Kamis 6 Jumadil Ula 1446 - 7 November 2024
Indonesian

Pengaruh Suntik Betaferon Pada Puasa, Jika Setelahnya Membutuhkan Banyak Air dan Asupan, Apa yang Harus Dilakukan?

Pertanyaan

Saya punya pertanyaan khususnya terkait dengan saudara saya, ia sedang terapi dengan suntik betaferon karena penyakit Sklerosis Ganda, yaitu suntikan  di bawah kulit. Dokter berkata: Si pasien setelah disuntik membutuhkan banyak air; agar ginjalnya tidak lelah bekerja, dan makanan yang baik untuk gizi tubuh. Sebagai informasi bahwa dokter berkata kepadanya: Kamu wajib membatalkan puasa, namun jika kamu mampu puasa maka berpuasalah, niatnya di malam hari untuk puasa sebelum masuk Ramadan. Keterangan saudaraku, dia membatalkan hanya pada saat disuntik, maka saya berharap kejelasan fatwa dalam masalah ini

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama:

Suntik yang tidak mengandung makanan tidak membatalkan puasa orang berpuasa, sebagaimana telah kami jelaskan pada jawaban soal no. 49706 .

Kedua:

Jika orang yang yang pengguna suntik ini membutuhkan banyak air dan makanan setelahnya, maka perlu ditinjau; jika memungkinkan untuk ditunda sampai setelah berbuka tanpa membahayakan pasien atau ia akan mengalami kesulitan, maka wajib (terus puasa).

Dan jika menundanya hingga berbuka akan membahayakannya, seperti penyakitnya bertambah, maka ia wajib menggunakannya dan membatalkan puasa pada hari dia disuntik. Jika menundanya tidak membahayakannya, namun diikuti kesulitan setelahnya, maka disunahkan baginya untuk membatalkan dan makruh berpuasa.

Syekh Ibnu Utsaimin –rahimahullah- berkata: “Orang yang sakit ini ada beberapa kondisi:

Pertama:

Tidak mempengaruhi puasanya, seperti flu ringan, sakit kepala ringan, sakit gigi, dan yang serupa dengannya; maka tidak dihalalkan baginya untuk membatalkan puasanya, meskipun sebagian ulama berpendapat: “Boleh baginya berdasarkan ayat “Dan barang siapa yang sakit...” (QS. Al Baqarah: 185).

Akan tetapi kami berpendapat, hukum itu berkaitan dengan illat (alasan/penyebab); yaitu jika membatalkan puasa itu lebih meringankannya, maka dalam kondisi seperti itu kami katakan, membatalkan lebih utama. Adapun jika tidak ada dampak apa-apa, maka tidak boleh membatalkan puasa dan tetap wajib berpuasa.

Kedua:

Jika dia mengalami kesulitan dengan berpuasa dan tidak membahayakannya, maka makruh baginya berpuasa, dan sunah membatalkan puasa.

Ketiga:

Jika puasa menyulitkan dan membahayakannya, seperti seseorang yang terkena dengan penyakit ginjal, penyakit gula, dan yang serupa dengannya dan puasa akan membahayakannya, maka puasa haram baginya.

Dan dengan ini kami ketahui kesalahan sebagian para ahli ijtihad dan orang-orang yang sakit yang puasa berat baginya, dan bisa jadi akan membahayakannya, namun mereka enggan untuk membatalkan puasanya.

Maka kami katakan; sungguh mereka ini telah melakukan kesalahan, karena tidak menerima kemurahan Allah –‘azza wa jalla- dan tidak menerima rukhshah (keringanan)-Nya dan membahayakan diri mereka sendiri, Allah –‘azza wa jalla- berfirman, “Dan janganlah kalian membunuh diri kalian sendiri”. (QS. An Nisa: 29) (As Syarhul Mumti, 6/352)

Wallahu a’lam

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam