Ahad 21 Jumadits Tsani 1446 - 22 Desember 2024
Indonesian

Patokan Dalam Masalah ‘Menyerupai Orang Musyrik’ Yang Diharamkan

Pertanyaan

Saya pernah dengar sebagian orang mengatakan,  “Bahwa memakai celana panjang dan kaos adalah haram, karena menyerupai orang-orang kafir.  Apakah ucapan ini benar?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Allah Ta’ala telah mengharamkan setiap muslim untuk menyerupai orang-orang kafir. Nabi –shallallahu alaihi wa sallam- telah memberi peringatan keras dalam hal ini sampai bersabda:

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ (رواه أبو داود، رقم 4031، وصححه الألباني في صحيح سنن أبي داود )

“Siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia menjadi bagian dari mereka”. (HR. Abu Daud, no. 4031 dinyatakan shahih oleh Al-Albani di dalam Shahih Sunan Abu Daud)

Haramnya menyerupai orang-orang kafir, hanya pada hal-hal yang menjadi ciri khusus mereka dan umat Islam tidak ikut serta di dalamnya.

Yang dapat menjelaskan arti dari ciri khusus itu adalah bahwa jika ada orang yang melihat pelaku dengan aktifitas itu, maka mereka akan mengatakan tentang orang itu bahwa dia termasuk golongan yang dilarang untuk diseruapai. Hal ini tidak terjadi kecuali pada aktifitas yang tidak dikerjakan kecuali oleh golongan tersebut. Adapun pada aktifitas yang dilakukan oleh mereka dan umat Islam, maka tidak benar jika dikatakan bahwa aktifitasnya termasuk pada tindakan menyerupai yang dilarang, karena aktifitas tersebut tidak hanya dilakukan oleh mereka secara khusus. Atas dasar ini, maka mamakainya atau melakukannya adalah mubah, tidak ada masalah.

Telah kami sebutkan sebelumnya Fatwa Lajnah Daimah lil Ifta tentang bolehnya menggunakan celana panjang dan kaos dan bahwa hal itu tidak termasuk menyerupai orang-orang kafir pada kedua jawaban soal nomor: 105412 dan 105413.

Syekh Muhammad bin Utsaimin –rahimahullah- pernah ditanya: “Apa patokan  'menyerupai' orang-orang kafir?

Beliau menjawab:

“Menyerupai orang kafir termasuk dalam hal penampilan, pakaian, cara makan dan yang lainnya, karena kata ini (tasyabuh) bersifat umum. Artinya jika seseorang melakukan sesuatu yang menjadi ciri khas orang kafir dan orang yang melihatnya serta merta akan menyimpulkan  bahwa dia adalah orang kafir, maka inilah patokannya. Adapun jika sesuatu itu telah tersebar luas di tengah umat Islam dan orang kafir, maka menyerupainya tetap dibolehkan, meskipun hal itu berasal dari orang-orang kafir, selama tidak diharamkan secara definitif seperti memakai sutra”.  (Majmu Durus wa Fatawa Al Haram Al Makky, 3/367)

Beliau pernah ditanya juga, "Apa yang menjadi patokan dalam masalah menyerupai orang-orang kafir?”

Beliau menjawab:

“Patokannya menyerupai (orang kafir) adalah meniru dan melakukan sesuatu yang sama dengan orang yang ditiru. Maka menyerupai orang kafir adalah jika seorang muslim melakukan sesuatu yang menjadi ciri khas mereka. Adapun sesuatu telah menyebar di tengah umat Islam dan bukan lagi menjadi ciri khas  orang kafir, maka hal itu tidak dianggap menyerupai mereka dan tidak menjadi haram karena menyerupai mereka, kecuali menjadi haram dari sisi yang lain. Apa yang kami katakan ini merupakan kandungan dari kalimat tersebut. Hal ini dinyatakan oleh pengarang kitab Fathul Baari (Ibnu Hajar), dia  telah menjelaskan hal serupa dengan ini dalam perkataannya, (10/272):

“Sebagian generasi salaf membenci memakai Alburnus (pakaian gamis bersambung dengan kupluk kepala); karena dianggap sebagai pakaian pendeta. Imam Malik pernah ditanya soal ini dan dia berkata, “tidak masalah”, dikatakan: “Karena pakaian ini termasuk pakaiannya orang-orang nasrani”, beliau menjawab: “Dahulu juga dipakai di sini”. Selesai.

Pendapat saya (Ibnu Utsaimin):

“Jika Imam Malik berdalil dari sabda Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- pada saat ditanya tentang pakaian yang boleh dipakai saat ihram, maka  beliau menjawab:

 لا يلبس القميص ولا العمامة ولا السراويل ولا البرنس ... الحديث

“Jangan memakai baju hem, sorban kepala, juga celana pendek dan burnus...(Al Hadits)

maka itu  lebih utama.

Di sebutkan di dalam Fathul Baari (1/307) juga:

“Dan jika kami katakan bahwa Al Muyatsir Al Marjuan termasuk menyerupai orang-orang kafir, maka hal itu untuk kemasalahatan agama. Namun hal itu ciri mereka masa lalu, yaitu ciri kaum kafir.  Kemudian sekarang tidak menjadi ciri khas mereka, maka makna tersebut menjadi hilang, maka larangannya menjadi hilang, wallahu a’lam.” (Fatawa Al Aqidah: 245)

Al Muyatsir Al Urjuwan adalah mirip dengan bantal yang dipakai pengendara untuk alas dibawahnya.

Untuk faedah silahkan melihat jawaban soal nomor: 21694 .

Wallahu a’lam

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam