Senin 29 Jumadits Tsani 1446 - 30 Desember 2024
Indonesian

Sifat Pedagang Muslim yang Tepercaya

Pertanyaan

Bagaimanakah kaidah dan batasan pokok apakah dalam perdagangan (bisnis)? Saat ini saya memiliki beberapa kompetitor. Ada yang mengawasi dan ada yang memata-matai saya terus-menerus. Ada juga yang menekankan pada persaingan dengan prinsip “tidak ada belas kasihan dalam berdagang”. Dengan kata lain, jika saya tidak melakukan pada dia, maka dia akan melakukannya pada saya. Apa sajakah yang boleh saya lakukan terhadap para kompetitor ini? Sedangkan interaksi dengan para customer, sebagai contoh untuk membujuk (menarik) mereka agar membeli produk dari saya, apakah saya boleh menghadirkan orang-orang dan membayar mereka agar mereka memberikan rekomendasi pada produk-produk saya. Orang-orang mengira bahwa mereka (orang-orang yang saya bayar) ini adalah para pelanggan saya juga, padahal sebenarnya tidak. Tujuannya hanya agar menarik orang-orang agar mengetahui produk-produk saya. Saya tidak melakukan kecurangan dalam hal ini. Bagaimakah hukum terkait masalah ini? Apakah saya harus memberitahu para pelanggan tentang sumber bahan mentah dari produk-produk saya atas nama kepercayaan (Trust). Seperti diketahui bahwa hal ini adalah rahasia perusahaan dan pedagang? Bagaimana saya bisa menjadi pedagang yang tepercaya di bawah banyak sekali syubhat dalam berinteraksi dengan manusia (pelanggan dan kompetitor)? Adakah rekomendasi ilmiah yang cocok sebagai referensi bagi pedagang dalam skala harian?  

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama.

Pedagang harus memiliki sifat dan akhlak yang  baik, sehingga Allah Tabaraka wa Ta’ala memberkahi perniagaan dan rezekinya.

Di antara sifat-sifat pedagang adalah sebagai berikut :

·           Perdagangan yang dijalankannya tidak menyibukkannya dari dzikir (mengingat) kepada Allah Ta’ala, shalat, dan dari memenuhi hak-hak Allah pada hartanya. Allah Ta’ala telah memuji hamba-hamba-Nya yang beriman, yang perniagaan mereka tidak melalaikan dari ketaatan kepada-Nya. Allah berfirman,

رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ * لِيَجْزِيَهُمُ اللَّهُ أَحْسَنَ مَا عَمِلُوا وَيَزِيدَهُمْ مِنْ فَضْلِهِ وَاللَّهُ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ

النور/ 37، 38. 

“Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang. (Meraka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberikan balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas.” (QS. An-Nur : 37-38).

·           Memperhatikan ha-hal yang halal dan tidak memasukkan hal-hal haram pada diri dan keluarganya. Allah Ta’ala berfirman,

  يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ

النساء/29 .

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil.” (QS. An-Nisa’ : 29).

·           Menjauhi syubhat. Dalam hadits disebutkan,

فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ، وَعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ   رواه البخاري (52) ، ومسلم (1599).

“Barangsiapa yang menghindarkan diri dari perkara syubhat, maka ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Barangsiapa yang terjerumus ke dalam perkara syubhat, maka ia bisa terjatuh pada perkara haram.” (HR. Al-Bukhari, no. 52 dan Muslim, no. 1599).

Menghias diri dengan kebaikan, kejujurdan, dan takwa kepada Allah.

فعن حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :  الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا ، فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِي بَيْعِهِمَا ، وَإِنْ كَتَمَا وَكَذَبَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا   .رواه البخاري (1973) ، ومسلم (1532) .

Diriwayatkan dari Hakim bin Hizam Radhiyallahu ‘Anhu, ia berkata, “Penjual dan pembeli masing-masing memiliki hak pilih (khiyar) selama keduanya belum berpisah. Bila keduanya berlaku jujur dan saling terus terang, maka keduanya akan memperoleh keberkahan dalam transaksi tersebut. Sebaliknya, bila keduanya berlaku dusta dan saling menutup-nutupi, niscaya akan hilanglah keberkahan pada transaksi mereka berdua.” (HR. Al-Bukhari, no. 1973 dan Muslim, no. 1599).

وعنْ إِسْمَاعِيلَ بْنِ عُبَيْدِ بْنِ رِفَاعَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ :   أَنَّهُ خَرَجَ مَعَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم إِلَى الْمُصَلَّى ، فَرَأَى النَّاسَ يَتَبَايَعُونَ فَقَالَ : ( يَا مَعْشَرَ التُّجَّارِ ) ، فَاسْتَجَابُوا لِرَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَرَفَعُوا أَعْنَاقَهُمْ وَأَبْصَارَهُمْ إِلَيْهِ فَقَالَ :   إِنَّ التُّجَّارَ يُبْعَثُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فُجَّاراً ، إِلاَّ مَنِ اتَّقَى اللَّهَ وَبَرَّ وَصَدَقَ   .رواه الترمذي (1210) ، وابن ماجه (2146) ، وصححه الألباني في " صحيح الترغيب " (1785) .

Diriwayatkan dari Ismail bin Ubaid bin Rifa’ah dari ayahnya dari kakeknya, ia  mengatakan bahwa ia pernah keluar bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ke tempat shalat dan melihat manusia sedang melakukan transaksi jual beli. Beliau lalu menyeru, “Wahai para pedagang!” Orang-orang pun memperhatikan seruan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sambil menengadahkan leher dan pandangan mereka pada beliau. Lantas Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya para pedagang akan dibangkitkan pada hari Kiamat nanti sebagai orang-orang fajir (jahat) kecuali pedagang yang bertakwa pada Allah, berbuat baik dan berlaku jujur.” (HR. Tirmidzi, no. 1210, Ibnu Majah, no. 2146, dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib, no. 1785).

·           Tidak lupa bersedekah.

فعَنْ قَيْسِ بْنِ أَبِي غَرَزَةَ قال : كان صلى الله عليه وسلم  يقول :   يَا مَعْشَرَ التُّجَّارِ إِنَّ الْبَيْعَ يَحْضُرُهُ اللَّغْوُ وَالْحَلِفُ ، فَشُوبُوهُ بِالصَّدَقَةِ   .

Qais bin Abu Gharzah meriwayatkan, ia berkata, “Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Wahai para pedagang, jual beli ini telah tercampur dengan hal-hal yang sia-sia dan sumpah, maka bersihkanlah dengan sedekah.’” (HR. At-Tirmidzi, no. 1208, Abu Daud, no. 3797 dan Ibnu Majah, no. 2145 serta dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Ibnu Daud).

·          Toleran dan mudah.

فعَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رضي الله عنهما أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ :   رَحِمَ اللَّهُ رَجُلاً سَمْحًا إِذَا بَاعَ ، وَإِذَا اشْتَرَى ، وَإِذَا اقْتَضَى  رواه البخاري (1970) .

Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah Radhiyallahu ‘Anhuma bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Semoga Allah merahmati hamba yang bermurah hati ketika dia menjual, yang bermurah hati ketika membeli, yang bermurah hati ketika menagih utang.” (HR. Bukhari, no. 1970).

·          Memberi tenggang waktu kepada orang yang kesulitan melunasi hutang dan membebaskan hutangnya.

فعن أبي اليسر رضي الله عنه قال : قال صلى الله عليه وسلم :  مَنْ أَنْظَرَ مُعْسِراً أَوْ وَضَعَ عَنْهُ أَظَلَّهُ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ   رواه مسلم ( 3006 ) .

Diriwayatkan dari Abu Al-Yusri Radhiyallahu ‘Anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Barangsiapa memberi tenggang waktu bagi orang yang berada dalam kesulitan untuk melunasi hutang atau bahkan membebaskan utangnya, maka dia akan mendapat naungan Allah.’” (HR. Muslim, no. 3006).

·           Menjauhi transaksi yang haram dan sifat-sifat tercela yang tidak layak dilakukan oleh seorang Muslim, baik ia seorang pedagang atau bukan, seperti transaksi riba, jual-beli yang mengandung unsur penipuan, jual-beli ‘Inah, berdagang barang-barang haram, berbuat kecurangan, dusta, penipuan dan sejenisnya.

·           Seorang pedagang Muslim juga garus memerhatikan akhlak-akhlak yang baik, seperti menerima pembatalan transaksi, membantu orang yang membutuhkan, menyayangi pedagang lainnya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri, sering berdoa untuk pedagang lainnya dan saudara-saudara Muslimnya agar Allah memberikan kecukupan dengan hal-hal yang halal daripada yang haram, dan memberikan kecukupan dari karunia-Nya daripada dari selain-Nya.

·           Bertawakkal (berserah diri) kepada Allah dengan baik, hatinya terpaut dengan Tuhannya yang menghamparkan sebab-musabab dan yang memberi rezeki kepada semua makhluk-Nya.

·           Menjauhi diri dari sikap tamak (rakus), bakhil, curang dalam timbangan, menimbun dan sifat-sifat tercela lainnya, dan menghiasi diri dengan sifat-sifat yang baik dan mulia seperti jujur, interaksi yang baik, mencintai kebaikan pada manusia, mulia, murah hati dan lain sebagainya.

Lihat pertanyaan no. 134621 , 128891 dan 131590 .

Kedua.

Memata-matai pedagang dan sengaja membahayakan para kompetitor, dan ucapan “tidak ada belas kasihan dalam berdagang”, semua itu haram, tidak layak dilakukan oleh seorang pedagang Musliim. Memata-matai dan sengaja menyebabkan bahaya kepada Muslim hukumnya haram. Wajib bagi seorang Muslim untuk menyayangi saudaranya sebagaimana ia menyayangi dirinya sendiri, dan tidak menyukai sesuatu dari saudaranya seperti halnya ia tidak menyukai sesuatu pada dirinya sendiri.

Ada hadits shahih dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, bahwasanya beliau bersabda,

 لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ   رواه ابن ماجة (2340) وصححه الألباني في "صحيح ابن ماجة" .

“Tidak boleh ada bahaya dan tidak boleh membahayakan orang lain.” (HR. Ibnu Majah, no. 2340 dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Ibnu Majah).

As-Syaukani Rahimahullah mengatakan, “Dalam hadits ini terdapat dalil haramnya berbuat membahayakan orang lain dalam bentuk apapun. Dalam bentuk apapun tidak boleh melakukannya, kecuali ada dalil yang mengecualikan dari keumuman ini.” (Nailul Authar, 5/311).

Al-Bukhari (no. 13), Muslim (no. 45) dan An-Nasa’i (no. 5017) -dan redaksi hadits adalah redaksinya -meriwayatkan hadits dari Anas Radhiyallahu ‘Anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Demi Dzat yang jiwa Muhammad dalam genggaman kekuasaan-Nya, kalian tidak beriman hingga ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai kebaikan pada dirinya sendiri.”

Al-Hafizh Rahimahullah mengatakan, “Al-Kirmani berkata, ‘Termasuk keimanan adalah ia membenci keburukan pada saudaranya sebagaimana ia membenci keburukan pada dirinya sendiri.”’

Tidak boleh berburuk sangka kepada kaum Muslimin, maka seorang pedagang tidak boleh mengatakan tentang saudaranya (si pedagang), “Jika saya tidak melakukan pada dia, maka dia akan melakukannya pada saya.” Akan tetapi, hendaknya dia berbaik sangka kepada saudaranya si pedagang, dan tidak membalas keburukan dengan keburukan pula, tetapi hendaknya dia memaafkan dan melapangkan dadanya, sebagaimana akhlak Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Persaingan yang baik itu tak lain harus terbangun atas dasar kejujuran, persaudaraan, cinta, senantiasa berlapang dada, tidak berbuat zalim, tidak memakan harta manusia dengan cara yang batil, membebaskan diri dari sifat kikir, bakhil dan tamak. Hendaknya kita berinteraksi dengan pasar atas dasar suplay and demand, tidak menimbun barang dagangan, serta tidak sedikitpun menzalimi seseorang.

Ketiga.

Berinteraksi dengan para customer haruslah berpijak pada kejujuran, tidak menipu, memperdaya dan menzalimi. Jika Anda menyewa orangg-orang untuk berbaur dengan para customer dan memberikan rekomendasi kepada mereka agar membeli barang dagangan dari Anda.

Para pembeli menganggap mereka (orang-orang sewaan Anda) adalah sama dengan mereka. Hal ini tidak diperbolehkan, karena termasuk penipuan dan kebohongan. Semua ini terlarang dalam agama Allah. Oleh karena hal itu bertentangan dengan sifat jujur dan baik yang harus dimiliki oleh seorang pedagang Muslim.

Terlihat bahwa hal ini termasuk bentuk penipuan (Najsy) yang diharamkan. Wallahu A’lam.

An-Nawawi mengatakan, “An-Najsyu adalah menambah harga barang dagangan yang diserukan di pasar dan sejenisnya, dan tidak ada hasrat untuk membelinya, tetapi tujuannya adalah untuk menipu orang lain. Praktik ini haram hukumnya.” (Riyadhus Shalihin, 174).

Perbuatan yang dilakukan oleh penjual di sini tidak keluar dari perbuatan yang dilakukan oleh Najisy (orang yang melakukan tindakan najsy/penipuan), dan penipuan yang dilakukan pada para pembeli.

Seorang pedagang Muslim senantiasa bertakwa kepada Allah, berbuat jujur kepada manusia, memperhatikan amanat dan senantiasa menyajikan produk-produk yang baik dan bermanfaat, serta senantiasa memiliki akhlak yang mulia. Inilah yang menarik para pelanggan dan sangat bermanfaat pada perniagaannya. Di pasar ia akan dikenal sebagai pedagang yang jujur dan tepercaya, sehingga orang-orang pun menghampirinya dari semua tempat. Allah membuatnya dicintai oleh manusia lainnya dan diterima (dicatat) oleh-Nya sebagai pedagang Muslim yang jujur, tepercaya, mulia, baik akhlaknya, baik interaksinya dan penuh dengan kasih sayang.

Keempat.

Anda tidak wajib memberitahu customer tentang bahan baku produk-produk Anda. Apabila ada customer yang bertanya tentang hal ini, Anda boleh memilih dari dua opsi; Anda memberitahukannya dengan jujur atau tidak bersedia menjawab. Akan tetapi, Anda tidak boleh memberitahunya yang bukan hakikatnya.   

Saya menyarankan Anda untuk menelaah buku Fiqhut Tajiril Muslim, karya Syaikh Husamuddin bin Afanah dan juga buku Ma La Yasa’ut Tajiru Jahlahu, karya Dr. Abdullah Al-Muslih dan Dr. Shalah As-Shawi. Begitu pula buku Akhlaqul Muslim fit Tijarah, karya Dr. Nizar Mahmud Qasim Al-Syaikh.

Wallahu A’lam.

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam