Alhamdulillah.
Pertama:
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama pada masalah yang berkaitan dengan janin yang keguguran setelah berusia 4 bulan, yang difatwakan oleh para Syeikh kami bahwa hal tersebut tetap diberi nama, dimandikan, dikafani, dishalati, dikuburkan di pemakaman kaum muslimin dan diaqiqahi.
Ulama Lajnah Daimah pernah ditanya:
“Istri saya sebelum meninggal dunianya telah mengalami keguguran yang usia kandungannya sudah berumur 4 bulan, dia telah mengambil dan menguburkannya tanpa menshalatinya, maka saya berharap jika ada kewajiban tertentu yang harus saya lakukan mohon dijelaskan ?”
Mereka menjawab:
“Seharusnya dimandikan, dikafani dan dishalati sesuai dengan pendapat yang shahih di kalangan para ulama selama janin tersebut usianya sudah genap 4 bulan, berdasarkan keumuman hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Tirmidzi dari Al Mughirah bin Syu’bah –radhiyallahu ‘anhu- bahwa Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
" السقط يصلى عليه "
“Janin yang keguguran tetap dishalati”.
Akan tetapi keadaan anda sudah terlambat dan tidak ada kewajiban apapun bagi anda”. (Fatawa Lajnah Daimah: 8/406)
Dan mereka berkata:
“Jika janin yang keguguran belum genap usianya 4 bulan, maka tidak perlu dimandikan, tidak dishalati, tidak diberi nama, dan tidak diaqiqahi; karena belum ditiupkan ruh di dalamnya”. (Fatawa Lajnah Daimah: 8/408)
Syeikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin –rahimahullah- pernah ditanya:
“Apakah janin yang keguguran sebelum penciptaannya sempurna tetap dilaksanakan aqiqah atau tidak ?”
Maka beliau menjawab:
“Gugurnya kandungan yang belum genap usianya 4 bulan, maka tidak ada aqiqah, tidak beri nama dan tidak dishalati dan dikuburkan di mana saja.
Adapun jika usianya di atas 4 bulan, berarti sudah ditiupkan ruh, maka tetap diberi nama, dimandikan, dikafani, dishalati dan dikebumikan di kuburan umat Islam, termasuk tetap diaqiqahi menurut pendapat kami. Namun sebagian ulama berpendapat: “Tidak perlu diaqiqahi sampai lahir dan hidup selama tujuh hari”, namun yang benar adalah tetap diaqiqahi; karena pada hari kiamat akan ikut dibangkitkan dan (diizinkan) untuk memberi syafa’at kepada kedua orang tuanya”. (As’ilah Baab Maftuh, Soal nomor: 653)
Kedua:
Darah yang keluar bersamaan dengan janin pada usia tersebut merupakan darah nifas, maka bagi wanita tersebut meninggalkan shalat, puasa dan diharamkan bagi suaminya untuk menggaulinya. Darah yang keluar dianggap darah nifas jika seorang wanita mengalami keguguran dan telah sempurna penciptaan janin tersebut.
Syeikh Ibnu Utsaimin berkata:
“Para ulama berkata: “Jika janin telah keluar dan telah nampak sebagai manusia sempurna, maka darah yang keluar pasca keguguran dianggap darah nifas, wanita tersebut hendaknya meninggalkan shalat, puasa, suaminya menjauhinya sampai dia menjadi suci, namun jika janin keluar dalam bentuk pencipataan yang belum sempurna, maka darah yang keluar tidak dianggap darah nifas akan tetapi sebagai darah rusak yang tidak menghalanginya untuk mendirikan shalat, puasa dan yang lainnya.
Para ulama berkata:
“Waktu yang paling minimal untuk mengenali janin adalah 81 hari”. (Fatawa Mar’ah Muslimah: 1/304-305)
Baca juga soal nomor: 37784
Wallahu A’lam.