Alhamdulillah.
Menghadiahkan pahala amalan soleh untuk orang yang masih hidup atau mati dari kalangan umat Islam. Hal itu telah terjadi perbedaan di kalangan ahli ilmu rahimahumullah. Permasalah ini telah dibahas dalam wesite ini. Dan pendapat yang kuat adalah tidak sampai ke mayit amalan apapun kecuali apa yang telah ditunjukkan dalil akan sampainya amalan tersebut seperti sedekah dan doa berdasarkan firman Allah Ta’ala:
وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَى
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” QS. An-Najm: 39
Silahkan melihat jawaban soal no. 46698, 103966
Lebih utama dilarang menghadiahkah amalan soleh untuk umat Islam secara umum. Bahkan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menyebutkan cara menghadiahkan seperti ini tidak ada satupun dari ulama’ salaf.
Syeikhul Islam rahimahullah ditanya tentang seseorang setiap kali selesai menghatamkan Qur’an atau membaca sedikit darinya dia berdoa ‘Ya Allah, jadikanlah pahala apa yang saya baca sebagai hadiah dari saya disampaikan kepada Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam atau kepada semua penduduk bumi di timur dan barat bumi. Apakah hal itu diperbolehkan atau dianjurkan? Apakah diharuskan mengingkari pelakunya? Apakah dilakukan oleh salah seorang ulama’ Islam? Diantara apa yang beliau katakan adalah, “Menghadiahkan pahala Qur’an kepada Nabi sallallahu alaihi wa sallam atau kepada semua penduduk bumi. Seperti menghadiahkan pahala puasa sunah, shalat sunah dan semisal itu. Seperti menghadiahkan pahala sedekah, memerdekakan dan haji. Menurut salah satu diantara dua pendapat, kepada Nabi sallallahu alaihi wa sallam dan seluruh umat Islam. Belum ada satupun yang sampai kepada kami dari kalangan ulama salaf, shahabat, tabiin dan tabit tabiin melakukan hal itu. Yang sampai kepada kami orang yang pertama melakukan hal itu adalah Ali bin Muwafiq salah seorang guru dari generasi Ahmad kibar. Dan Syekh Junaid. Akan tetapi, menghadiahkan pahala amalan kepada seluruh manusia, saya tidak pernah mendengar seorangpun melakukannya. Saya juga tidak mendengar seorangpun menghadiahkan kepada Nabi sallallahu alaihi wa sallam kecuali yang sampai kepada diriku dari Ali bin Muwafiq dan semisalnya. Sementara mencontoh para shahabat, tabiin dan tabiut tabiin itu lebih utama. Selayaknya seseorang melakukan yang sesuai syareat dengan shalawat dan salam kepadanya. Dan ini yang diperintahkan oleh Allah kepada Rasul-Nya. Dalam sunan dari beliau:
أَكثِرُوا على من الصلاة يومَ الجمعة وليلةَ الجمعة، فإن صلاتكُم معروضة عليّ
“Perbanyak shalawat kepadaku pada hari jumah dan malam jumah. Karena shalawat kamu semua akan ditunjukkan kepadaku.”
Tentang keutamaan shalawat kepadanya –Demi ayahku dia dan ibuku – banyak atsar yang terlalu sempit disebutkan dalam tempat ini.
Begitu juga doa untuk orang mukmin dan mukminat dan memohonkan ampunan kepadanya. Apa yang telah ada dalam Kitab dan sunah. Allah berfirman:
وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
“Dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan.” QS. Muhammad: 19
Amalan yang sesuai syareat itu hendaknya yang dipilih oleh orang mukmin. Wallahua’lam
Selesai dari ‘Jamiul Masail karangan Ibnu Taimiyah, (4/209-213)
Dari sini, maka tidak disyareatkan menghadiahkan pahala umrah untuk seluruh umat Islam. Akan tetapi orang yang melakukan hal ini, kita memohon kepada Allah semoga dibalas kebaikannya atas niatan baiknya. Selayaknya dia tidak mengulangi hal itu. Dan mencukupkan diri dengan apa yang disyareatkan Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam kepada kita. Amalan yang sesuai syareat itu hendaknya yang dipilih oleh orang mukmin sebagaimana perkataan Syeikhul Islam.
Wallallahua’lam .