Kami memohon donasi dengan suka rela untuk mendukung situs ini, agar situs anda -islamqa.info – berkelanjutan dalam melayani Islam dan umat Islam insyaallah
Pada tahun pertama saya diwajibkan berpuasa Ramadhan saya tidak menjalankan ibadah puasa; karena ketidaktahuan saya bahwa telah diwajibkan puasa bagi saya, akan tetapi saya memahami hal itu pada pekan terakhir bulan Ramadhan, lalu saya bersuci dan hanya tinggal 4 hari saja dari bulan Ramadhan dan saya juga tidak berpuasa; karena saya sakit dan muntah. Apakah saya berhutang puasa satu bulan penuh atau cukup dengan membayar fidyah ?, akan tetapi saya tidak ingat berapa hari pastinya saya tidak berpuasa ?, saya juga tidak shalat pada tahun pertama saya diwajibkan berpuasa; karena saya belum tahu pada saat itu, maka apakah saya juga harus mengqadha’ semua shalat yang saya tinggalkan ?
Alhamdulillah.
Diwajibkan bagi anda untuk mengqadha’ puasa yang telah anda tinggalkan, baik pada masa haidmu atau di luar masa haidmu pada bulan ramadhan tersebut. Jika anda tidak mengetahui secara pasti selama berapa hari meninggalkan puasa, maka anda harus memperkirakannya, dan berpuasa selama hari-hari yang anda perkirakan tersebut sampai anda merasa sudah bebas dari tanggungan dan telah mengqadha’ puasamu.
Syeikh Ibnu Utsaimin –rahimahullah- berkata:
“Jika ada seseorang yang meninggalkan puasa karena ketidaktahuannya dan mengira bahwa puasa tidak diwajibkan baginya, seperti; jika ada seorang remaja wanita yang sudah baligh dengan haid tapi dia masih anak-anak, dia mengira bahwa masa baligh tidak terjadi kecuali jika sudah mencapai usia 15 tahun. Maka dalam kondisi seperti ini dia wajib mengqadha’ puasa Ramadhannya; karena kewajiban itu tidak bisa gugur hanya karena ketidaktahuannya.
Masalah ini banyak terjadi kepada sebagian wanita yang sudah mencapai usia baligh dengan haid namun masih tergolong kecil (anak-anak). Wanita Remaja tersebut biasanya malu untuk menyampaikan kepada keluarganya kalau sudah menstruasi, lalu ia tidak berpuasa, terkadang ia tetap berpuasa meskipun sedang datang bulan.
Maka kami katakan kepada remaja wanita pertama yang tidak mau berpuasa, diwajibkan bagimu untuk mengqadha’ puasa pada bulan-bulan yang kamu tinggalkan dari awal masa balighmu.
Kami katakan kepada remaja wanita kedua yang tetap berpuasa pada masa haidnya, kamu wajib mengulangi puasamu selama masa haidmu; karena puasa pada masa haid tidak sah puasanya”. (Fatawa Nur ‘Ala Darb: 2/11, sesuai dengan program Maktabah Syamilah)
Adapun masalah shalatnya, maka hendaknya kamu memperbanyak shalat sunnah; karena shalat sunnah akan mengganti kekurangan-kekurangan yang ada pada shalat fardhu.
Imam Tirmidzi (413) telah meriwayatkan dari Abu Hurairah berkata: “Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
( إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلَاتُهُ فَإِنْ صَلُحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ وَإِنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ ، فَإِنْ انْتَقَصَ مِنْ فَرِيضَتِهِ شَيْءٌ قَالَ الرَّبُّ عَزَّ وَجَلَّ انْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ فَيُكَمَّلَ بِهَا مَا انْتَقَصَ مِنْ الْفَرِيضَةِ . ثُمَّ يَكُونُ سَائِرُ عَمَلِهِ عَلَى ذَلِكَ ) صححه الألباني في "صحيح الترمذي" .
“Sungguh yang pertama kali dihisab dari amalan seorang hamba pada hari kiamat adalah shalatnya, jika shalatnya baik maka dia akan beruntung dan sukses, namun jika shalatnya rusak maka dia telah merugi, dan jika shalat fardhunya ada sesuatu yang kurang, maka Allah –‘Azza wa Jalla- berfirman: “Lihatlah, apakah hamba-Ku ini mempunyai shalat-shalat sunnah, maka itulah yang akan menyempurnakan kekurangan-kekurangan dari shalat fardhunya, kemudian seluruh amalnya juga akan berlaku seperti itu”. (Dishahihkan oleh Albani dalam Shahih Tirmidzi)
Wallahu A’lam