Ahad 21 Jumadits Tsani 1446 - 22 Desember 2024
Indonesian

Jika Banyak Negara Berbeda Untuk Menentukan Masuknya Bulan Ramadhan dan Hari Arafah, Maka Saya Berpuasa Ikut Siapa ?

Pertanyaan

Kami berpindah domisili karena kondisi tertentu ke rumah di negara Pakistan, ada banyak kondisi yang berubah, dari mulai waktu-waktu shalat dan lain sebagainya…

Saya ingin bertanya kepada Anda bahwa saya ingin berpuasa Arafah, akan tetapi kalender hijriyahnya di Pakistan berbeda dengan Saudi Arabia, di Pakistan tanggal 8 sementara di Saudi tanggal 9, jadi apakah saya berpuasa pada pada tanggal 8 yang berarti tanggal 9 di Saudi atau saya berpuasa sesuai dengan kalender Pakistan ?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Syeikh Ibnu Utsaimin –rahimahullah- pernah ditanya terkait dengan perbedaan hari Arafah karena perbedaan daerah akan terbitnya hilal, maka apakah kita berpuasa dengan mengikuti rukyahnya negara yang kita berada di dalamnya atau kita berpuasa mengikuti rukyahnya Al Haramain ?

Beliau yang terhormat  menjawab:

“Hal ini didasarkan pada perbedaan pendapat para ulama, apakah satu hilal untuk seluruh dunia atau hilal itu berbeda sesuai dengan perbedaan terbitnya ?”

Yang benar adalah:

Hilal itu berbeda-beda sesuai dengan perbedaan tempat terbitnya, misalnya jika hilal itu sudah terlihat di Makkah, dan hari tersebut adalah tanggal 9, dan hilal sudah terlihat di negara lain satu hari sebelum Makkah, dan hari Arafah bagi mereka adalah tanggal 10, maka mereka tidak boleh berpuasa pada hari tersebut; karena hari itu adalah hari raya.

Demikian juga ketika hilal di Makkah terlambat untuk bisa dilihat, dan hari tersebut tanggal 8 bagi mereka, maka mereka berpuasa pada hari ke-9 bagi mereka yang bertepatan dengan tanggal 10 di Makkah, inilah pendapat yang lebih kuat; karena Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

 إذا رأيتموه فصوموا وإذا رأيتموه فأفطروا 

“Jika kalian telah melihatnya (hilal) maka berpuasalah, dan jika kalian telah melihatnya maka berbukalah (hari raya)”.

Mereka yang tidak melihat dari arah mereka, maka mereka belum melihatnya sebagaimana orang-orang yang telah melakukan ijma’ dengan menganggap terbitnya fajar dan terbenamnya matahari di setiap daerah sesuai dengan waktunya masing-masing, maka demikian juga penentuan waktu bulanan sama seperti waktu harian”. (Majmu’ Al Fatawa: 20)

Beliau –rahimahullah- juga pernah ditanya oleh sebagian pegawai kedutaan negara Saudi yang ada di salah satu negara:

“Di sini kami mengalami (perbedaan) khususnya pada bulan Ramadhan yang penuh berkah dan puasa Arafah, karena di sana orang-orang terbagi menjadi tiga golongan:

Sebagian mengatakan: “Kita berpuasa dan berhari raya bersamaan dengan puasanya Saudi”.

Sebagian lainnya mengatakan: “Kita berpuasa dan berhari raya bersama dengan negara yang menjadi tempat kita tinggal”.

Sebagian lainnya mengatakan: “Kita berpuasa Ramadhan bersama dengan negara tempat tinggal kita, adapun hari Arafah maka bersamaan dengan Saudi Arabia”.

Atas dasar itulah maka saya berharap dari Anda yang terhormat untuk menjawab dengan lengkap dan terperinci terkait dengan puasa Ramadhan yang penuh berkah dan hari Arafah di sertai dengan isyarat bahwa negara….sepanjang lima tahun belakangan ini tidak sesuai dengan Saudi dalam hal puasa Ramadhan dan puasa Arafah, negara tersebut memulai puasa Ramadhan lebih lambat satu, dua atau bahkan terkadang tiga hari setelah Saudi”.

Beliau menjawab:

“Para ulama –rahimahumullah- berbeda pendapat menjadi banyak pendapat terkait dengan hilal yang sudah terlihat pada suatu tempat di negara kaum muslimin namun tidak terlihat pada negara lainnya, apakah semua umat Islam wajib mengamalkannya atau tidak, kecuali bagi mereka yang melihatnya saja dan negara yang satu mathla’ (tempat terbit) dengan mereka, atau berlaku bagi mereka yang telah melihatnya dan mereka yang berada di bawah satu wilayah dengan mereka.

Pendapat yang rajih (kuat) adalah dikembaikan kepada para ulama, jika tempat terbitnya hilal pada dua negara sama, maka kedua negara tersebut seperti satu negara, jika hilal sudah terlihat di salah satu negara tersebut maka hukumnya juga berlaku pada negara sebelahnya. Adapun jika tempat terbitnya berbeda maka setiap negara menentukan masing-masing, pendapat ini yang dipilih oleh Syeikh Islam Ibnu Taimiyah –rahimahullah- dan hal itu sesuai dengan teks Al Qur’an dan Sunnah dan tuntutan qiyas:

Adapun menurut Al Qur’an sebagaimana firman Allah Ta’ala:

 فمن شهد منكم الشهر فليصمه ومن كان مريضا أو على سفر فعدة من أيام أخر يريد الله بكم اليسر ولا يريد بكم العسر ولتكملوا العدة ولتكبروا الله على ما هداكم ولعلكم تشكرون 

“Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur”. (QS. Al Baqarah: 185)

Maka dalam konteks ayat ini maksudnya bagi mereka yang belum hadir/menyaksikan (hilal) maka belum wajib berpuasa.

Adapun menurut As Sunnah maka Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

 إذا رأيتموه فصوموا ، وإذا رأيتموه فأفطروا 

“Jika kalian telah melihatnya (hilal) maka berpuasalah, dan jika kalian telah melihatnya maka berbukalah (hari raya)”.

Dalam konteks hadits ini bahwa jika kita belum melihatnya maka belum wajib berpuasa dan berhari raya.

Adapun menurut qiyas; karena menahan (memulai puasa) dan berhari raya menganggap pada setiap satu negara dan tempat terbit dan terbenamnya sama dengannya menjadi tempat bertemunya titik ijma’, maka penduduk Asia Tenggara akan melihat dan memulai puasa terlebih dahulu dari pada penduduk yang ada di sebelah barat mereka dan mereka pun akan berhari raya lebih dahulu di bandingkan dengan penduduk sebelah barat mereka tersebut; karena fajar akan terbit terbih dahulu kepada mereka; demikian juga matahari akan terbenam terlebih dahulu kepada mereka dibandingkan dengan penduduk negara yang ada di sebelah barat mereka, jika hal itu telah ditetapkan pada awal puasa dan berbuka setiap harinya, maka mengawali dan mengakhiri puasa di awal dan akhir bulan pun sama tidak ada bedanya.

Akan tetapi jika beberapa negara berada di bawah satu kepemimpinan, dan penguasanya telah memerintahkan untuk berpuasa kepada mereka semua atau berhari raya maka wajib dilaksanakan; karena masalah ini termasuk masalah khilafiyah dan ketentuan hakim memutus khilafiyah tersebut.

Atas dasar itulah maka, berpuasalah dan berhari rayalah kalian sebagaimana puasa dan hari raya di negara mana anda berada, baik harinya sesuai dengan negara asal kalian atau berbeda dengan negara asal kalian, demikian juga pada puasa Arafah ikutilah negara di mana kalian berdomisili di dalamnya”. (Majmu’ Al Fatawa: 19)

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam