Alhamdulillah.
Talak (perceraian) itu banyak macamnya dari berbagai sisi, sebagaimana berikut ini;
Pertama:
Macam-macam perceraian dari sisi hukumnya:
Para ulama’ fikih membangi perceraian dari sisi hukum syar’inya menjadi berikut ini
- Talak yang dibolehkan (jaiz) yang sesuai dengan syariat, dinamakan ‘Talak Sunni’ yaitu mentalak isteri dengan sekali talak saat dia dalam kondisi hamil atau dalam kondisi suci yang belum digauli.
- Talak yang dilarang yaitu yang menyalahi syariat, dan dinamakan dengan ‘talak bid’i. Polanya ada dua macam:
- Talak bid’i dari segi waktunya. Contoh, mentalak isteri padahal belum dipastikan kehamilannya, maka iddahnya harus berdasarkan masa haidnya jika dia masih mengalami haid atau ditalak saat isterinya suci tapi sudah digauli. Kalau telah jelas kehamilannya, maka dibolehkan mentalaknya, meskipun dia telah digauli waktu suci. Begitu juga kalau seorang wanita termasuk orang yang tidak diharuskan menunggu iddah seperti wanita yang belum pernah digauli, maka kalau dia ditalak dalam kondisi haid, talak tersebut masih termasuk talak sunah. Atau termasuk orang yang tidak haid seperti masih kecil atau sudah tua dan berumur, maka tidak mengapa kalau dia ditalak.
- Talak bid’i dari sisi bilangannya, seperti mentalak lebih dari sekali dengan mengatakan ‘Kamu saya talak dua.’ atau dia mengatakan, ‘Kamu saya talak tiga.’ Karena yang sesuai sunah adalah mentalak satu kali saja.
Para ulama berbeda pendapat akan jatuhnya talak bid’i ini, pendapat yang kami pilih adalah bahwa talak seperti tidak jatuh. Maka talak tiga jatuhnya cuma talak satu saja.
Kedua: Jenis talak dari segi lafadz (perkataan)
Para ulama fikih membagi talak dari segi ucapan menjadi dua; Sharih (ucapan yang jelas) dan kinayah (kiasan).
Ucapan yang jelas (sharih) adalah sesuatu yang tidak difahami kecuali talak. Seperti ucapan seorang suami kepada istrinya, ‘Kamu saya talak’ atau ‘Kamu sudah ditalak.’ Maka talak seperti ini jatuh, baik sang suami niat cerai atau tidak.
Sementara kiasan (kinayah) adalah ucapan yang maksudnya masih ada kemungkinan talak atau lainnya. Seperti suami mengatakan kepada istrinya ‘Kamu lepas’ atau ‘kamu bebas’ atau ‘urusanmu ada ditanganmu’ atau ‘kamu bebas, silakan pergi kemana saja’ atau ‘silakan kembali ke keluargamu’ atau ‘saya sudah tidak ada butuh lagi kepadamu’ dan semisal itu.
Maka yang menjadi patokan pada macam ini adalah niat. Kalau suami niat talak, maka jatuh talak. Kalau tidak, maka tidak jatuh talak.
Ketiga:
Macam talak dari sisi dampaknya.
Perceraian dilihat dari sisi akibatnya dibagi menjadi dua bagian:
- Talak raj’i. Yaitu ketika suami mentalak istrinya talak satu atau dua tanpa imbalan (bukan khulu). Maka dia dibolehkan untuk rujuk (kembali lagi) sebelum selesai masa iddahnya.
- Talak bain. Talak jenis ini ada dua macam;
- Bain Kubra, yaitu seorang suami mentalak istrinya tiga kali. Maka sejak itu isterinya tidak halal lagi kecuali setelah istrinya menikah lagi dengan suami lain dengan pernikahan yang sah kemudian diceraikannya (berpisah dengan suami kedua).
- Bain Sughra, yaitu seorang suami menceraikan istrinya talak satu atau dua sampai selesai masa iddahnya. Atau mentalak istrinya dengan imbalan yang dinamakan Khulu atau dia mentalaknya sebelum digauli. Dalam kondisi seperti ini dia (suami) dibolehkan rujuk (kembali lagi) akan tetapi harus dengan akad nikah yang baru dan mahar baru.
Silahkan lihat jawaban soal no. (258878 )
Keempat: Jenis talak dari segi secara langsung atau menggantung. Hal ini ada dua macam:
- Talak langsung atau tanpa jeda. Contoh, suami mengatakan kepada istrinya ‘Kamu saya ceraikan’ atau melafazkan dengan lafaz kiasan disertai niat menceraikan tanpa digantungkan dengan syarat tertentu.
- Talak mu’allaq, maksudnyg digantung dengan suatu syarat. Hal ini ada tiga macam:
- Memberikan syarat saja, maka jatuh cerai dalam semua kondisi. Contoh dia mengatakan, ‘Kalau matahari terbenam, maka anda cerai.’ Ketika matahari terbenam, maka istrinya jatuh cerai. Karena dia menggantungkan dengan hanya syarat saja.
- Hanya sumpah saja, maka tidak jatuh cerai, tapi harus bayar kafarat sumpah. Misalnya dia mengatakan, “Kalau saya berbicara dengan Zaid, maka istriku jatuh talak.” Maksudya, dia tidak ingin berbicara dengan Zaid dan ini hanya sumpah semata. Karena tidak ada hubungan antara pembicaraannya dengan Zaid dan perceraian istrinya.
- Berpotensi mengandung makna syarat saja atau sumpah saja. Maka hal ini dikembalikan kepada niat yang digantungkan. Seperti (suami) mengatakan kepada istrinya, ‘Kalau kamu keluar dari rumah, maka jatuh talak kamu.’ Maka ada kemungkinan dia inginkan sekedar syarat saja, dalam artian bahwa istrinya kalau keluar dengan hati suka rela maka akan jatuh cerai atasnya. Maka waktu itu dia menginginkan perceraian.
Atau ada kemungkinan, dia tidak bermaksud menjatuhkan cerai, dia tetap menginginkan dia sebagai istrinya meskipun istrinya keluar rumah, dia tidak menginginkan perceraian. Akan tetapi dia bermaksud melarangnya keluar rumah, sehingga dia gantungkan perceraian itu sebagai ancaman kepadanya. Kalau dia keluar dalam kondisi seperti ini, maka tidak jatuh cerai. Karena dia bermaksud sumpah. Silahkan melihat kitab ‘As-Syarhu Al-Mumti’, (13/126). Silahkan lihat jawaban soal no. (215136 ) .
Dianjurkan merujuk kitab yang berjudul At-Thalaq, karangan DR. ‘Iwad As-Syahri, buku ini asalnya merupakan tesis Magister.
Wallahu ’alam.