Donasi untuk situs islamqa.info

Kami memohon donasi dengan suka rela untuk mendukung situs ini, agar situs anda -islamqa.info – berkelanjutan dalam melayani Islam dan umat Islam insyaallah

Bagaimana Cara Membersihkan Karpet Yang Besar Dan Menempel di Tanah Dari Najis Anjing Dan Najis Lainnya?

08-08-2023

Pertanyaan 119063

Bagaimana cara membersihkan karpet yang permanen seperti sajadah yang ada di masjid atau di mobil dari kencing atau liur anjing?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama:

Ketika najis mengenai karpet yang tidak mungkin diperasnya karena besarnya atau karena menempel dengan lantai atau di mobil. Maka cara membersihkannya adalah dengan menghilangkan apa yang ada berupa zat najisnya dan mengeringkan air kencing yang ada padanya. Kemudian disiram air di atasnya dan dikeringkan lagi, melakukan hal itu beberapa kali sampai dalam persangkaan kuat telah hilang najisnya.

Kalau itu najisnya dari anjing, maka karpetnya harus dicuci tujuh kali dengan air seperti tadi dan menjadikan pertamanya bersama sabun atau pembersih yang lainnya dan tidah harus dengan debu.

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah telah ditanya, “Bagaimana cara membersihkan karpet yang besar dari najis? Apakah setelah menghilangkan bentuk najisnya diperintahkan memerasnya saat mencucinya?”

Beliau menjawab, “Tata cara membersihkan karpet besar dari najis adalah membersihkan benda najisnya lebih dahulu, kalau memang ada bendanya. Kalau bendanya keras, maka ambil saja. Kalau cair seperti air kencing, maka dikeringkan dengan gabus sampai terambil semuanya, kemudian setelah itu disiram pakai air di atasnya sampai diperkirakan telah hilang bekasnya atau hilang najisnya. Untuk najis sejenis kencing, hendaknya dilakukan dua atau tiga kali. Adappun masalah memeras, bukan suatu kewajiban kecuali kalau hilang najisnya tergantung kepadanya. Seperti najisnya telah masuk ke dalam sesuatu yang dibersihkannya dan tidak mungkin dibersihkan di dalamnya kecuali dengan memerasnya, maka ketika itu harus diperas.” (‘Fatawa Nurun Alad Darbi’)

Beliau juga ditanya, “Saya mendengar dalam acara anda bahwa tanah itu bisa bersih dari najis air kencing kalau sudah kering karena pengaruh matahari. Apakah harus dengan bekas sinar matahari atau sekedar kering saja? Apakah hukum karpet yang ada dalam rumah itu sama, baik dia menempel di tanah atau tidak?”

Maka beliau menjawab, “Maksudnya bukan tanah itu dapat suci karena  sinar matahari atau angin jika telah kering, akan tetapi prinsipnya adalah najisnya harus hilang bekasnya sampai tidak tersisa bekas kencing atau sesuatu dari najisnya.”

Maka kita katakan, “Kalau ada air kencing di tanah dan mengering akan tetapi bekas kencingnya  masih ada, maksudnya pengaruhnya di tanah masih ada, maka dia masih belum suci. Akan tetapi kalau telah lewat beberapa waktu kemudian hilang bekasnya, maka dia menjadi suci. Karena najis itu adalah zat yang harus hilang dan bersih. Kalau zatnya telah hilang dengan pembersih apapun, maka dia menjadi bersih (suci).

Adapun karpet, maka harus dicuci karpet yang menempel di tanah. Baik menempel langsung ke tanah atau terpisah. Maka harus dicuci dan dibersihkan dengan menyiram air di atasnya kemudian dikeringkan dengan busa kemudian disiram lagi kedua kali dan ketiga kali sampai kuat dugaan  hilang bekas najisnya. (Fatawa nurun alad darbi)

Beliau rahimahullah ditanya, “Di sebagian perusahaan besar ada pemeriksaan yang menggunakan anjing terlatih, maka dia akan masuk di depan mobil kemudian mulai dicium dan dijilat. Apakah tempat duduknya menjadi najis, begitu juga tempat lainnya yang dicium dan dijilati anjing?”

Maka beliau menjawab, “Kalau sekedar dicium maka tidak masalah, karena tidak keluar air liur dari anjingnya. Tapi kalau dijilat, maka akan keluar air liur anjingnya. Kalau air liurnya mengenai baju atau semisal itu, maka harus dicuci tujuh kali dan kita tidak mengatakan salah satunya dengan debu, karena terkadang hal itu malah merusaknya. Akan tetapi kita katakan, gunakan sabun pengganti debu atau pembersih lainnya. Cukup dicuci tujuh kali.” (Liqo Al-Bab Al-Maftuh, 7/49).

Tidak ada bedanya antara kencing anjing maupun kotorannya, dengan air liurnya menurut jumhur (mayoritas) para ulama. Bahkan kencing dan kotorannya itu lebih berat lagi.” (As-Syarhul  Al-Mumti’, 1/417).

Kedua:

Tidak boleh memelihara anjing kecuali apa yang telah diberi keringanan oleh agama. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Bukhari, (2145) dari Abu Hurairah radhiallahu anhu  berkata, Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ أَمْسَكَ كَلْبًا فَإِنَّهُ يَنْقُصُ كُلَّ يَوْمٍ مِنْ عَمَلِهِ قِيرَاطٌ إِلا كَلْبَ حَرْثٍ أَوْ مَاشِيَةٍ

“Siapa yang memelihara anjing, maka setiap hari akan berkurang amalnya satu qiroth, kecuali anjing untuk menjaga kebun atau ternak.”

Diriwayatkan oleh Muslim, (2974) dari Abu Hurairah radhiallahu anhu  dari Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ اقْتَنَى كَلْبًا لَيْسَ بِكَلْبِ صَيْدٍ وَلا مَاشِيَةٍ وَلا أَرْضٍ فَإِنَّهُ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِهِ قِيرَاطَانِ كُلَّ يَوْمٍ

“Siapa yang memelihara anjing yang bukan anjing buruan juga bukan anjing penjaga ternak dan kebun, maka akan berkurang pahalanya dua qiroth setiap harinya.”

Wallahu a’lam

Menghilangkan najis
tampilan di situs islamqa.info