Senin 24 Jumadil Ula 1446 - 25 November 2024
Indonesian

Hukumnya Daging Nabati

334608

Tanggal Tayang : 26-08-2024

Penampilan-penampilan : 711

Pertanyaan

Ada beberapa macam jenis daging, salah satunya dinamakan “daging nabati”. Katanya bahwa daging ini benar-benar dihasilnya dan diproduksi dari tumbuh-tumbuhan Apakah daging nabati ini halal?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Daging nabati adalah jenis makanan yang dihasilkan dari tumbuh-tumbuhan seperti kedelai, lalu dibuat menjadi makanan bentuknya seperti daging.

Maka daging nabati adalah sebenarnya tumbuh-tumbuhan, hanya saja dibuat dengan cara tertentu sehingga menjadi serupa dengan daging hewan.

Daging ini halal, selama dibuat dari tumbuh-tumbuhan yang halal, dan semua tumbuhan halal, dan tidak diharamkan kecuali yang membahayakan atau memabukkan. Hal ini sudah menjadi kesepakatan para ulama.

Ibnu Hazm –rahimahullah- berkata:

“Dan mereka semua telah bersepakat bahwa biji-bijian, buah-buahan, bermacam bunga, bermacam getah, dan semua yang diperas darinya, selama tidak berubah menjadi nabiz (khamar) yang telah kami sebutkan di dalam kitab minuman dan bukan sebagai racun, maka hukumnya halal”. (Maratib al Ijma’: 150)

Al Umrani –rahimahullah- berkata:

“Adapun selain hewan, jika dia najis, maka tidak halal; karena termasuk khabaits (kotor) dan tidak boleh makan sesuatu yang membahayakan meskipun suci; berdasarkan firman Allah Ta’la:

 وَلا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ

“Dan janganlah kalian membunuh diri kalian sendiri”.

Dihalalkan semua yang tidak membahayakan, seperti biji-bijian dan buah-buahan, berdasarkan firman Allah Ta’ala:

وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ

“Dan dihalalkan bagi mereka yang baik-baik”.

Dan semua ini termasuk yang baik-baik, karena hal itu merupakah hasil ijmak (konsensus) dan tidak ada perbedaan di dalamnya”. (Al Bayan: 4/511)

Yang menjadi patokan hukum pada sesuatu adalah pada hakekatnya, bukan pada namanya. Walaupun orang-orang menamakannya dengan nama daging atau nabati/tumbuhan, hakekatnya adalah tumbuhan.

Ibnul Qayyim –rahimahullah- berkata:

“Yang jadi patokan adalah hakekatnya, itulah yang menjadi kembalinya sebab dan menjadi objek halal dan haram. Allah Ta’ala tidak melihat kepada bentuknya dan ungkapan yang disematkan oleh seorang hamba, akan tetapi Dia melihat pada hakekat dan materinya”. (A’lam Al Muwaqqi’in: 5/175)

Wallahu a’lam

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam