Rabu 15 Syawal 1445 - 24 April 2024
Indonesian

Sakit Dan Tidak Kuat Berpuasa

Pertanyaan

Istriku mengeluh darah rendah yang menyebabkan lemah dan menghalangi dari berpuasa. Kalau berpuasa, dia sangat kelelahan hingga menyebabkan pingsan. Apa yang harus dilakukannya untuk mengqhada puasanya? Apakah boleh mengeluarkan sejumlah uang untuk memberi makan kepada orang fakir? Kalau hal itu boleh, apakah uang tersebut boleh diarahkan ke Yayasan Sosial Islam yang peduli mengirimkan bantuan makanan dan ke negara-negara Islam yang kesulitan akibat peperangan. Karena ia hidup di negara maju dimana orang fakir di dalamnya dianggap kaya dan sehat dibandingkan orang yang hidup di negeri Islam?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama:

Kalau penyakit ini tidak menahun dan ada kemungkinan sembuh, maka ditunggu sampai sembuh dan berpuasa untuk hari-hari yang dia berbuka.

Kalau penyakitnya ini menahun, tidak ada harapan sembuh. Maka gugur baginya kewajiban qhada, diharuskan memberi makan kepada orang miskin untuk setiap hari yang tidak berpuasa di bulan Ramadan.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah ditanya tentang seseorang yang pingsan setiap kali ingin berpuasa. Maka beliau menjawab, “Kalau puasanya menyebabkannya dia mengalami  penyakit seperti itu, maka dia berbuka dan mengqhada. Kalau hal itu menimpa setiap waktu puasa, dan dia tidak mampu berpuasa, maka dia harus memberi makanan kepada orang miskin untuk setiap hari yang dia tinggalkan puasanya.” Wallahu a’lam (Majmu Fatawa, 25/217).

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, “Orang lemah tidak berpuasa berdasarkan firman Allah ta’ala:

وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ (سورة البقرة: 185)

“Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa qadha), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS. Al-Baqarah: 185)

Akan tetapi hasil dari penelitian dan pendalaman, ternyata lemah itu ada dua bagian. Yang sifatnya tiba-tiba (ada) dan yang sifatnya terus menerus (ada).

Yang sifatnya tiba-tiba adalah yang ada harapan kesembuhannya yang disebutkan di dalam ayat. Maka orang lemah seperti itu menunggu sampai hilang lemahnya kemudian mengqhada. berdasarkan Firman-Nya ‘Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.’

Sementara yang terus menerus ada adalah yang tidak ada harapan hilang (sembuh). Maka diharuskan memberi makan orang miskin untuk setiap harinya.” (Syarh Mumti, 6/324-325).

Kedua:

Ukuran makanan wajib untuk kafarat puasa adalah memberi makan satu orang miskin untuk satu hari. Ukurannya adalah setengah sha’ dari makanan yang biasa dikonsumsi penduduk setempat sekitar 1,5 kg. Terdapat dalam ‘Fatawa Lajnah Daimah’ Vol, I (10/167), “Fidyah dianggap sah dengan memberi makan satu orang miskin untuk sehari yang anda berbuka. Ukurannya setengah sha’ atau sekitar 1,5 kg dari jenis beras, gandum atau semisal itu dari jenis makanan pokok yang biasa dikonsumsi di negaranya.”

Ketiga:

Makanan diharuskan untuk orang miskin yang kebutuhannya tidak cukup. Oleh karena itu ketika tidak didapati orang miskin di negara anda. Dibolehkan diwakilkan untuk mengeluarkannya di negara yang ada orang miskin. Allah memerintahkan kepada kita melakukan semampu kita. Dan yang semisal itu kalau di negara lain terjadi kelaparan dan sangat kekurangan dibandingkan negara yang ditempatinya, dibolehkan memindahkan kafarat dan sedekah ke negara tersebut. Sebagai tambahan silahkan lihat jawaban soal no, 43146 dan no. 4347.

Wallahu a’lam .

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam