Sabtu 18 Syawal 1445 - 27 April 2024
Indonesian

Setelah Istinja (bersih dari najis dari kemaluan) Dia Merasakan Ada Sesuatu Yang Keluar Dari Duburnya

Pertanyaan

Setelah buang air besar saya merasakan sesuatu keluar dari dubur, terkadang memang ada sesuatu dan terkadang tidak ada sesuatu. Pertanyaanku adalah apakah saya harus memeriksa wuduku untuk setiap shalat? Bagaimana kedudukan sholatku yang telah lalu? Apakah saya harus mengulanginya? Perlu diketahui bahwa saya tidak tahu berapa bilangannya?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Kalau seseorang telah buang hajat dan bersuci kemudian berwudhu, maka dia dalam kondisi suci sampai yakin benar ada sesuatu yang menjadi pembatal kesuciannya. Wudhunya tidak batal hanya sekedar ragu-ragu. Bahkan meskipun keraguannya kuat dan dominan.

Dengan demikian, maka hanya sekedar perasaan dengan keluar sesuatu dari dubur, tidak termasuk pembatal wudhu. Hendaknya  dihindari sifat was-was. Selagi anda telah bersuci (berisitnja) dan bersih tempatnya, maka anda tidak diharuskan mengecek sebelum shalat.

Sedangkan shalat-shalat yang telah anda lakukan tidak perlu anda ulangi. Karena anda dalam kondisi suci dan tidak yakin ada sesuatu yang membatalkannya.

Landasan hal ini adalah apa yang diriwayatkan oleh Bukhari, (137) dan Muslim, (361), dari Abdullah bin Zaid radhiallahu anhu  bahwa mengadu kepada Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bahwa dirinya selalu merasa ada sesuatu keluar dari kemaluannya saat shalat, maka beliau bersabda:

لا يَنْصَرِفْ ، حَتَّى يَسْمَعَ صَوْتًا أَوْ يَجِدَ رِيحًا

“Jangan berhenti shalat, sebelum dia mendengarkan suara atau mendapatkan bau.”

An-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Hadits ini merupakan salah satu pondasi syariat Islam dan kaidah yang agung di antara kaidah fikih. Yaitu bahwa segala sesuatu dihukumi dari hukum asalnya sampai benar-benar yakin berbeda dari hal itu dan tidak merusak keraguan yang datang kemudian.

Di antara hal itu adalah permasalahan yang ada dalam hadits, yaitu bahwa orang yang yakin suci dan ragu batal, maka dia dihukum dengan hukum asal yaitu dalam kondisi suci. Tidak ada perbedaan masalah ini, apakah di dalam shalat atau di luar shalat. Ini adalah mazhab kami dan mazhab jumhur (mayoritas) ulama dari kalangan salaf (ulama di abad-abad pertama) maupun kholaf (ulama yang datang kemudian). Rekan-rekan ulama dalam mazhab kami mengatakan, “Tidak ada perbedaan, apakah keraguan yang terjadi sama bobotnya antara  hadats dan tidak. Atau salah satunya lebih kuat, atau ada persangkaan kuat. Maka dalam semua kondisi, tidak perlu berwudhu (lagi).” (Syarah Muslim)

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahulah ditanya, “Ketika saya kencing dan berwudhu kemudian saya shalat, saya merasakan sesuatu keluar dari kemaluanku. Kalau saya periksa hal itu, saya dapatkan sebagian air seni telah keluar, bagaimana solusinya?”

Maka beliau menjawab, “Tidak diragukan lagi bahwa Allah azza wa Jalla dengan  hikmahnya menjadikan air seni dan kotoran dapat ditahan oleh otot-otot yang kuat agar tidak keluar darinya sedikitpun. Akan tetapi terkadang otot-otot ini terkena penyakit sehingga menjadi longgar sehingga keluar air seninya. Kadang secara terus menerus atau terjadi kadang-kadang. Terkadang orangnya itu sendiri yang menjadi sebab hal itu. Karena di antara orang ada yang ketika telah selesai kencing dia mengejan dengan keras. Dan di antara orang ada yang membiarkan sampai keluar terakhir tetesan air seninya. Dan ini suatu kesalahan. Sampai sebagian ulama fikih mengatakan, “Disunahkan mengejan dan  mendorong keluar.” itu adalah pendapat yang lemah. Bahkan itu termasuk bid’ah sebagaimana yang ditegaskan hal ini oleh Syaikhul  Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah.

Dan sebagaimana yang tampak dalam sunah, maka Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam tidak pernah sama sekali beliau bahwa beliau mengejan dan mendorang kencingnya agar keluar, tidak pernah sama sekali, juga tidak pernah sama sekali menahanya. Akan tetapi sebagian orang melakukan hal ini. Mungkin karena taklid dari perkataan pendapat ahli fikih, atau mungkin dia berasumsi bahwa kalau tidak melakukan hal ini, maka air seninya akan tetap di kemaluannya. Ini suatu kekeliruan, kalau seseorang kencing hendaknya dia cuci kepala kemaluannya saja dan itu sudah cukup. Tidak perlu sama sekali memeras kemaluannya juga tidak perlu menggerakkannya, cukup dicuci kepala kemaluannya yang terkena air seni saja. Dan sudah selesai segala sesuatunya.

Kalau seseorang membiasakan hal ini, tidak akan terkena penyakit seperti ini, dimana dia sendiri yang menjadi sebabnya. Maka nasehatku kepada saudara ini, hendaknya dia abaikan hal itu, jangan hiraukan, jangan mengejan dan jangan menahannyanya. Biarkan secara alami, jika telah keluar bagian yang terakhir, maka cucilah ujung kemaluannya.

Terkadang seseorang merasakan gerakan di kemaluannya, maka tidak perlu dia hiraukan. Karena sebagian orang, kalau dia merasakan gerakan dia longgarkan celananya dan mulai menekan kemaluannya dari atas. Kalau dia menekannya, maka pasti akan keluar sesuatu. Biarkan saja dan jangan hiraukan, sampai sebagian para ulama rahimahumullah mengatakan, ‘Jika mengalami hal  seperti ini,  untuk menghilangkan penyakit was was, hendaknya dia cipratkan air ke celananya agar ketika dia berfikir atau ragu-ragu, dia menyimpulkan air tersebut.” Akan tetapi kami mengatakan, ‘Hal ini tidak dibutuhkan, karena terlalu berlebihan. Maka abaikan hal tersebut dan jangan sibukkan diri dengannya. Maka akan hilang penyakit was was dengan izin Allah. Jangan hentikan shalat ketika anda merasakan ada sesuatu atau gerakan di  kemaluan. Jangan hiraukan. Biarkan saja hal itu.” (Al-Liqo’ As-Syahri)

Wallahu a’lam

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam