Sabtu 18 Syawal 1445 - 27 April 2024
Indonesian

Rasa cinta dan Kasih Sayang antar pasangan (Suami Istri)

Pertanyaan

Apa hukumnya bila suami tidak memberi izin saya untuk istirahat pada saat saya mengalami gangguan kesehatan (seperti: migrain, stroke, dan masalah kesehatan lainnya) dan saya perlu istirahat (sesuai saran dokter), tetapi suami saya menolak melakukannya, bahkan untuk menghibur saya (kami mempunyai anak), dan bahkan dia tidak mau mengakui kalau saya mengalami gangguan kesehatan, karena dia melihat  saya masih muda dan dia yakin bahwa tidak mungkin saya bisa mengalami semua gangguan kesehatan tersebut. Apa yang sebaiknya saya lakukan?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Diantara tujuan utama pernikahan menurut syariat adalah  agar kedua pasangan (suami istri) saling mencintai dan mengasihi satu sama lain, dan atas dasar inilah kehidupan pernikahan dibangun. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً

الروم /21 .

"Di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah bahwa Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari (jenis) dirimu sendiri agar kamu merasa tenteram kepadanya. Dia menjadikan di antaramu rasa cinta dan kasih sayang.” Ar-Rum /21.

Al-Hafidz Ibnu Katsir Rahimahullah berkata: “al-mawaddah adalah rasa cinta dan ar-rahmah adalah kasih sayang, dan sesungguhnya seorang laki-laki ketika menahan seorang wanita adalah entah karena rasa cinta kepadanya, atau karena belas kasihan padanya karena ia memiliki anak darinya.”

Dan sebagai nasehat untukmu saudariku yang mulia, jangan sampai kamu melupakan rasa cinta (mawaddah) dan kasih sayang (rahmat) yang Allah sebutkan dalam ayat mengenai hubungan  suami istri, dan renungkanlah keadaan istri-istri Nabi dan para sahabat Radhiyallahu ‘anhum, terutama peran Khadijah Radhiyallahu ‘anha bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, maka berusahalah untuk selalu mejadikan keluargamu bahagia, maka kamu akan menemukan kebaikan hasilnya, Insya Allah.

Salah satu faktor utama untuk memenangkan hati adalah keceriaan dan ucapan yang lembut, seperti yang diriwayatkan oleh beberapa orang shaleh: “Kebaikan itu mudah: wajah ceria dan perkataan yang lemah lembut.”, cobalah melakukan kebaikan ini terhadap suami Anda – sampai hal itu tertanam dalam diri anda – maka anda akan memenangkan hatinya dan menumbuhkan rasa cinta dan kasih sayangnya kepada anda.

Bahkan sebelum itu semua, dan di atas itu semua, ada firman Allah Yang Maha Pemurah dan Maha Suci:

وَلا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ * وَمَا يُلَقَّاهَا إِلا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ

فصلت/34-35

“Tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah (kejahatan) dengan perilaku yang lebih baik sehingga orang yang ada permusuhan denganmu serta-merta menjadi seperti teman yang sangat setia. (Sifat-sifat yang baik itu) tidak akan dianugerahkan kecuali kepada orang-orang yang sabar dan tidak (pula) dianugerahkan kecuali kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar.” Fusilat / 34-35.

Syekh Ibnu Sa'di rahimahullah berkata: yaitu, Perbuatan baik dan ketaatan yang dilakukan karena mengharap ridha Allah tidak bisa disamakan dengan perbuatan buruk dan dosa yang mendatangkan kemurkaan-Nya dan membuat-Nya tidak ridha. Kebaikan terhadap sesama tidak bisa disamakan dengan perlakuan buruk terhadap mereka, baik dalam hal itu sendiri, maupun dalam gambarannya, dan tidak pula dalam pahalanya.

 هَلْ جَزَاءُ الإحْسَانِ إِلا الإحْسَانُ   “Apakah ada balasan kebaikan selain kebaikan ?,”

Kemudian Dia memerintahkan untuk mengerjakan suatu kebaikan khusus yang memiliki dampak yang besar, yaitu berbuat baik terhadap orang yang telah berbuat buruk kepadamu. Dia berfirman:

دْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ 

“Tolaklah (kejahatan) itu dengan yang lebih baik”, artinya jika seseorang berlaku buruk kepada kamu, terutama jika dia mempunyai hak yang besar atas kamu, seperti sanak kerabat, sahabat dan sebagainya, jika ada perlakuan buruk kepada kamu baik dalam perkataan maupun perbuatan, maka tanggapilah dengan perlakuan yang baik. Jika dia memutuskan (silaturahmi) denganmu maka sambunglah (silaturahmi) dengannya; jika dia berbuat dzalim kepadamu, maafkanlah dia; jika dia membicarakan sesuatu tentangmu baik di belakang maupun di hadapanmu, jangan menanggapinya dengan cara yang sama, bahkan lebih baik maafkan dia, dan perlakukanlah dia dengan kata-kata yang baik; jika dia menjauhimu dan tidak mau berbicara denganmu, maka berbicaralah baik-baik padanya, dan sapalah dia dengan ucapan salam. Jika anda menanggapi perlakuan buruk dengan perlakuan yang baik, hal itu akan mendatangkan banyak manfaat.

 فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ  “sehingga orang yang ada permusuhan denganmu serta-merta menjadi seperti teman yang sangat setia.” yakni seolah-olah dia adalah seorang sahabat dekat dan  baik.

وَمَا يُلَقَّاهَا – yakni (Sifat-sifat yang baik itu) tidak akan dianugerahkan kecuali kepada mereka yang tetap bersabar atas sesuatu yang  tidak mereka sukai, dan memaksakn diri untuk melakukan apa yang Allah sukai, karena sesungguhnya nafsu diciptakan dengan kecenderungan membalas perlakuan buruk dengan berbuat keburukan semisal dan tidak memberikan maaf. Lalu bagaimana menyikapinya dengan cara yang baik ?

Jika seseorang mampu menahan diri dengan bersabar, mentaati perintah Tuhannya, mengerti besarnya pahala, dan memahami bahwa menyikapi suatu perilaku buruk dengan keburukan yang sama tidaklah membawa manfaat apapun, dan tidak meyelesaikan permusuhan yang ada kecuali menjadikanya semakin parah, dan bahwa menyikapinya dengan kebaikan bukan berarti merendahkan derajatnya, bahkan barang siapa yang bersikap rendah hati maka Allah akan mengangkat derajatnya, maka urusannya akan menjadi mudah dan dia melakukannya dengan gembira dan senang.

(Sifat-sifat yang baik itu) tidak akan dianugerahkan kecuali kepada mereka yang beruntung karena itu merupakan salah satu ciri sebaik-baiknya ciptaan, Melaluinya hamba memperoleh keagungan (derajat yang tinggi) di dunia dan di akhirat, yang merupakan salah satu sifat akhlak mulia yang paling utama.

Tafsir al-Sa’di (549-550).

Dan jika ini semuanya berkaitan dengan hak terhadap orang lain, lalu bagaimana dengan hak pasanganmu ? Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ لَأَمَرْتُ النِّسَاءَ أَنْ يَسْجُدْنَ لِأَزْوَاجِهِنَّ لِمَا جَعَلَ اللَّهُ لَهُمْ عَلَيْهِنَّ مِنْ الْحَقِّ رواه أبو داود (2140)

“seandainya aku boleh memerintahkan seseorang untuk bersujud kepada seseorang, niscaya aku perintahkan para wanita agar bersujud kepada suami-suami mereka, karena hak yang telah Allah berikan atas mereka." Diriwayatkan oleh Abu Dawood (2140) dan al-Tirmidzi (1192); digolongkan shahih oleh al-Albaani dalam al-Silsilah al-Saheehah (1203).

Dan jika kami mulai membuka pembicaraan dengan anda wahai saudariku, hal itu karena Andalah yang mengajukan pertanyaan , dan kami menduga Anda akan lebih dekat mendengarkan kami, dan bahwa respon anda terhadap nasehat kami akan lebih cepat, dan meskipun konsekuensinya adalah bahwa anda melepaskan sebagian hakmu dan memaafkan orang yang telah berlaku dzalim kepada kamu, maka hal itu tidak mengapa. Siapa yang berpendapat bahwa melepaskan hak-hak tertentu dan memaafkan ketidakadilan adalah sebuah aib atau kelemahan ? sebaliknya, yang demikian itu adalah kesempurnaan yang utuh.

Diriwayatkan oleh Muslim dalam Sahihnya (2588), dari Abi Hurairah berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلَّا عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلَّا رَفَعَهُ اللَّهُ

“Sedekah itu tidak akan mengurangi harta. Tidak ada orang yang memberi maaf kepada orang lain, melainkan Allah akan menambah kemuliaannya. Dan tidak ada orang yang merendahkan diri karena Allah, melainkan Allah akan mengangkat derajatnya."

Adapun berbicara kepada suami anda atau menegurnya adalah perkataan yang penuh kasih sayang dan teguran dari orang-orang yang mencintai kebaikan baginya dan takut akan akibat buruk yang mungkin timbul di kemudian hari; mereka ingin memperingatkannya agar tidak tunduk kepada Iblis dan membuatnya senang, serta tidak menaati Yang Maha Suci dan Maha Penyayang dan membuat-Nya marah.

Adapun ketaatannya kepada Iblis, Muslim meriwayatkan dalam Shahihnya (2813), dari Jaabir radhiyallahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya Iblis meletakkan singgasananya di atas air lalu mengirim bala tentaranya, (setan) yang kedudukannya paling rendah bagi Iblis adalah yang paling besar godaannya. Salah satu diantara mereka datang lalu berkata: 'Aku telah melakukan ini dan itu.' Iblis menjawab: 'Kau tidak melakukan apa pun.' Lalu yang lain datang dan berkata: 'Aku tidak meninggalkannya hingga aku memisahkannya dengan istrinya.' Beliau bersabda: "Iblis mendekatinya lalu berkata: 'Bagus kamu." Al A'masy menyebutkan dalam riwayatnya: "Iblis berkata: 'Tetaplah (menggodanya)."

Adapun tenntang perbuatannya yang menyebabkan kemurkaan Yang Maha Penyayang dan mendurhakai-Nya, maka hendaklah ia mendengarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam: “Bertaqwalah kepada Allah dalam masalah wanita, karena kalian mengambil mereka dengan amanat Allah dan menghalalkan kemaluan mereka dengan kalimat Allah.” Diriwayatkan oleh Muslim (1218).

Beginikah caramu mengambil amanah dari Allah, wahai hamba Allah ?!

Beginikah caramu menyikapi firman Allah, wahai hamba Allah ?!

Beginikah caramu menyikapi nasehat Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam yang bersabda: “Aku anjurkan kamu memperlakukan wanita dengan baik” ?! diriwayatkan oleh Al-Bukhaari (3331) dan Muslim (1468).

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

"Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap isterinya, dan aku adalah orang yang paling baik terhadap isteriku,” Diriwayatkan oleh Al-Tirmidzi (3895) dan Ibnu Majah (1977) dan disahkan oleh Al-Albani dalam Sahih Al-Tirmidzi.

Atau beginikah kebaikan itu berlaku, dan Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:

 وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ النساء/19

“Pergaulilah mereka dengan cara yang patut” (An-Nisa: 19).

Apakah ini yang dimaksud dengan menjaga mereka?, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: "Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya. Imam adalah pemimpin yang akan diminta pertanggung jawaban atas rakyatnya. Seorang suami adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban atas keluarganya. Seorang isteri adalah pemimpin di dalam urusan rumah tangga suaminya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan rumah tangga tersebut. Seorang pembantu adalah pemimpin dalam urusan harta tuannya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan tanggung jawabnya tersebut." Aku menduga Ibnu 'Umar menyebutkan: "Dan seorang laki-laki adalah pemimpin atas harta bapaknya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atasnya. Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya." Diriwayatkan oleh al-Bukhaari (893) dan Muslim (1829).

Tidakkah kamu mendengar sahabat besar, Aidh bin Amr radhiyallahu 'anhu, yang mendatangi Ubayd Allah bin Ziyad, gubernur yang zalim, dan sahabat itu berkata kepadanya:"Wahai anakkku, sesungguhnya saya pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya seburuk-buruk penguasa adalah penguasa yang zhalim, maka janganlah kamu termasuk dari mereka.” Diriwayatkan oleh Muslim (1830).

Tidakkah anda takut menjadi salah satu dari mereka ?!

apakah anda pernah mendengar sebelum ini wahai hamba Allah, bahwa penyakit datang pada usia tertentu ? atau apakah sakit kepala datang pada waktu atau tempat tertentu ?

Atau mungkin anda memerlukan bukti ?!, maka dengarkanlah wahai hamba Allah, diriwayatkan dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha, dia berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kembali dari Baqi' dan mendapatiku sakit kepala, aku bergumam, "Duh.. kepalaku! " Beliau pun bersabda: "Wahai 'Aisyah, aku juga merasakannya. " Diriwayatkan oleh Ibnu Majaah (1465); digolongkan sahih oleh al-Albaani dalam Takhreej al-Mishkaat (5970).

Hal yang penting untuk anda ingat wahai saudara muslim, bahwa ketika Rasululllah Shallallahu ‘alaihi wasallam wafat, Aisyah Radhiyallahu ‘anha baru berusia 18 tahun, yang artinya bahwa ia masih sangat muda saat ia mengeluhkan sakit kepala yaitu dibahwa 18 tahun, namun Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mempercayainya dan melakukan interaksi dengannya secara emosional, Aisyah Radhiyallahu ‘anha ditanya tentang apa yang biasa dilakukan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam di rumahnya ? ia berkata: “dia melakukan pekerjaan rumahnya (melayani keluarganya), dan jika tiba waktu shalat beliau keluar untuk melaksanakan shalat” diriwayatkan oleh Al-Buhkhari (676).

Ini adalah dalil jika anda memerlukannya, dan kami kira anda tidak memerlukan dalil tersebut, anda perlu bertindak, jalan sudah jelas di depan anda, akan tetapi anda tidak mau melangkah.

Berbicara kepada anda itu lama dan sulit wahai hamba Allah, dan barang siapa yang  Jika sedikit tidak memberi manfaat baginya, maka banyak juga tidak akan memberi manfaat baginya.

Maka berhati-hatilah wahai hamba Allah bahwa suatu saat bisa jadi kamu akan mendapat cobaan, dan kamu akan membutuhkan bantuan wanita lemah ini untuk mendukung dan mengurusi urusanmu, apakah anda berharap dia memperlakukanmu sebagaimana dulu kamu memperlakukannya ?!

Atau apakah anda berharap dia lebih baik darimu, mempercayaimu sementara kamu berbohong padanya, mendukungmu sementara kamu mengecewakannya, berlemah lembut kepadamu sementara kamu berlaku kasar padanya, bersikap sabar menghadapimu sementara kamu selalu mengabaikannya ?!

Demi Allah, sesungguhnya yang paling manis diantara keduanya pun pahit.

Maka pilihlah sendiri jalan kebaikan wahai hamba Allah :

 هَلْ جَزَاءُ الْأِحْسَانِ إِلَّا الْأِحْسَانُ  “Apakah ada balasan kebaikan selain kebaikan?” (Ar-Rahman: 60)

Barang siapa berbuat kebaikan, dia akan mendapatkan balasannya, dan Kebaikan tidak akan hilang di hadapan Allah dan manusia.

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam