Sabtu 9 Rabi'uts Tsani 1446 - 12 Oktober 2024
Indonesian

Apakah Boleh Untuk Fidyahnya Puasa Dengan Memberikan Sup Kepada Orang-orang Miskin ?

Pertanyaan

Saya bertekad untuk membayarkan fidyahnya istri saya yang tidak berpuasa pada bulan Ramadhan tahun lalu, dan karenanya saya telah memberikan sejumlah uang yang cukup untuk memberikan makan kepada 30 orang dengan makanan berat kepada seseorang yang menjadi panitia penyaluran berbuka puasa saat I’tikaf di daerah kami, namun karena melihat adanya bahan gizi yang cukup, ia memutuskan untuk menggunakan uang itu untuk membuat sup cabe; yaitu; sup cair ringan panas dengan daging rebus dibagikan kepada mereka yang berpuasa, apa mungkin sup itu dianggap sebagai fidyah karena makanan beratnya belum disajikan, dia tidak menganggap sup cair tersebut sebagai makanan, apa yang harus saya lakukan jika yang demikian belum dianggap sebagai fidyah ?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama:

Jika istrimu tidak mampu berpuasa karena sakit yang bisa diharapkan kesembuhannya, dan memungkinkan untuk mengqadha’nya di waktu lain, maka tidak ada dan tidak sah membayar fidyah baginya, namun ia wajib mengqadha’nya.

Kedua:

Barang siapa yang tidak mampu berpuasa karena usia tua, atau karena penyakit yang tidak bisa diharapkan kesembuhannya, maka orang seperti inilah yang wajib memberikan makan satu orang miskin setiap harinya; berdasarkan firman Allah Ta’ala:

وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ    البقرة/184

“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin”. (QS. Al Baqarah: 184)

Bukhori (4505) telah meriwayatkan dari Ibnu Abbbas berkata: “(Ayat tersebut) tidaklah mansukh (dihapus), yang dimaksud adalah orang lanjut usia baik laki dan perempuan, dimana keduanya tidak mampu berpuasa, maka (menggantinya) dengan memberi makan kepada satu orang miskin setiap harinya”.

Bukhori –rahimahullah- berkata di dalam Shahihnya:

“Bab firman Allah:

أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ   ...

" 184. (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin”. (QS. Al Baqarah: 184)

Adapun orang yang lanjut usia jika tidak mampu berpuasa, Anas telah memberikan makan setelah beliau berusia lanjut, selama satu atau  dua tahun, dengan roti dan gaging dan beliau tidak berpusa”.

Telah disebutkan di dalam Fatwa Lajnah Daimah (10/198):

“Kapan saja para dokter telah menetapkan bahwa penyakit yang anda keluhkan ini, dan anda tidak bisa berpuasa dan tidak bisa diharapkan kesembuhannya, maka diwajibkan kepada anda untuk memberi makan kepada satu orang miskin setiap harinya sejumlah ½ sha’ dari makanan pokok setempat, dari kurma atau yang lainnya, dari bulan-bulan sebelumnya dan yang akan datang, dan jika anda telah memberikan makan malam kepada seorang miskin, atau telah memberikan makan siang sejumlah beberapa hari yang menjadi tanggungan anda, maka hal itu sudah cukup, adapun dengan uang maka tidak dibolehkan”.

Ketiga:

Ukuran yang wajib untuk pemberian makan ini ada perbedaan pendapat, jumhur berpendapat satu mud makanan atau sama dengan ¼ sha’.

Madzhab Hambali ukurannya adalah satu mud dari gandum, atau ½ sha’ dari selain gandum, dan ½ sha’ sama dengan kira-kira 1,5 kilo gram.

Dan di dalam Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah (32/67):

“Malikiyyah dan Syafi’iyyah telah berpendapat bahwa ukuran fidyah adalah satu mud setiap hari, demikian juga pendapat Thowus, Sa’id bin Jubair, Tsauri, dan Al Auza’i".

Hanafiyyah telah berpendapat bahwa ukuran wajibnya untuk fidyah ini adalah satu sha’ kurma, atau satu sha’ jelay, atau ½ sha’ gandum, hal itu setiap hari sebanyak puasa yang ia tinggalkan diberikan makan kepada orang miskin.

Menurut Hanabilah yang wajib adalah satu mud gandum, atau ½ sha’ kurma, atau jelay”.

Dan jika anda telah memberikan makan malam atau makan siang kepada mereka maka sudah sah, sebagaimana yang telah disebutkan dari Anas.

Dan atas dasar itulah maka jika sup cair tersebut tidak cukup untuk makan siang dan makan malam, hanya untuk pelengkap makanan berat berikutnya atau menjadi hidangan pembuka, maka jika anda tidak mengeluarkannya tidak sah, dan anda wajib mengeluarkan fidyah kembali.

Dan cukup bagi anda mengamalkan pendapatnya jumhur, maka anda berikan setiap orang miskin 750 gram beras, dan boleh membayarkan firdyah ini untuk satu orang miskin atau kepada beberapa orang miskin.

Dan sebaiknya diketahui untuk memberi makan kepada mereka yang beri’tikaf, atau memberi hidangan buka puasa tidak sah untuk fidyah, kecuali jika mereka yang beri’tikaf dan mereka yang berpuasa yang mengkonsumsi makanan itu termasuk orang miskin semuanya.

Adapun jika mereka mempunyai cukup makanan, maka tidak sah memberikan fidyah kepada mereka, berdasarkan firman Allah Ta’ala dalam ayat di atas:

فدية طعام مسكين

“…membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin”. (QS. Al Baqarah: 184)

Yang diwajibkan adalah menyalurkan fidyah kepada orang-orang miskin secara khusus, bukan kepada selain mereka.

Wallahu A’lam

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam