Kamis 13 Jumadil Ula 1446 - 14 November 2024
Indonesian

Apa Yang Dilakukan (Bagi Orang) Selain Arab Dengan Zikir-zikir Dalam Shalat

Pertanyaan

Saya telah masuk Islam, segala puji hanya milik Allah. Akan tetapi saya tidak tahu bahasa Arab. Apa yang (selayaknya) saya lakukan berkaitan dengan zikir-zikir shalat dan bacaan Al-Qur’an di dalamnya?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

mayoritas ulama fiqih mengatakan bahwa apabila orang non arab dapat mengucapkan dalam bahasa Arab, maka takbirnya  dengan selain bahasa Arab tidak diterima. Dalilnya adalah bahwa nash-nash yang ada memerintahkan menggunakan lafaz itu yaitu (bahasa) Arab. Dan Nabi sallallahu’alaihi wasallam tidak pernah menggantinya.

Adapun kalau orang non Arab tidak pandai berbahasa arab dan tidak mampu mengatakan (dengan Bahasa Arab), maka dia boleh menggunakan bahasanya menurut mayoritas ahli fiqih, setelah diterjemahkan artinya dari Bahasa Arab. Pendapat ini dengan jelas jelas diambil oleh ulama kalangan mazhab Syafii dan Hanbali, apapun bahasanya. Karena takbir adalah zikir kepada Allah, dan zikir kepada Allah dilakukan oleh setiap lisan. Maka bahasa selain bahasa Arab dapat menggantikannya. Namun dia diharuskan belajar (bahasa arab).

Perbedaan dalam masalah ini juga berlaku pada semua zikir-zikir shalat, dari tasyahud, qunut, doa dan tasbih pada ruku dan sujud. Adapun bacaan Al-Qur’an mayoritas (ulama) tidak membolehkan (membacanya dengan) selain Bahasa Arab. Dalilnya adalah firman Allah:

إنَّا أَنْزَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا

“Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al-Quran dengan berbahasa arab”. (QS.Yusuf: 2)

Karena Al-Qur’an lafaz dan maknanya (bernilai) mukjizat. Kalau dirubah, maka akan keluar dari aturannya, bukan (lagi namanya) Al-Qur’an akan tetapi sebagai tafsirannya. (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah, juz. 5, item: A'jami.

Ibnu Qudamah rahimahullah berkata: Bab Tidak diterima bacaan Al-Qur’an dengan  selain Bahasa Arab. Tidak boleh menggantikan lafadz Al-Qur’an meskipun dengan lafaz arab. Baik bacaan arabnya bagus ataupun kurang bagus. Berdasarkan firman Allah ta’la:

قُرْآنًا عَرَبِيًّا

“Al-Qur’an dengan berbahasa Arab”.

Dan firman Allah:

بِلِسَانٍ عَرَبِيٍّ مُبِينٍ

”Dengan menggunakan bahasa Arab yang jelas”.

Dan karena Al-Qur’an adalah mukjizat, baik  lafad maupun maknanya. Kalau dirubah maka akan keluar dari aturannya, bukan Al-Qur’an atau semisalnya akan tetapi tafsir baginya. Kalau sekiranya tafsirnya  (itu bisa menyamai) seperti (Al-Qur’an), pasti mereka tidak lemah ketika ditantang untuk membuat satu surat semisalnya.

Kalau dia tidak pandai membaca bahasa Arab, maka seharusnya (dia) belajar. Kalau dia tidak melakukannya (padahal) dia mampu, maka shalatnya tidak sah. Kalau dia tidak mampu dan khawatir terlewatkan waktunya, dan dia mengetahui satu ayat dari surat Al-Fatihah, maka ayat itu diulang-ulangi tujuh kali. Begitu juga kalau dia mengetahui lebih baik dan lebih banyak dari itu, maka diulang-ulangi semampunya.  Dan boleh juga membaca ayat lainnya. Kalau dia mengetahui sebagian ayat, maka tidak harus mengulang-ulang dan diganti dengan lainnya. Karena Nabi sallallahu’alaihi wasallam memerintahkan orang yang tidak bagus bacaannya dengan membaca “Al-Hamdulillah” dan yang lainnya. Dan ia adalah sebagian dari ayat dan tidak diperintahkan untuk mengulang-ulang. Kalau dia tidak bagus sama sekali dan dia hafal (zikir) selain Al-Qur’an, maka dia baca sesuai dengan kemampuannya dan tidak diterima selainnya. Sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Rifa’ah bin Rafi’ sesungguhnya Nabi sallallahu’alaihi wasallam bersabda:

(إذَا قُمْتَ إلَى الصَّلاةِ ، فَإِنْ كَانَ مَعَكَ قُرْآنٌ فَاقْرَأْ بِهِ، وَإِلا فَاحْمَدِ اللَّهَ، وَهَلِّلْهُ، وَكَبِّرْهُ(

 “Kalau engkau menunaikan shalat, jika anda mempunyai (hafalan AL-Qur’an) maka bacalah, kalau anda (tidak mempunyai hafalan) maka bacalah Hamdalah (Al-hamdulillah), tahlil (Lailaha illallah) dan takbir (Allahu Akbar)”.

Karena zikir tersebut dari jenisnya (bahasa Al-Quran), maka hal itu lebih utama. Dan diwajibkan membaca zikir tersebut sesuai jumlah bilangan ayat Al-Quran yang harus dibaca. Kalau tidak ada sama sekali (hafalan dari Al-Qur’an) dan tidak memungkinkan baginya belajar sebelum keluar waktu (shalat). Maka dia harus membaca : Subhanallah (Maha suci Allah), Alhamdulillah (segala puji hanya milik Allah), lailaha illallah (Tiada tuhan melainkan Allah), Allahu Akbar (Allah Maha Besar), La haula wala quwwata illa billah (tiada daya dan upaya melainkan kepada Allah). Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Daud, dia berkata: Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah sallallahu’alaihi wasallam dan bertanya: “Sesungguhnya saya tidak dapat menghafal sedikitpun dari Al-Qur’an, maka ajarkanlah kepada saya apa yang dapat menjadikan shalat saya diterima." Beliau bersabda: “Bacalah subhanallah, alhamdulillah, lailaha illallah, Allahu akbar walahaula walaquwwata illa billah”.

Wallahu’alam .

Refrensi: Syeikh Muhammad Sholih Al-Munajid