Alhamdulillah.
Soal penanya mengandung dua perkara;
Pertama: Keshahihan hadits ini
Haditsini adalah shahih dan terdapat dalam kedua kita yang paling shahih setelah Al-Quran (Shaih Bukhari dan Muslim). Bukhari meriwayatkannya dalam Shahihnya, no. 1145 dan Muslim, no. 1261. Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
" ينزل رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ يَقُولُ : مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ"
"….. Tuhan kita Tabaaraka wa ta'ala turun pada setiap malam ke langit dunia pada sepertiga malam terakhir, Dia berfirman, 'Siapa yang berdoa kepada-Ku, akan Aku kabulkan, siapa yang meminta kepada-Ku akan Aku berikan, siapa yang minta ampun kepada-Ku akan Aku ampuni."
Telah meriwayatkan hadits ini sekitar duapuluh delapan orang shahabat radhiallahu anhu. Ahlussunnah telah sepakat menerimanya.
Kedua: Penjelasan tentang turunnya Allah Azza wa Jalla ke langit dunia
Ketahuilah wahai saudara-Ku, semoga Allah memberi anda taufiq, bahwa turunnya Allah Azza wa Jalla ke langit dunia merupakan salah satu sifat perbuatan-Nya yang terkait dengan kehendak-Nya dan hikmah-Nya. Dia adalah turun hakiki yang sesuai dengan kebesaran dan keagungan-Nya. Maka Allah Ta'ala turun dengan cara yang Dia kehendaki, pada waktu yang Dia kehendaki, maha suci Allah, tidak ada sesuatupun yang serupa dengan-Nya, Dia Maha Pendengar lagi Maha Melihat. Tidak benar merubah makna hadits dengan memberikan penafsiran bahwa makna 'turun' di sini adalah turun perkaranya, atau rahmat-Nya atau salah satu malaikatnya. Karena hal tersebut batil dari beberapa sisi;
Pertama:
Penakwilan hadits tersebut bertentangan dengan zahir hadits. Karena Nabi shallallahu alaihi wa sallam menyandingkan kata tersebut kepada Allah Ta'ala. Prinsip asalnya adalah bahwa sesuatu disandingkan dengan sesuatu yang terjadi padanya atau sesuatu yang melakukannya. Maka jika dialihkan kepada selainnya, itu berarti melakukan perubahan yang bertentangan dengan makna asal. Dan kita mengetahui bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam adalah orang yang paling mengetahui tentang Allah dan bahwa beliau adalah makhluk yang paling fasih dan paling jujur terhadap apa yang disampaikan. Perkataannya tidak mengandung dusta,
Tidak mungkin dia mengarang-ngarang sesuatu tentang nama Allah Ta'ala, atau sifat dan perbuatannya, begitu pula tentang hukum-Nya. Allah Ta'ala berfirman,
لَوْ تَقَوَّلَ عَلَيْنَا بَعْضَ الأَقَاوِيلِ * لأَخَذْنَا مِنْهُ بِالْيَمِينِ * ثُمَّ لَقَطَعْنَا مِنْهُ الْوَتِينَ (سورة الحاقة:44ـ46)
"Seandainya Dia (Muhammad) Mengadakan sebagian Perkataan atas (nama) Kami, niscaya benar-benar Kami pegang Dia pada tangan kanannya . Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya." (QS. Al-Haqah: 44-46)
Demikian pula beliau shallallahu alaihi wa sallam, tidak ada yang beliau inginkan kecuali hidayah bagi para makhluk. Maka jia dia mengatakan,
" ينزل ربنا "
"Tuhan kami turun…"
Maka siapapun yang mengartikannya berbeda dengan zahir hadits, misalnya dia mengatakan, "Yang dimaksud adalah 'perkaranya turun". Maka kita katakan kepadanya, "Apakah anda lebih mengetahui tentang Allah dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam?!" Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengatakan, "Tuhan kami turun."sementara anda mengatakan "Perkara Tuhan kami turun."Atau apakah anda orang yang paing fasih bahasanya dalam umat ini, sehingga umat ini tidak mengetahui bahwa beliau shallallahu alaihi wa sallam menyampaikan sesuatu yang maknanya bertentangan dengan zahirnya?! Tidak diragukan lagi, seseorang yang menyampaikan sesuatu kepada manusia dengan kalimat yang maknanya berbeda dengan zahirnya, bukanlah orang yang layak memberikan nasehat. Ataukah anda mengira bahwa diri anda lebih fasih dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam?! Tidak diragukan lagi bahwa perubahan semacam ini tak lepas dari sikap menyematkan cela dan kurang para pribadi Rasulullah shallallahu alaihi sallam, sesuatu yang tidak akan diridhi seorang muslim pun selamannya terhadap pribadi Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.
Kedua: Turunnya perkara dan rahmat-Nya tidak khusus pada waktu malam saja. Justeru perkara dan rahmat-Nya turun di setiap waktu. Jika dikatakan, "Turunnya perkara yang khusus dan rahmat-Nya yang khusus." Maka berarti hal tersebut tidak harus setiap waktu. Maka jawabannya adalah, jika kita katakan bahwa penakwilan tersebut benar, maka hadits tersebut menunjukkan penghujung tempat turunnya, yaitu di langit dunia. Jadi, apa gunanya Rasulullah shallallahu shallallahu alaihi wa sallam menyampaikan kepada kita bahwa turunnya rahmat hanya sampai ke langit dunia dan tidak sampai kepada kita?!
Ketiga:
Hadits ini menunjukkan bahwa yang turun berkata, "Siapa yang berdoa kepada-Ku, akan aku Aku kabulkan. Siapa yang memohon kepada-Ku, akan Aku beri, siapa yang memohon ampunan kepada-Ku, maka akan Aku ampuni." Ucapan seperti ini tidak mungkin diucapkan selain Allah Ta'ala.
Lihat: Majmuah Fatawa wa Rasail Syaikh Muhammad bin Saleh Al-Utsaimin, (1/203-215) .