Kamis 20 Jumadil Ula 1446 - 21 November 2024
Indonesian

Hukum Menggunakan Obat Tetes Telinga Ketika Berpuasa Ramadhan

Pertanyaan

Apa hukum menggunakan obat tetes telinga pada bulan Ramadhan dan pada siang harinya? Apakah itu membatalkan puasa ataukah tidak?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Dibolehkan bagi yang berpuasa untuk memakai obat tetes telinga dan mata. Sebab hal itu tidak merusak puasa. Namun, sebagian ulama berpendapat bahwa obat tetes telinga dan mata bisa membatalkan puasa jika rasa obat tersebut sampai di tenggorokan. Karena itu, sebaiknya tidak menggunakan obat tersebut di siang hari Ramadhan. Jika ia mendapati rasanya sampai ke tenggorokan lalu, untuk berjaga-jaga, ia meng-qadha puasanya maka ini lebih baik. 

Dalam keputusan “Majma’ al-Fiqh al-Islami” disebutkan:

Hal-hal berikut tidak membatalkan puasa: tetes mata, tetes telinga, sikat gigi, tetes hidung, semprot hidung, selama tetesannya yang jatuh ke tenggorokan tidak ditelan. Demikian. 

Syaikh Abdullah ibn Baz rahimahullah berkata:

Membersihkan gigi dengan pasta gigi tidak membatalkan puasa, sebagaimana halnya siwak. Namun demikian, orang yang bersangkutan harus berhati-hati agar tidak ada yang tertelan ke dalam perut. Jika ada yang tertelan tanpa sengaja, maka itu tidak membatalkan puasa. Demikian pula halnya dengan tetes mata dan telinga. Keduanya tidak membatalkan puasa, berdasarkan pendapat paling shahih. Jika rasa tetesan tersebut terasa di tenggorokan, maka meng-qadha puasa adalah lebih utama, namun tidak wajib. Karena keduanya tidak menembus ke dalam lubang saluran makan dan minum. Adapun tetes hidung, maka hal itu tidak dibolehkan. Karena saluran hidung menembus ke lubang saluran makan dan minum (tenggorokan). Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda, 

وبالغ في الاستنشاق إلا أن تكون صائماً

“Beristinsyaqlah kecuali jika kamu berpuasa!” 

Hadis ini diriwayatkan oleh at-Turmudzi (788), Abu Dawud (142), dan dinyatakan shahih oleh al-Albani. Berdasarkan hadis ini, orang yang menggunakan obat tetes hidung ketika berpuasa, wajib meng-qadha puasanya. Demikian pula dengan yang serupa dengan hal ini jika rasanya terasa di tenggorokan. Demikian. Dikutip dari “Majmu’ Fatawa Ibn Baz” (15/260, 261). 

Syaikh Ibn Baz rahimahullah juga berkata:

Yang sahih, obat tetes mata tidak membatalkan puasa. Sekalipun ini menjadi perdebatan di kalangan ulama. Sebagian ulama berpendapat, jika rasanya sampai ke tenggorokan maka itu membatalkan. Namun yang sahih, hal itu tidak membatalkan secara mutlak. Karena mata tidak tembus ke tenggorokan. Namun jika yang menggunakannya merasa ada rasa di tenggorokan kemudian meng-qadha puasanya, untuk berjaga-jaga dan keluar dari perselisihan, maka hal itu tidak mengapa. Tidak meng-qadha puasanya pun tidak mengapa. Karena yang sahih adalah obat tetes tidak membatalkan puasa, baik itu tetes di mata maupun di hidung. Demikian. Dikutip dari “Majmu’ Fatawa Ibn Baz” (15/263). 

Syaikh Muhammad ibn Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah berkata:

Adapun tetes mata, misalnya saja celak, dan tetes telinga, maka keduanya tidak membatalkan puasa. Karena keduanya tidak disebutkan dalam nash dan tidak dalam pengertian hal-hal yang disebutkan dalam nash. Mata bukan jalur makanan dan minuman. Demikian pula dengan teling. Keduanya seperti yang lain merupakan lubang-lubang yang terdapat pada tubuh. 

Para ulama berkata:

Jika orang melumuri kedua kakinya dengan hanzhal (sejenis buah yang bentuk dan warnanya seperti jeruk tapi rasanya sangat pahit) dan merasakan rasanya di tenggorokan maka hal itu tidak membatalkan puasanya. Karena kaki bukan jalur makanan dan minuman. Demikian pula dengan bercelak, atau meneteskan tetes pada mata atau pada telinga, maka semua itu tidak membatalkan puasa, sekalipun rasanya terasa di tenggorokan. Demikian pula halnya jika ia memakai minyak di kulitnya untuk pengobatan atau untuk tujuan lain maka itu tidak akan membahayakan puasanya. Demikian pula halnya jika ia menderita sesak nafas lalu ia menghirup gas yang diletakkan di mulutnya untuk membantu pernafasannya maka hal itu tidak membatalkan puasanya, karena tidak sampai ke lambung. Itu bukan makanan juga bukan minuman. Demikian. Dikutip dari “Fatawa Shiyam” (206).

Wallahu a’lam..

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam