku pada salah satu travel. Pada towaf wada’, sangat penuh sesak sekali. maka saya towaf satu putaran, dan sebagian dari putaran kemudian kami naik ke tingkat atas. Karena sangat sesak, kami tidak mengetahui tempat dimana kita berhenti secara tepat yang di bawah. Akan tetapi kita bersungguh-sungguh untuk memulai towaf dari atas dari tempat dimana kita selesai waktu di bawah. Kita towaf sampai selesai towaf. Setelah haji terakhir, kalau saya akan melakukan kemaksiatan –dimana saya banyak sekali terjerumus di dalamnya- saya merasakan keras dan sempit dada. Kalau saya menuju ketaatan, saya merasakan kenikmatan dan merasakan perasaan nan jujur serta terpengaruh dengan kondisi Islam dan pemeluknya pada zaman sekarang. Saya resah terhadap dua haji dan masalah towaf. Mohon diberi fatwa terima kasih.

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama:

Kami nasehatkan kepada anda wahai penanya menjauhi kemaksiatan baik yang kecil maupun yang besar dan sangat berhati-hati dengannya. Karena kemaksiatan berdampak negatif bagi pelakunya. Ini sebagian dampak (kemaksiatan) dari perkataan Ibnu Qoyim rahimahullah:

1.      Terhalangi dari ilmu, karena ilmu itu cahaya yang dipancarkan di hati. Sementara kemaksiatan memadamkan cahaya itu. Ketika Syafi’I duduk diantara Malik dan membacakan kepadanya, beliau takjub akan kecerdasan yang luar biasa. Kepandaian yang menonjol serta pemahaman yang sempurna. Maka beliau mengatakan, “Sesungguhnya saya melihat Allah telah memancarkan cahaya di hati anda, maka jangan anda padamkan dengan gelapnya kemaksiatan.

2.      Terhalangi rizki. Dalam musnad Imam Ahmad dari Tsauban berkata, Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda:

إن الرجل ليُحرم الرزق بالذنب يُصيبه " رواه ابن ماجه (4022) وحسنه الألباني في صحيح ابن ماجه .

“Sesungguhnya seseorang terhalangi rezki dikarenakan dosa yang dilakukannya. “HR. Ibnu Majah, (4022) dinyatakan hasan oleh Albani di Shoheh Ibnu Majah.

3.      Keterasingan pelaku kemaksiatan antara dia dengan Tuhannya. Antara dia dengan manusia. Sebagian ulama salaf mengatakan, “Sesungguhnya saya melakukan kemaksiatan, dan saya melihat hal itu dari prilaku hewan dan istriku.

4.      Urusannya menjadi sulit. Ketika menghadapi suatu masalah tidak didapatkan kecuali tertutup atau sulit baginya. Hal ini sebagaimana orang yang bertakwa kepada Allah, dijadikan permasalahannya menjagi mudah.

5.      Pelaku kemaksiatan mendapatan kegelapan dalam hatinya. Dia merasa sebagaimana perasaan gelapnya malam. Maka gelapnya kemaksiatan di hatinya bagaikan gelapnya pada pandangannya. Karena ketaatan itu cahaya, sementara kemaksiatan itu kegelapan. Setiap kali kegelapan itu semakin kuat, maka semakin kuat kegamangan sampai terjatuh pada bid’ah dan kesesatan serta urusan yang mencelakakan sementara dia tidak merasakannya. Seperti orang buta keluar pada malam hari berjalan sendiri. Kegelapan ini semakin kuat sampai terlihat pada mata. Kemudian semakin kuat sampai ke wajah. Sehingga menjadi gelap, dilihat oleh setiap orang. Abdullah bin Abbas radhiallahu anhuma berkata, “Sesungguhnya dalam kebaikan itu ada pancaran di wajah, cahaya di hati, keluasan rezki, kekuatan dalam badan, kecintaan di hati para hamba. Sesungguhnya kemaksiatan itu hitam di wajah, kegelapan di hati, lemah di badan, kurang pada rezki dan kebencian di hati para hamba.

6.      Terhalangi dari ketaatan. Kalau saja hukuman dosa tiada lain menghalangi dari melakukan ketaatan sebagai penggantinya. Memutus jalan menuju ketaatan lain. sehingga dosa dapat memutus jalan ketiga, keempat dan seterusnya. Sehingga dengan dosa dapat memutus banyak ketaatan. Dimana satiap ketaatan itu lebih baik dari dunia seisinya. Hal ini seperti seseorang memakan suatu makanan, menjadi dia sakit panjang yang menghalanginya dari banyak makan yang lebih enak darinya. Wallahul musta’an.

7.      Kemaksiatan itu akan memunculkan kemaksiatan semisalnya. Dan menelurkan sebagian dengan sebagian lainnya. Sampai seorang hamba tanpa terasa berpisah dan keluar darinya.

8.      Kemaksiatan dalam melemahkan keinginan hati. Menguatkan keinginan (melakukan) kemaksiatan. Melemahkan keinginan bertaubat sedikit demi sedikit. Sampai keluar dari hatinya dan keinginan bertaubat secara menyeluruh. Sehingga datang istigfar dan taubat orang pembohong yang hanya banyak melantunkan di mulut saja. Sementara hatinya terikat dengan kemaksiatan terus menerus melakukannya. Bertekad bulad melakukannya ketika memungkinkan untuk melakukannya. Ini termasuk penyakit yang paling agung dan lebih dekat pada kebinasaan.

9.      Hilang dari hatinya perasaan jelek pada kemaksiatan sehingga menjadi biasa pada dirinya. Dirinya tidak merasakan jelek pada pandangan orang dan berbicara dengannya. Hal ini menurut gembong kefasikan termasuk kenikmatan yang sempurna. Sampai salah seorang diantara mereka bangga dengan kemaksiatan. Dan membincangkan kepada orang yang tidak mengetahuinya bahwa dia telah melakukannya seraya mengatakan, “Wahai fulan, saya telah melakukan ini dan ini. Kelompok orang seperti ini tidak diampuni. Tertutup jalan menuju taubat. Seringkali tertutup pintu baginya. Sebagaimana sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam:

" كلُّ أمتي معافى إلا المجاهرون ، وإنَّ من المجاهرة : أن يستر الله العبد ثم يُصبح يفضح نفسه ويقول : يا فلان عملت يوم كذا .. كذا وكذا ، فيهتك نفسه وقد بات يستره ربه " رواه البخاري (5949) ومسلم (2744) .

“Setiap umatku akan diampuni kecuali orang yang terang-terangan (melakukan kemaksiatan). Diantara terang-terangan adalah Allah telah menutupi hamba-Nya, ketika pagi hari membuka dirinya seraya mengatakan, “Wahai fulan, saya pada hari ini telah melakukan (maksiat) ini dan ini. Sehingga merusak pada dirinya padahal malam hari Tuhannya telah menutupinya.” HR. Bukhori, (5949) dan Muslim, (2744).

10.  Dosa ketika semakin banyak akan menutupi hati pemiliknya. Sehingga dia termasuk orang-orang lalai. Sebagaimana perkataan sebagian ulama salaf pad firman Allah ta’ala :

كلا بل ران على قلوبهم ما كانوا يكسبون

“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.QS. Mutoffifin: 14

Berkata, “Ia adalah (melakukan) dosa setelah berdosa.”

Asalnya hal ini bahwa hati berkarat dari kemaksiatan. Semakin bertambah karatannya maka akan menjadi tertutup. Kemudian terkalahkan sehingga menjadi tabiat dan terkunci. Dan hati menjadi tertutup dan terhalangi. Kalau hal itu terjadi setelah petunjuk dan melihat (kebenaran) maka akan berbalik sehingga yang atas jadi dibawah. Maka syetan yang akan menguasai dan menyetir apa yang diinginkan.

Kedua:

Ungkapan anda ‘Saya telah menunaikan haji sementara belum terlihat tanda-tanda diterima. Bahkan bertambah dari kamaksiatan. Dijawab, “Bahwa penerimaan itu hanya dari Allah tidak ada seorangpun yang mampu secara tegas mengatakan kepada anda bahwa amalan anda diterima atau tidak?

Seorang mukmin melakukan suatu amal sholeh sementara dia tidak mengetahui apakah Allah menerimanya atau tidak?

Sampai Ibnu Umar mengatakan, “Kalau sekiranya saya mengetahui bahwa Allah telah meneriman dariku satu kebaikan, maka kematian yang goib itu lebih saya cintai. Karena Allah berfirman ‘Sesungguhnya Allah menerima (amalan) dari orang-orang yang bertakwa.

Seseorang diminta agar memperbanyak melakukan amal sholeh. Dan bersungguh-sungguh beramal. Sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya. Sehingga hal itu dapat melepaskan tanggunganya kemudian memohon kepada Allah agar diterima.

Anda wahai penanya, kalau haji anda benar, terlepas dari larangan-larangan maka anda tidak harus mengulanginya. Sementara terjerumus anda ke dalam kemaksiatan, hal itu tidak ada keterkaitan dengan keabsahan haji atau tidaknya. Akan tetapi anda akan dihisab akan hal itu. Maka hendaknya anda bersegera untuk bertaubat darinya sebelum datangnya ajal.

Ketiga:

Ungkapan anda bahwa anda towaf kemudian naik ke tingkat atas karena penuh sesak. Permasalah ini adalah muwalat (ketersambungan dalam suatu amalan) towaf. Lajnah Daimah ditanya tentang permasalahan yang semisalnya dengan anda. maka dijawab bahwa hal itu tidak mengapa memutuskan towaf dan menyempurnakan di tingkat atas. Silahkan melihat fatawa Lajnah Daimah, (11/230, 231, 232).

Sementara permulaan towaf maka dari tempat dimana dia selesai. Terkait dengan ijtihad anda dalam menentukan tempatnya, kalau tidak memungkinkan (menetapkan) dengan yakin, maka seseorang dapat mengamalkan dengan persangkaan kuat. Berdasarkan sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam bagi orang yang ragu apakah dia shalat tiga atau empat (rakaat) maka beliau bersabda:

فليتحرَّ الصواب ، ثم ليُتم عليه – أي يبني على التحري – ثم ليُسلم ثم ليسجد سجدتين بعد أن يُسلم " رواه البخاري (401) و مسلم (572).

“Hendaknya dia memilih yang benar kemudian disempurnakannya –maksudnya menunaikan sesuai dengan yag dipilih- kemudian salam dan sujud dua kali setelah salam.” HR. Bukhori, (401) dan Muslim, (572) silahkan melihat Syarkh Mumti’, (3/461).

Dari sini, maka menyempurnakan towaf dari tingkat atas dan ijtihad anda ketika memulai dari tempat dimana anda putuskan towaf anda, insyaallah tidak mengapa.

Wallahu a’lam.

Refrensi: Syekh Muhammad Sholeh Al-Munajid