Ahad 23 Jumadil Ula 1446 - 24 November 2024
Indonesian

Hukum Nasyid Yang Dinamakan Islami Disertai Dengan Alat Musik

5011

Tanggal Tayang : 27-02-2016

Penampilan-penampilan : 14321

Pertanyaan

Apakah dibolehkan mendengarkan nasyid islami yang disertai alat musik. Mohon jawaban dari Qur’an dan Sunah serta Ijmak.

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Ayat Qur’an dan Hadits nabawi telah menunjukkan celaan terhadap alat yang melalaikan serta ancaman darinya. Al-Qur’an telah memberikan petunjuk bahwa penggunaannya termasuk salah satu sebab kesesatan dan menjadikan ayat Qur’an sebagai mainan sebagaimana Firman Ta’ala:

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّخِذَهَا هُزُوًا أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ

“Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.” (QS. Lukman: 6)

Kebanyakan para ulama menafsiri bahwa lahwal hadits adalah nyanyian dan alat tabuh dan semua suara yang menghalangi kebenaran.

Ath-Thabari dalam Jamiul Bayan, 15/118-119 meriwayatkan dan Ibnu Abu Dunya dalam Zammul Malahi, hal. 33, Ibnu Jauzi dalam kitab ‘Talbisu Iblis, hal. 232) dari Mujahid dalam Firman Allah Ta’ala:

وَاسْتَفْزِزْ مَنِ اسْتَطَعْتَ مِنْهُمْ بِصَوْتِكَ وَأَجْلِبْ عَلَيْهِمْ بِخَيْلِكَ وَرَجِلِكَ وَشَارِكْهُمْ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ وَعِدْهُمْ وَمَا يَعِدُهُمُ الشَّيْطَانُ إِلَّا غُرُورًا (سورة الإسراء :63،64)

“Dan hasunglah siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan ajakanmu, dan kerahkanlah terhadap mereka pasukan berkuda dan pasukanmu yang berjalan kaki dan berserikatlah dengan mereka pada harta dan anak-anak dan beri janjilah mereka. Dan tidak ada yang dijanjikan oleh syaitan kepada mereka melainkan tipuan belaka.” (QS. Al-Israa’: 63)

Dia berkata, ia adalah nyanyian dan seruling. Diriwayatkan Ath-Thabari dari Hasan Basri beliau mengatakan, “Suaranya adalah rebana.”

Ibnu Qoyim dalam Igotsatul Lahfan, (1/252) mengatakan, “Sandaran ini adalah sandaran pengkhususan sebagaimana sandaran kuda dan pejalan kaki. Semua pembicaraan selain ketaatan kepada Allah. Suara dengan seruling atau rebana, atau gendang itu adalah suara syetan.”

Diriwayatkan Tirmizi dalam sunannya no. 1005 dari hadits Ibnu Abi Laila dari ‘Atho’ dari Jabir radhiallahu anhu berkata,

خرج رسول الله صلى الله عليه وسلم مع عبد الرحمن بن عوف إلى النخل فإذا ابنه إبراهيم يجود بنَفَسه ، فوضعه في حجره ففاضت عيناه ، فقال عبد الرحمن : أتبكي وأنت تنهى عن البكاء ؟ قال: إني لم أنه عن البكاء ، وإنما نهيت عن صوتين أحمقين فاجرين : صوت عند نغمة لهو ولعب ومزامير شيطان وصوت عند مصيبة : خمش وجوه وشق جيوب ورنَّة ..( قال الترمذي : هذا الحديث حسن وأخرجه الحاكم في المستدرك (4/43) والبيهقي في السنن الكبرى، 4/69،  والطيالسي في المسند، رقم 1683 والطحاوي في شرح المعاني و حسنه الألباني، 4/29)

Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam keluar bersama Abdurrahman bin Auf ke (arah) kurma. Ternyata anaknya; Ibrahim meninggal dunia. Maka beliau letakkan di rumahnya. Kedua matanya meneteskan air mata. Abdurrahman berkata, “Apakah anda menangis, sementara anda melarang menangis?” Beliau mengatakan, “Saya tidak melarang menangis. Sesungguhnya yang saya larang ada dua suara pandir dan jelek. Suara lantunan yang melalaikan dan permainan seruling setan. Dan suara ketika terkena musibah, dia mencakar wajah dan merobek saku dan merintih.” (Tirmizi mengatakan hadits ini hasan dikeluarkan Hakim dalam Mustadrak, 4/43, Al-Baihaqi dalam Sunan Kubra, 4/69 dan Ath-Thayalisi dalam Musnad no. 1683. Ath-Thahawi dalam Syarh Ma’ani. Dinyatakan Hasan oleh Albany, 4/29).

Nawawi mengatakan, “Maksudnya disini adalah nyanyian dan seruling. Silahkan lihat di ‘Tuhfatul Ahwadi, 4/88).

Dalam hadits shoheh dari Nabi sallallahu alaihi wa sallam beliau bersabda:

" ليكون من أمتي أقوام يستحلون الحِر والحرير والخمر والمعازف ، ولينزلن أقوام إلى جنب علم يروح عليهم بسارحة لهم ، يأتيهم ـ يعني الفقير ـ لحاجة فيقولوا ارجع إلينا غدا فيبيتهم الله ، ويضع العلم ، ويمسخ آخرين قردة وخنازير إلى يوم القيامة (رواه البخاري في الصحيح معلقا، 10/51 ووصله البيهقي في السنن الكبرى، 3/272 والطبراني في المعجم الكبير، 3/319 وابن حبان في الصحيح، 8/265 ـ 266 وصححه ابن الصلاح في علوم الحديث، 32 وابن القيم في إغاثة اللهفان، صفحة 255 ، وتهذيب السنن، 5/270 ـ 272 والحافظ في الفتح، 10/51 والألباني في الصحيحة، 1/140)

“Akan ada dari umatku kaum yang menghalalkan zina, sutera, khamar dan musik. Dan akan ada di suatu negeri, orang berilmu yang membawa makanan mereka. Lalu orang fakir mendatangi mereka karena ada suatu keperluan. Namun mereka mengatakan,”Pulanglah dan kembalilah besok kepada kami. Maka Allah binaskan mereka di malam hari, dicabut ilmunya, dan yang lainnya dirubah menjadi kera dan babi sampai pada hari kiamat.” (HR. bukhari dalam shahihnya secara mualaq (menggantung), 10/51, disambungkan oleh Baihaqi di Sunan Kubro, 3/272, Ath-Thabrani dalam Mu’jam Al-Kabir, 3/319, Ibnu Hiban dalam kitab Ash-Shahihnya, 8/265-266. Dinyatakan shahih oleh Ibnu Sholah dalam Ulumul Hadits, no. 32, Ibnu Qoyim dalam kitab Igotsatul Lahfan, no. 255, Tahzibus Sunan 5/270-272, Al-Hafiz Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Bari, 10/51 dan Al-Albany dalam kitab Ash-Shahih, 1/140).

Al-Hafiz Ibnu Hajar mengatakan dalam Fathul Bari, 10/55, “Musik adalah alat yang melalaikan. Al-Qurthubi menukil dari Jauhari bahwa musik nyanyian yang ada dalam shihahnya adalah alat yang melalaikan. Dikatakan ia adalah suara yang melalaikan. Dalam hawasyi Dimyati, “Musik dan rebana dan selain dari keduanya yang ditabuh . Nyanyian secara mutlak juga disebut musik.  Setiap  permainnan yang melenakan juga termasu musik.” 

Ibnu Qoyim dalam Igotsaatul Lahfan, (1/256) mengatakan, “Latar belakang dalilnya, bahwa musik adalah semua peralatan yang melalaikan. Tidak ada perbedaan dari kalangan pakar Bahasa akan hal itu. Jika dia halal, maka tidak akan dicela sikap menghalahlkannya. Juga karena  disandingkan penghalalan tersebut dengan khamar dan zina.”

Kesimpulan dari hadits adalah diharamkannya alat musik dan tabuhan. Kesimpulan dalil dari hadits ini dari beberapa sisi:

Pertama, ungkapan ‘menghalalkan’ . Penyebutan itu secara tegas bahwa yang disebutkan di antaranya music. Berarti dalam agama perkara ini diharamnya, sehingga ada suatu kaum yang menghalalkannya.

Kedua, disandingkannya musik dengan perkara yang telah ditegaskan keharamnnya, zina dan khamar. Jika tidak haram, tidak akan disandingkan dengannya. Menyimpulkan dalil dari hadits ini sebagai pengharaman musik termasuk pengambilan dalil yang sudah pasti. Jika tidak ada ayat dan hadits selain hadits ini, sudah cukup untuk mengharamkannya. Apalagi jenis musik yang dikenal orang sekarang. Musik yang liriknya mengandung kata-kata jorok dan jelek. Didukung dengan berbagai musik dari alunan musik, gitar, gendang, seruling, kecapi, piano dan biola. Dilengkapi dengan suara banci dan nada mendayu-dayu.” (Silahkan lihat hukum music, karangan Al-Albany, ‘Tashihul Akhto’ wal auham al-waqiah fi fahmi ahadits Nabi ‘alaihis salam karangan Roid Sobri, 1/176).

Syekh Ibnu Baz dalam majmu’ Fatawa, (3/423-424) mengatakan, “Musik adalah nyanyian dan alat yang melalaikan. Nabi sallallahu alaihi wa sallam telah memberitahukan bahwa nanti pada akhir zaman, ada suatu kaum yang akan menghalalkannya. Sebagaimana mereka menghalalkan khomr, zina dan sutera. Ini termasuk tanda kenabianna sallallahu alaihi wa sallam. Karena semua itu telah terjadi. Hadits menunjukkan akan pengaharamannya dan mencela orang yang menghalalkan. Sebagaimana mencela orang yang menghalalkan khorm dan zina. Ayat dan hadits yang mengingatkan dari nyanyian dan alat melalaikan banyak sekali. Siapa yang menyangka bahwa Allah memperbolehkan nyanyian dan alat melalaikan, maka dia telah berbohong dan mendatangkan kemungkaran yang besar. Kita memohon kepada Allah keseharan dari ketaatan hawa nafsu dan syetan. Yang lebih bahaya dan lebih besar kejahatannya dari itu adalah orang yang mengatakan itu sunah.

Tidak diragukan lagi, ini termasuk ketidak tahuan terhadap Allah dan agamanya. Bahkan termasuk berani mengatakan kepada Allah dan berdusta terhadap ajaran-Nya. Sesungguhnya yang disunahkan adalah menabuh rebana waktu pernikahan khusus bagi para wanita. Untuk mengiklankan dan membedakan antara dia dengan orang bodoh. Tidak mengapa nyanyian para wanita dikalangan mereka. Disertai dengan rebana. Kalau nyanyian itu tidak ada anjuran melakukan kemungkaran dan memberatkan melakukan kewajiban. Disyaratkan hal itu di kalangan mereka sendiri (para wanita). Tanpa bercampur baur dengan para lelaki. Tidak keras sampai mengganggu tetangga dan memberatkan mereka. Apa yang dilakukan sebagian orang mengiklankan dengan pembesar suara termasuk kemungkaran. Karena hal itu termasuk mengganggu orang Islam dari tetangga dan lainnya. Dan tidak diperboehkan bagi para wanita baik dalam pesta pernikahan maupun lainnya menggunakan selain rebana dari alat tabuh seperti kecapi, biola dan gambus dan semisal itu. Bahkan itu termasuk kemungkaran. Yang diberi keringanan bagi mereka adalah mempergunakan rebana saja.

Kalau para lelaki, tidak dibolehkan mempergunakan apapun dari hal itu. Baik dalam pesta pernikahan maupun lainnya. Yang dianjurkan Allah bagi para lelaki adalah latihan mempergunakan alat perang seperti memanah, menaiki kuda dan berlomba dengannya dan selain dari itu dari peralatan perang. Seperti latihan mempergunakan tombak, perisai, tank dan pesawat dan selain dari itu. Seperti menembak dengan tank, senjata dan bom dan semua yang membantu untuk berjihad di jalan Allah.

Syeikhul Islam dalam fatwanya, (11/569) mengatakan, “Ketahuilah bahwa dalam tiga kurun yang mulia baik di Hijaz, Syam, Yaman, Mesir, Magrib, Iraq, Khurosan dari kalangan orang beragama, bagus prilakunya, zuhud, ahli ibadah tidak ada yang berkumpul seperti mendengarkan siulan, tepuk tangan. Baik dengan rebana, tangan, peralatan lainnya. Akan tetapi terjadinya hal itu pada akhir tahun dua ratusan ketika para imam melihatnya, maka mereka mengingkarinya.” Selesai

Sementara nasyid yang dinamakan dengan islami yang diiringin dengan musik. Penamaan ini memberikan sedikit pembenaran. Padahal hakekatnya itu adalah nyanyian dan musik. Dan penamaan dengan nasyid islami termasuk kebohongan tidak mungkin sebagai pengganti dari nyanyian. Tidak mungkin mengganti jelek dengan kejelekan. Akan tetapi kita jadikan yang baik sebagai pengganti yang jelek. Dan mendengarkannya karena ia islami dan beribadah dengannya termasuk bid’ah yang tidak diizinkan oleh Allah. Kami memohon kepada Allah keselamatan dan kesehatan.

Untuk tambahan silahkan melihat ‘Talbis Iblis, no. 237 Al-Madkhol karangan Ibnu Haj, 3/109. Al-Amru Bil-Ittiba Wan Nahyu ‘An Ibtida’ karangan Suyuti, 99 dan seterusnya, Zammul Malahi karangan Ibnu Abi Dunya. “I’lam Bi Anna Uzuf Harom “ karangan Abu Bakar Al-Jazairy. Tanzih Syariah ‘An Aghoni Kholi’ah wa Tahrim Alat Thorbi Karangan Albany.

Refrensi: Syeikh Muhammad Sholih Al-Munajid